Ketenteraman
Jiwa
Saat
Musibah Melanda
(Cetakan Kedua)
Disusun
Oleh:
Abu
Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Indonesiy
Al
Jawiy 'afallohu 'anhu
بسم الله الرحمن
الرحيم
الحمد لله وأشهد أن لا إله
إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله اللهم صل وسلم على محمد وآله أجمعين أما بعد:
Sesungguhnya
kehidupan dunia itu penuh dengan ujian, kegembirannya itu diselingi oleh
kesedihan, kesihatannya itu disusuli dengan rasa sakit, kekayaannya itu
bergantian dengan kemiskinan, keamanannya itu dikepung oleh rasa takut, bahkan
kehidupannya itu ditutup dengan kematian. Yang demikian itu Alloh lakukan agar
manusia tidak menjadikan dunia sebagai negeri menetap, tapi menjadikannya
sebagai jambatan yang harus dilalui. Dan dengan itu Alloh menguji siapakah yang
terbaik amalannya sehingga masuk Syurga (Jannah), dan siapakah yang lalai dan
terlena sehingga terancam dengan Neraka (Jahannam). Alloh ta’ala berfirman:
﴿أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ
الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا
حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ الله أَلَا إِنَّ
نَصْرَ الله قَرِيبٌ﴾ [البقرة: 214]
“Apakah kalian mengira bahawasanya kalian
akan masuk Syurga padahal belum datang kepada kalian permisalan orang-orang
yang telah berlalu sebelum kalian? Mereka tertimpa kemiskinan, rasa sakit, dan
mereka digoncang sehingga Rosul dan orang-orang yang beriman yang bersamanya
berkata: “Bilakah akan datangnya pertolongan Alloh?” Ketahuilah sesungguhnya
pertolongan Alloh itu dekat.”
Dan Alloh ta’ala berfirman:
﴿كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ
فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ ﴾ [الأنبياء: 35]
“Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian.
Dan Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cubaan. Dan
hanya kepada Kami sajalah kalian akan dikembalikan.”
Orang yang lebih mengutamakan kehidupan
dunia dan tidak menghormati Alloh dengan penghormatan yang benar, dia akan rugi.
Alloh ta’ala berfirman:
﴿فَإِذَا جَاءَتِ الطَّامَّةُ
الْكُبْرَى * يَوْمَ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ مَا سَعَى * وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ
لِمَنْ يَرَى * فَأَمَّا مَنْ طَغَى * وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا * فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى﴾ [النازعات/34-39].
“Maka jika telah datang malapetaka besar (Kiamat),
pada hari manusia mengingati apa yang telah dia usahakan. Dan Jahim ditampilkan
bagi orang yang melihat. Maka adapun orang yang melampaui batas dan lebih
mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya Jahim itulah tempat
tinggalnya.”
Adapun orang yang
memerangi dirinya untuk taat pada Alloh ta’ala. Dan sabar di atasnya untuk
Alloh, maka mereka itu tidak tertimpa
ketakutan dan tidak bersedih hati. Alloh ta’ala berfirman:
﴿يَا عِبَادِ لَا خَوْفٌ
عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ وَلَا أَنْتُمْ تَحْزَنُونَ * الَّذِينَ آمَنُوا بِآيَاتِنَا
وَكَانُوا مُسْلِمِينَ * ادْخُلُوا الْجَنَّةَ أَنْتُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ
تُحْبَرُونَ * يُطَافُ عَلَيْهِمْ بِصِحَافٍ مِنْ ذَهَبٍ وَأَكْوَابٍ وَفِيهَا مَا
تَشْتَهِيهِ الْأَنْفُسُ وَتَلَذُّ الْأَعْيُنُ وَأَنْتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ *
وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ * لَكُمْ
فِيهَا فَاكِهَةٌ كَثِيرَةٌ مِنْهَا تَأْكُلُونَ﴾ [الزخرف/68-73].
“Wahai
para hamba-Ku kalian pada hari ini tidak tertimpa ketakutan dan tidak bersedih hati, yaitu orang-orang
yang beriman pada ayat-ayat kami dan dulunya adalah Muslimin. Masuklah kalian
dan istri-istri kalian ke dalam Jannah dalam keadaan digembirakan. Mereka
dikelilingi dengan piring-piring dan gelas-gelas dari emas. Dan di dalamnya
terdapat apa saja yang diinginkan oleh jiwa dan disukai oleh mata. Dan kalian
di dalamnya kekal. Dan Jannah itulah yang Aku wariskan kepada kalian disebabkan
oleh apa yang kalian amalkan. Kalian di dalamnya akan mendapatkan buah-buahan
yang banyak, sebagiannya kalian makan.”
Alloh subhanah berfirman:
﴿وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ
رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى * فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى﴾ [النازعات/40، 41].
“Adapun orang yang takut pada kebesaran Robbnya dan
menahan dirinya dari keinginannya maka Jannahlah tempat tinggalnya.”
Dan dari Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anh yang berkata: Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:
«يؤتى بأنعم أهل الدنيا من أهل
النار يوم القيامة، فيصبغ في النار صبغة ثم يقال: يا ابن آدم هل رأيت خيرا قط؟ هل
مرّ بك نعيم قط؟ فيقول: لا والله يا رب. ويؤتى بأشد الناس بؤسا فى الدنيا من أهل
الجنة فيصبغ صبغة فى الجنة، فيقال له: يا ابن آدم هل رأيت بؤسا قط؟ هل مر بك شدة
قط؟ فيقول: لا والله يا رب، ما مر بي بؤس قط. ولا رأيت شدة قط».
“Akan didatangkan penduduk
dunia yang paling senang (di dunia) dari penduduk Neraka pada hari Kiamat, lalu
dia dicelupkan satu kali ke dalam Neraka, lalu ditanyakan padanya: “Wahai anak
Adam, apakah engkau melihat suatu kebaikan sama sekali? Apakah pernah
melewatimu suatu kesenangan sama sekali?” Maka dia menjawab: “Tidak, demi
Alloh, wahai Robb.” Dan akan didatangkan penduduk dunia yang paling sengsara
(di dunia) dari penduduk Jannah pada hari Kiamat, lalu dia dicelupkan satu kali
ke dalam Jannah, lalu ditanyakan padanya: “Wahai anak Adam, apakah engkau
melihat suatu kesengsaraan sama sekali? Apakah pernah melewatimu suatu
kesusahan sama sekali?” Maka dia menjawab: “Tidak, demi Alloh, wahai Robb.
Belum pernah melewatiku suatu kesusahan
sama sekali. Belum pernah saya melihat suatu kesengsaraan sama sekali.”
(HR. Muslim (7266)).
Maka
untuk membantu saudara-saudara kita dalam menghadapi ujian di dunia, saya akan
menyampaikan sedikit nasihat dan hiburan, semoga menjadi embun penyejuk jiwa
dan penguat hati. Dan tidak ada upaya ataupun kekuatan kecuali dengan
pertolongan Alloh.
Alloh
subhanahu wa ta’ala dan Rosul-Nya telah mendatangkan bimbingan yang sempurna
untuk mengubati beratnya derita musibah, di antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama: Menyedari bahawasanya
diri kita dan seluruh harta yang kita miliki adalah milik Alloh. Maka Alloh
berhak mengambil apa yang menjadi kepunyaan-Nya itu bila masa saja.
عن أنس رضي الله عنه قال :
مات ابن لأبي طلحة من أم سليم فقالت لأهلها: لا تحدثوا أبا طلحة بابنه حتى أكون أنا
أحدثه. قال: فجاء فقربت إليه عشاء فأكل وشرب فقال: ثم تصنعت له أحسن ما كانت تصنع قبل
ذلك، فوقع بها فلما رأت أنه قد شبع وأصاب منها قالت: يا أبا طلحة أرأيت لو أن قوماً
أعاروا عاريتهم أهل بيت فطلبوا عاريتهم ألهم أن يمنعوهم ؟ قال: لا. قالت: فاحتسب ابنك.
قال: فغضب وقال: تركتني حتى تلطخت ثم أخبرتني بابني؟ فانطلق حتى أتى رسول الله صلى
الله عليه و سلم فأخبره بما كان، فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم: «بارك الله
لكما في غابر ليلتكما». قال: فحملت. الحديث. (أخرجه مسلم (2144)).
Dari
Anas rodhiyallohu ‘anh yang berkata: “Salah seorang anak Abu Tholhah dari Ummu
Sulaim meninggal. Maka Ummu Sulaim berkata kepada keluarganya: “Janganlah
kalian memberitahu Abu Tholhah bahwasanya anaknya meninggal, sampai akulah yang
akan memberitahu dia.” Lalu Abu Tholhah datang, kemudian Ummu Sulaim mendekatkan
padanya makan malam. Lalu Abu Tholhah makan dan minum. Kemudian Ummu Sulaim
berhias untuknya dengan dandanan yang lebih cantik daripada sebelumnya. Maka
Abu Tholhah pun menggaulinya. Manakala Ummu Sulaim melihat bahwasanya Abu
Tholhah telah kenyang dan telah menggaulinya, dia berkata: “Wahai Abu Tholhah,
apa pendapatmu jika ada suatu kaum yang meminjamkan suatu pinjaman pada suatu
keluarga, kemudian mereka meminta kembali pinjaman mereka tadi. Apakah keluarga
itu boleh untuk menghalanginya?” Abu Tholhah menjawab: “Tidak boleh.” Ummu
Sulaim berkata: “Maka harapkanlah pahala atas kematian anakmu.” Maka Abu
Tholhah marah dan berkata: “Engkau membiarkan aku sampai aku bergelumang
kemudian engkau mengkhabarkan aku tentang kematian anakku?” Lalu Abu Tholhah
berangkat hingga menjumpai Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam, kemudian
dia mengkhabarka beliau tentang apa yang terjadi. Maka Rosululloh shollallohu
‘alaihi wasallam bersabda: “Semoga Alloh memberkahi untuk kalian berdua
di puncak malam kalian berdua.” Maka Ummu Sulaim pun hamil.” Al hadits.
(HR. Muslim 2144)).
Perhatikanlah
betapa dalamnya pemahaman Ummu Sulaim rodhiyallohu ‘anha tentang hakikat
musibah ini, yang mana hal itu menjadikan hatinya tenteram dan ridho kepada
Alloh, sehingga Alloh memberkahi keluarga tadi dan menggantikan untuk mereka
dengan anak yang diberkahi, disertai dengan keberuntungan mereka dengan
mendapatkan pahala kesabaran menghadapi musibah.
Dan
akan datang penyebutan dalil-dalil yang lain beserta dengan penjelasannya insya
Alloh.
Yang
kedua:
dia harus yakin bahwasanya apa yang menimpa dirinya itu sudah ditaqdirkan oleh
Alloh, dan pengaturan-Nya itu pasti baik untuk sang hamba. Barangsiapa yakin
akan bagusnya pengaturan Alloh, dan betapa besarnya kasih sayang Alloh
untuknya, dia akan yakin bahawasanya yang Alloh pilihkan untuk menimpa dirinya
itu adalah yang terbaik untuk dirinya jika dia menghadapi musibah tadi dengan
kesabaran dan setia pada syari’at. Alloh ta’ala berfirman:
﴿وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ
تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ﴾
[البقرة: 216]
“Dan bisa jadi kalian membenci sesuatu dalam keadaan
dia itu lebih baik untuk kalian, dan bisa jadi kalian menyukai sesuatu dalam
keadaan dia itu lebih buruk untuk kalian, dan Alloh mengetetahui, sementara
kalian tidak mengetahui.”
Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata:
"Maka lihatlah orang yang menanami suatu kebun dari kebun-kebun yang ada,
yang dia itu ahli bercucuk tanam, menanami kebun, merawatnya dengan pengairan
dan perbaikan, hingga pepohonannya itu berbuah, lalu petani ini memisahkan
urat-uratnya, memotongi dahan-dahannya, karena dia tahu bahwasanya jika
dibiarkan sesuai keadaannya itu maka buahnya tidak bagus. Dia memberinya makan
(sistem menyambung atau melekat) dari pohon yang buahnya bagus, sampai jika
pohon yang ini telah melekat dengan pohon yang itu, dan menyatu, serta
memberikan buahnya, si petani mendatanginya dengan alat potongnya, dia
memotongi dahan-dahannya yang lemah yang bisa menghilangkan kekuatan pohon itu,
dan apa yang akan tertimpa padanya kesakitan, dipotong dan sakitnya kena besi
demi kemaslahatan dan kesempurnaan pohon itu, agar menjadi baiklah buahnya
untuk dihadirkan kepada para raja.
Kemudian
si petani tidak membiarkan pohon tadi mengikuti tabiatnya untuk makan dan minum
sepanjang waktu, bahkan di suatu waktu dia membuatnya haus, dan di waktu yang
lain dia memberinya minum, dan tidak membiarkan air sentiasa menggenanginya
sekalipun yang demikian itu membuatkan daunnya lebih hijau dan lebih
mempercepat tumbuhnya. Kemudian dia menuju ke pada hiasan tersebut yang
dengannya pohon tadi berhias, yaitu dedaunannya, dia membuang banyak sekali
dari hiasannya tadi karena hiasannya itu menghalangi kesempurnaan kematangan
buah dan keseimbangannya sebagaimana di pohon anggur dan semisalnya. Dia
memotong bahagian-bahagian itu dengan besi dan membuang banyak hiasannya. Dan
yang demikian itu, adalah benar-benar kemaslahatan untuk pohon itu. Seandainya
pohon itu punya indra pembeza dan alat pengetahuan seperti haiwan, pastilah dia
akan menduga bahawasanya perlakuan tadi merosak dirinya dan membahayakan
dirinya, padahal itu benar-benar kemaslahatan untuk dirinya.
Demikian
pula seorang bapak yang berbelas kasihan pada anaknya, yang tahu akan
kemaslahatan anaknya, jika dia melihat kemaslahatannya itu ada pada pengeluaran
darah yang rosak dari badannya, sang bapak akan melukai kulitnya dan memotong
uratnya serta menimpakan padanya rasa yang sangat sakit. Dan jika dia melihat
kesembuhan sang anak ada pada pemotongan salah satu anggota badannya, dia akan
memisahkan anggota badan tersebut darinya. Yang demikian itu adalah kasih
sayang untuknya dan belas kasihan untuknya. Dan jika dia melihat bahawasanya
kemaslahatan anaknya itu ada pada penahanan pemberian, dia tidak memberi
anaknya dan tidak memperluas pemberian untuknya karena dia mengetahui bahawasanya
hal itu adalah sebab terbesar bagi kerusakannya dan kebinasaannya. Dan demikian
pula sang ayah menghalanginya dari kebanyakan keinginannya dalam rangka
melindunginya dan untuk kemaslahatan dirinya, bukan karena kikir kepadanya.
Maka Sang Hakim Yang paling bijaksana,
Sang Maha Penyayang, Sang Maha tahu, Yang mana Dia itu lebih sayang kepada para
hamba-Nya daripada kasih sayang mereka kerhadap diri mereka sendiri, dan lebih
sayang pada mereka daripada ayah ibu mereka: jika Dia menurunkan kepada mereka
perkara yang mereka benci, maka hal itu lebih baik untuk mereka daripada Dia
tidak menurunkannya kepada mereka, karena Dia memang memperhatikan mereka, baik
kepada mereka, dan lembut kepada mereka. Andaikata mereka di izinkan untuk memilih
bagi diri mereka sendiri, nescaya mereka tidak mampu menegakkan kemaslahatan
diri mereka sendiri, secara ilmu, kehendak, dan amalan. Akan tetapi Alloh Yang
Maha suci itulah Yang mngurusi pengaturan urusan mereka dengan tuntutan dari
ilmu Dia, hikmah Dia, dan kasih sayang Dia, sama saja: mereka suka ataukah
tidak suka.
Maka orang-orang yang yakin akan nama
dan sifat Alloh mengetahui yang demikian itu, sehingga mereka tidak menuduh
Alloh dengan suatu tuduhan apapun dalam hukum-hukum-Nya. Dan hal ini tidak
diketahui oleh orang-orang yang tidak tahu nama-nama dan sifat-sifat Alloh,
sehingga mereka menentang Alloh dalam pengaturan-Nya, dan mereka mencela-Nya
dalam hikmah-Nya, mereka membantah hukum-Nya dengan akal-akal mereka yang rosak
dan rasional mereka yang batil, serta politik-politik mereka yang tidak adil.
Maka mereka itu tidak mengenal Robb mereka, dan mereka juga tidak menghasilkan
kemaslahatan diri mereka sendiri. Dan hanya Alloh sajalah Yang memberikan
taufiq.
Dan bila saja sang hamba memperoleh
pengetahuan ini, dia di dunia akan tinggal di suatu syurga sebelum di Akhirat,
yang mana tidak ada kenikmatan yang menyerupainya kecuali kenikmatan Akhirat,
karena orang ini terus-menerus ridho kepada Robb-Nya. Sementara keridhoan itu
adalah syurga dunia dan tempat pengisytirehatan orang-orang yang mengenal
Alloh, karena sesungguhnya dia itu jiwanya tenteram dengan taqdir-taqdir apapun
yang terjadi padanya, yang mana taqdir itu adalah pilihan Alloh untuknya. Dan
keridhoan itu adalah ketenangan jiwa kepada hukum-hukum agama Alloh.
Dan inilah yang namanya: kita meridhoi
Alloh sebagai Robb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai Rosul. Dan orang
yang tidak mendapatkan ini, dia belum merasakan nikmat keimanan. Dan keridhoan
ini sesuai dengan kadar pengetahuan hamba tentang keadilan Alloh, hikmah-Nya,
rohmat-Nya, dan bagusnya pilihan-Nya. Maka semakin sang hamba mengetahui yang
demikian itu, dia akan semakin ridho pada Alloh. Maka ketetapan Robb Yang Maha suci
kepada hamba-Nya itu beredar di antara keadilan, kemaslahatan, hikmah, dan
rohmah, tidak keluar dari yang demikian itu sama sekali."
(selesai dari “Al Fawaid”/hal. 92-94).
Yang
ketiga:
menghibur diri dengan keutamaan-keutamaan musibah. Keutamaan musibah itu
banyak, di antaranya adalah:
Keutamaan
pertama:
mendapatkan sholawat dari Alloh.
Alloh ta’ala berfirman:
﴿وبشر الصابرين * الذين إذا أصابتهم مصيبة قالوا إنا لله وإنا إليه
راجعون * أولئك عليهم صلوات من ربهم ورحمة وأولئك هم المهتدون﴾ [البقرة :
155].
“Dan berikanlah kabar gembira untuk orang-orang yang
bersabar, yaitu orang-orang yang jika tertimpa musibah mereka berkata:
“Sesungguhnya kami adalah milik Alloh, dan sungguh hanya kepada-Nya kami akan
kembali.” Mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan sholawat dari Robb
mereka dan rohmat, dan mereka itulah orang-orang yang mengikuti petunjuk.”
Keutamaan
kedua:
mendapatkan rohmah.
Keutamaan
ketiga:
mendapatkan petunjuk.
Keutamaan
keempat:
mendapatkan pahala. Orang yang tertimpa musibah, lalu dia bersabar, maka
sungguh dia akan mendapatkan pahala kesabaran, yang mana Alloh ta’ala
berfirman:
﴿إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ﴾ [الزمر:
10].
“Hanyalah orang-orang yang bersabar itu
yang pahala mereka dicukupi tanpa batas.”
Dari
Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anh yang berkata: Rosululloh shollallohu ‘alaihi
wasallam bersabda:
يقول
الله تعالى ما لعبدي المؤمن عندي جزاء إذا قبضت صفيه من أهل الدنيا ثم احتسبه إلا الجنة
“Alloh ta’ala
berfirman: “Tidak ada bagi hamba-Ku mukmin pahala di sisi-Ku jika Aku mengambil
orang kesayangannya dari penduduk dunia, lalu dia mengharapkan pahala dari itu
kecuali Syurga.” (HR. Al Bukhoriy (6424)).
Keutamaan kelima: mendapatkan
keridhoan Alloh. Dari Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anh yang berkata: Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:
إن عظم
الجزاء مع عظم البلاء وإن الله إذا أحب قوما ابتلاهم فمن رضي فله الرضا ومن سخط فله
السخط
“Sesungguhnya
besarnya pahala itu sesuai dengan besarnya musibah. Dan sesungguhnya Alloh jika
mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Barangsiapa ridho dengan itu,
maka dia akan mendapatkan keridhoan. Dan barangsiapa marah, maka dia akan
mendapatkan kemarahan.” (HR. At Tirmidziy (2396) dan Ibnu Majah (4031)/hadits
hasan).
Keutamaan keenam: mendapatkan
ganti yang lebih baik. Dari Ummu Salamah rodhiyallohu ‘anha yang berkata:
سمعت رسول الله صلى الله
عليه وعلى آله وسلم، يقول: «ما من عبد تصيبه مصيبة، فيقول: ﴿إنا لله وإنا إليه راجعون﴾
[البقرة: 156] ، اللهم أجرني في مصيبتي، وأخلف لي خيرا منها، إلا أجره الله في مصيبته،
وأخلف له خيرا منها»، قالت: فلما توفي أبو سلمة، قلت كما أمرني رسول الله صلى
الله عليه وعلى آله وسلم، ثم قلت ومن خير من أبي سلمة؟ فأخلف الله لي خيرا منه، رسول
الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم.
“Aku mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Tiada seorang
hambapun yang tertimpa musibah lalu dia berkata: “Sesungguhnya kami adalah
milik Alloh, dan sungguh hanya kepada-Nya kami akan kembali. Ya Alloh berilah
saya pahala dalam musibah saya dan berilah saya ganti yang lebih baik
daripadanya” kecuali pasti Alloh akan memberinya pahala dalam musibahnya dan
memberinya ganti yang lebih baik daripadanya.”
Ummu
Salamah berkata: “Manakala Abu Salamah meninggal, aku berkata sebagaimana yang
diperintahkan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam, lalu aku
berkata:”Siapakah yang lebih baik daripada Abu Salamah?” Lalu Alloh memberiku
ganti yang lebih baik daripada dia, yaitu: Rosululloh shollallohu ‘alaihi
wasallam.” (HR. Muslim (918)).
Al
Imam Abul Walid Al Bajiy rohimahulloh berkata: “Yang demikian itu karena
kebaikan yang diketahui oleh Ummu Salamah dari Abu Salamah, yaitu keutamaannya,
agamanya, dan kebaikannya, dan dia mengira bahwasanya dia tidak akan
mendapatkan ganti yang lebih baik daripada Abu Salamah. Dan dia tidak mengira
bahwasanya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam akan menikahinya. Andaikata
dia tahu itu niscaya dia tidak akan mengucapkan perkataan tadi. Maka Alloh
memberinya ganti dengan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam yang mana
beliau lebih baik daripada Abu Salamah.” (“Al Muntaqo Syarhul Muwaththo”/2/hal.
29).
Keutamaan
ketujuh:
penghapusan dosa. Dari Al Aswad rohimahulloh yang berkata:
دخل شباب من قريش على عائشة -رضي الله عنه- وهي
بمنى وهم يضحكون فقالت: ما يضحككم؟ قالوا: فلان خرّ على طنب فسطاط فكادت عنقه أو
عينه أن تذهب. فقالت: لا تضحكوا، فإني سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «ما
من مسلم يشاك شوكة فما فوقها إلا كتبت له بها درجة ومحيت عنه خطيئة».
“Beberapa pemuda
dari Quroisy masuk mengunjungi ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha ketika beliau ada di
Mina, dalam keadaan mereka tertawa. Maka ‘Aisyah bertanya: “Apa yang membuat
kalian tertawa?” Mereka menjawab: “Si Fulan jatuh tertelungkup di atas tali
kemah, hampir-hampir lehernya atau matanya hilang.” Maka beliau berkata:
“Janganlah kalian tertawa. Kerana sesungguhnya aku mendengar Rosululloh shollallohu
‘alaihi wasallam berkata: “Tiada seorang muslim pun yang tertusuk duri atau
yang lebih besar daripada itu, kecuali ditulis untuknya satu derajat, dan
dihapus darinya satu kesalahan.” (HR. Muslim (2572)).
Al Imam An Nawawiy rohimahulloh
berkata: “Di dalam hadits-hadits ini ada kabar gembira yang amat besar bagi
kaum muslimin, bahwasanya jarang sekali seseorang itu terlepas dari
musibah-musibah ini sesaat saja. Dan di dalamnya ada penghapusan
kesalahan-kesalahan, dengan sebab penyakit-penyakit, musibah-musibah duniawi
dan kesedihannya, sekalipun kesulitan tadi hanya sedikit saja. Dan di dalamnya
ada peningkatan derajat-derajat dengan sebab perkara-perkara tadi, dan tambahan
kebaikan-kebaikan. Dan inilah pendapat yang benar dari majoriti ulama.” (“Al
Minhaj”/16/hal. 364).
Keutamaan kedelapan:
penaikan derajat. Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anh yang berkata:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إن الرجل
ليكون له عند الله المنزلة، فما يبلغها بعمل فما يزال الله يبتليه بما يكره، حتى
يبلغه إياها».
“Rosululloh shollallohu
‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguh ada seseorang yang memiliki suatu
kedudukan di sisi Alloh, tapi dia tidak mencapainya dengan amalan. Maka Alloh
terus-menerus mengujinya dengan perkara yang dibencinya sampai Alloh
menyampaikan dia kepada kedudukan tadi.” (HR. Abu Ya’la (6095) dan yang lain,
sanadnya hasan).
Dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rohimahulloh berkata: “Dan jika ujian itu membesar, maka yang demikian itu bagi
orang mukmin yang sholih adalah menjadi sebab ketinggian derajat dan besarnya
pahala, …” (“Majmu’ul Fatawa”/28/hal. 152-153).
Langkah yang keempat untuk
menghibur diri saat terkena musibah adalah: mengetahui bahawasanya dirinya
tidak sendirian dengan musibah tadi. Banyak orang sholih yang tertimpa musibah
di dunia, namun mereka bersabar. Maka dengan itu hatinya pun menguat untuk
turut meneladani langkah mereka.
Dari Ibnu Mas’ud
rodhiyallohu ‘anh yang berkata:
قسم
النبي صلى الله عليه وسلم قسما فقال رجل إن هذه لقسمة ما أريد بها وجه الله فأتيت النبي
صلى الله عليه وسلم فأخبرته فغضب حتى رأيت الغضب في وجهه ثم قال يرحم الله موسى قد
أوذي بأكثر من هذا فصبر
“Nabi
shollallohu ‘alaihi wasallam membagi suatu pembagian, lalu ada orang yang
berkata: “Sesungguhnya ini benar-benar pembahagian yang tidak diinginkan
dengannya wajah Alloh.” Maka aku mendatangi Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam,
kemudian aku mengabari beliau dengan hal itu, maka beliau marah hingga aku
melihat kemarahan di wajah beliau. Kemudian beliau bersabda: “Semoga Alloh
menyayangi Musa. Sungguh beliau telah disakiti lebih banyak dari ini, lalu
beliau bersabar.” (HR. Al Bukhoriy (3405) dan Muslim (1062)).
Al Hafizh Ibnu Hajar rohimahulloh
berkata: “Di dalam hadits ini ada faedah bahawasanya para pemilik keutamaan itu
terkadang menjadi marah dikeranakan suatu ucapan yang ditujukan pada mereka,
dan mereka bersamaan dengan itu menghadapinya dengan kesabaran dan tidak cepat
menghukum, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam
dalam rangka meneladani Musa ‘alaihissalam.” (“Fathul Bari”/10/hal. 512).
Dan juga di dalam hadits Ka’b bin
Malik rodhiyallohu ‘anh yang berkata:
ثم قلت لهم: هل لقي هذا معي أحد؟ قالوا: نعم رجلان قالا
مثل ما قلت، فقيل لهما مثل ما قيل لك. فقلت: من هما؟ قالوا: مرارة بن الربيع العمري
وهلال بن أمية الواقفي. فذكروا لي رجلين صالحين قد شهدا بدرا فيهما أسوة، فمضيت حين
ذكروهما لي. (أخرجه البخاري (4418) ومسلم (2769)).
“… lalu aku bertanya pada mereka: “Apakah
ada orang yang mengalami hal ini bersamaku?” Mereka menjawab: “Iya. Ada dua
orang yang berkata seperti apa yang engkau katakan, maka dikatakan kepada
mereka seperti apa yang dikatakan kepadamu.” Maka aku bertanya: “Siapakah
keduanya itu?” Mereka menjawab: “Muroroh Ibnur Robi’ Al ‘Umariy dan Hilal bin
Umayyah Al Waqifiy.” Mereka menyebutkan padaku dua orang sholih yang telah
mengikuti perang Badr, pada diri mereka ada keteladanan. Maka akupun
melanjutkan tekadku ketika mereka menyebutkan padaku dua orang tadi.” (HR. Al
Bukhoriy (4418) dan Muslim (2769)).
Lihatlah penjelasannya di dalam
kitab “Zadul Ma’ad” karya Al Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh.
Dan masih banyak langkah-langkah
untuk mengokohkan hati dalam menghadapi musibah.
Pasal penting:
Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: “Pasal dalam petunjuk beliau صلى الله عليه وسلم dalam mengubati panasnya musibah dan kesedihannya. Alloh ta’ala
berfirman:
﴿وبشر الصابرين * الذين إذا أصابتهم مصيبة قالوا إنا لله وإنا إليه
راجعون * أولئك عليهم صلوات من ربهم ورحمة وأولئك هم المهتدون﴾ [البقرة :
155].
“Dan berikanlah kabar gembira untuk orang-orang
yang bersabar, yaitu orang-orang yang jika tertimpa musibah mereka berkata:
“Sesungguhnya kami adalah milik Alloh, dan sungguh hanya kepada-Nya kami akan
kembali.” Mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan sholawat dari Robb
mereka dan rohmat, dan mereka itulah orang-orang yang mengikuti petunjuk.”
Dan di dalam Al Musnad dari beliau صلى الله عليه وسلم bahwasanya beliau bersabda:
«ما من أحد تصيبه مصيبة فيقول : إنا لله وإنا إليه راجعون اللهم
أجرني في مصيبتي وأخلف لي خيرا منها إلا أجاره الله في مصيبته وأخلف له خيرا منها».
“Tiada seorang pun yang tertimpa musibah
lalu dia berkata: “Sesungguhnya kami adalah milik Alloh, dan sungguh hanya
kepada-Nya kami akan kembali. Ya Alloh berilah saya pahala dalam musibah saya
dan berilah saya ganti yang lebih baik daripadanya” kecuali pasti Alloh akan
memberinya pahala dalam musibahnya dan memberinya ganti yang lebih baik
daripadanya.”
Dan kalimat ini adalah termasuk ubat
yang paling mantap bagi orang yang terkena musibah dan paling bermanfaat
untuknya di dunianya dan akhiratnya, kerana kalimat ini mengandung dua prinsip
yang agung jika sang hamba mengetahuinya dengan pasti, menjadi terhiburlah dia
dari musibahnya.
Yang pertama adalah: bahwasanya hamba, keluarganya dan hartanya adalah
milik Alloh عز وجل secara hakiki, dan Alloh telah
menjadikannya sebagai titipan di sisi sang hamba. Maka jika Alloh mengambilnya
darinya maka Dia itu bagaikan orang yang meminjamkan lalu mengambil kembali
barangnya dari orang yang meminjam. Dan juga sesungguhnya dia itu terlingkupi
dengan dua ketidakadaan: ketidakadaan sebelum itu, dan ketidakadaan setelah
itu. Dan barang milik sang hamba itu adalah sekedar kesenangan yang dipinjamkan
di masa yang pendek.
Dan juga sungguh dia itu bukanlah yang
mengadakan barang itu sendiri dari ketidakadaan sampai barang itu menjadi
miliknya secara hakiki, dan bukan pula dia yang menjaga barang tadi dari
berbagai penyakit setelah barang tadi ada. Dan bukan pula dirinya yang
menjadikan barang tadi lestari keberadaannya. Maka dia itu tidak punya pengaruh
ataupun kepemilikan secara hakiki.
Dan juga dia itu adalah sekedar pengatur
terhadap barang tadi dengan perintah, bagaikan pengaturan seorang hamba yang
diperintah dan dilarang, bukan pengaturan yang dilakukan seorang tuan, oleh
karena itulah tidak boleh baginya untuk mengelola barang tadi kecuali dengan
apa yang mencocoki perintah pemiliknya yang hakiki.
Yang kedua: bahwasanya tempat kembalinya sang hamba adalah kepada
Alloh Tuannya yang benar, dan tidak bisa tidak dia harus meninggalkan dunia di
belakang punggungnya dan mendatangi Robbnya sendirian sebagaimana Dia
meciptakannya pada kali yang pertama tanpa keluarga, tanpa harta dan tanpa
kerabat, akan tetapi dengan kebaikan-kebaikan dan kejelekan-kejelekan.
Maka jika inilah permulaan sang hamba dan
apa yang Alloh berikan dan penghujungnya, maka bagaimana dia bergembira dengan
apa yang ada, atau berputus asa terhadap apa yang hilang. Maka jika dia
berpikir tentang permulaan dan kembalinya dirinya maka itu adalah termasuk obat
yang paling besar untuk penyakit tadi.
Dan termasuk dari obatnya adalah
hendaknya dia tahu dengan ilmu yaqin bahwasanya apa yang menimpanya itu tidak
akan luput darinya, dan apa yang luput darinya tidak akan menimpanya. Alloh
ta’ala berfirman:
﴿ما أصاب من مصيبة في الأرض ولا في أنفسكم إلا في كتاب من قبل أن
نبرأها إن ذلك على الله يسير * لكي لا تأسوا على ما فاتكم ولا تفرحوا بما آتاكم
والله لا يحب كل مختال فخور﴾ [ الحديد : 22]
“Tidaklah suatu musibah itu menimpa di bumi ataupun menimpa
kalian kecuali ada di dalam suatu kitab sebelum kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Alloh. Itu agar kalian tidak putus
asa atas apa yang luput dari kalian dan kalian tidak berbangga dengan apa yang
Alloh berikan pada kalian. Dan Alloh tidak suka setiap orang angkuh lagi menyombongkan
diri.”
Dan termasuk dari obatnya adalah:
hendaknya dia melihat apa yang menimpa dirinya, niscaya dia mendapati Robbnya
telah menyisakan untuknya yang semisal itu atau lebih bagus dari itu dan
menyimpan untuknya –jika dia sabar dan ridho- yang lebih besar dan
berliat-lipat daripada jika musibah tadi luput darinya. Dan Alloh itu andaikata
menghendaki niscaya bisa menjadikan musibah tadi lebih besar daripada musibah
yang tersebut.
Dan termasuk dari obatnya adalah:
hendaknya dia memadamkan api musibahnya dengan dinginnya meneladani orang-orang
yang terkena musibah. Dan hendaknya dia mengetahui bahwasanya: “Di setiap
lembah itu ada Bani Sa’d.” Dan hendaknya dia melihat ke kanan: bukankah dia
tidak akan melihat kecuali adanya ujian? Kemudian hendaknya dia melihat ke
kiri: bukankah dia tidak akan melihat kecuali adanya penyesalan? Dan andaikata
dia memeriksa alam ini tidaklah dia melihat di kalangan mereka kecuali orang
yang terkena ujian, bisa jadi ujian itu berupa luputnya perkara yang disukai,
bisa jadi berupa dihasilkannya perkara yang dibenci.
Dan bahwasanya kejelekan-kejelekan dunia
itu adalah bagaikan mimpi di dalam tidur, atau bagaikan naungan yang akan
segera hilang. Jika dunia itu membuat tertawa sedikit, dia akan membuat banyak
menangis. Jika dia menyenangkan sehari, dia akan membuat susah di masa yang
panjang. Dan jika dunia itu memberikan sedikit kesenangan, dia akan menghalangi
selama masa yang panjang. Dan tidaklah dunia itu memenuhi suatu rumah dengan
kebaikan kecuali akan memenuhinya dengan pelajaran. Dan tidaklah
menyenangkannya sehari kecuali akan menyimpan untuknya hari kejelekan.
Ibnu Mas’ud رضي الله عنه berkata:
لكل فرحة ترحة وما ملئ بيت
فرحا إلا ملئ ترحا
“Setiap kegembiraan itu punya kesedihan. Dan tidaklah
suatu rumah itu dipenuhi dengan kegembiraan kecuali akan dipenuhi dengan
kesedihan.”
Ibnu
Sirin berkata: “Tiada ketertawaan sedikitpun kecuali setelah itu adalah
tangisan.”
Hind
bintin Nu’man berkata: “Sungguh aku telah melihat dalam kondisi kami termasuk
orang yang paling mulia dan paling kuat kekuasaannya, lalu tidaklah matahari
terbenam sampai aku melihat dalam kondisi kami adalah orang yang paling
sedikit. Dan bahwasanya wajib bagi Alloh untuk tidaklah Dia itu memenuhi suatu
rumah dengan kebaikan kecuali akan memenuhinya dengan pelajaran.”
Dan
seseorang memintanya untuk menceritakan kisah dirinya, maka dia menjawab: “Kami
masuk di waktu pagi dalam keadaan tiada seorang Arabpun kecuali dia
mengharapkan kami. Lalu kami masuk di waktu sore dalam keadaan tiada seorang
Arabpun kecuali dia mengasihani kami.”
Dan
pernah suatu hari saudarinya, Huroqoh bintin Nu’man, menangis dalam keadaan dia
di masa kejayaannya. Maka Hind bertanya padanya: “Apa yang membuatmu menangis?
Barangkali ada orang yang menyakitimu?” Dia menjawab: “Bukan, akan tetapi aku
melihat kelapangan hidup di keluargaku. Dan jarang sekali suatu rumah penuh
dengan kesenangan kecuali akan penuh dengan kesedihan.”
Ishaq
bin Tholhah: “Aku pernah masuk menemui Hind pada suatu hari, maka aku bertanya
padanya: “Bagaimana engkau melihat pelajaran raja-raja?” maka dia menjawab:
“Kondisi kami hari ini lebih baik daripada kondisi kami kemarin. Sungguh kami
dapati dalam kitab-kitab bahwasanya tidaklah suatu keluarga hidup dengan
kebaikan kecuali akan mereka akan disusuli setelah itu dengan pelajaran. Dan
bahwasanya zaman itu tidaklah menampakkan untuk suatu kaum dengan perkara yang
mereka senangi sehari saja kecuali zaman tadi menyembunyikan untuk mereka satu
hari yang mereka benci.”
Lalu
Hind berkata:
( فبينا نسوس الناس والأمر أمرنا ... إذا نحن فيهم سوقة نتنصف )
( فأف لدنيا لا يدوم نعيمها ... تقلب تارات بنا
وتصرف )
“Sementara kami memimpin manusia dan kekuasaan adalah di tangan
kami, tiba-tiba saja kami di tengah-tengah mereka menjadi orang pasar.
Aku jengkel dengan dunia, kenikmatannya tidak lestari,
berbolak-balik berulang-kali terhadap kami dan berpaling.”
Dan
termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia mengetahui bahwasanya keluh kesah
itu tidak bisa menolak musibah, bahkan melipatgandakannya, dan itu pada
hakikatnya adalah pertambahan penyakit.
Dan
termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia mengetahui bahwasanya hilangnya
pahala kesabaran dan pahala kepasrahan –yaitu sholawat, rohmat dan hidayah yang
dijaminkan Alloh pada kesabaran dan istirja’ (ucapan: inna lillah …) itu lebih
besar daripada musibah tadi secara hakiki.
Dan
termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia mengetahui bahwasanya keluh kesah
dia itu membuat musuhnya senang, membuat sedih sahabatnya, membuat marah
Robbnya, membuat senang setannya, dan menggugurkan pahalanya serta melemahkan
dirinya. Jika dia bersabar dan mengharapkan pahala dia berhasil memotong setan
dan menolaknya dalam keadaan setan tadi hina, membuat ridho Robbnya, membuat
senang sahabatnya, dan membuat susah musuhnya, memikul kesedihan
saudara-saudaranya dan menghibur mereka sebelum mereka menghibur dirinya. Maka
inilah kekokohan dan kesempurnaan yang agung, bukannya memukul pipi, merobek
krah baju, doa dengan kecelakaan dan kebinasaan dan kemarahan pada yang
ditakdirkan.
Dan
termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia mengetahui bahwasanya akibat yang
menyusuli kesabaran dan mengharapkan pahala, yang berupa keledzatan dan
kesenangan itu berlipat-lipat daripada yang dihasilkan oleh kesenangan yang ada
andaikata musibah tadi tidak terjadi dan barang tadi tetap ada di sisinya. Dan
cukuplah baginya Baitul Hamd (rumah pujian di Jannah) yang dibangunkan untuknya
di Jannah dikarenakan dia memuji Robbnya dan beristirja’. Maka hendaknya dia
melihat: musibah manakah yang lebih besar: musibah yang disegerakan ataukah
musibah luputnya Baitul Hamd di Jannah yang kekal?
Dalam
“Sunan At Tirmidziy” dari Nabi صلى الله عليه وسلم :
«يود ناس يوم القيامة أن جلودهم كانت تقرض بالمقاريض في الدنيا لما
يرون من ثواب أهل البلاء»
“Ada orang-orang yang pada hari Kiamat ingin sekali kulit mereka
digunting dengan gunting-gunting di dunia dikarena mereka melihat pahala dari
orang-orang yang mendapatkan ujian.”
[Diriwayatkan
oleh At Tirmidziy dalam Sunan beliau nomor (2402), tapi di dalam sanadnya ada
Abdurrohman bin Maghro, shoduq, tapi riwayatnya terhadap Al A’masy munkaroh.
Dan hadits ini termasuk di dalamnya. Rujuk “Tahdzibut Tahdzib” (6/hal. 246)].
Sebagian Salaf berkata: “Andaikata bukan
karena musibah-musibah di dunia niscaya kita datang pada hari Kiamat sebagai
orang-orang yang bangkrut.”
Dan
termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia menghibur hatinya dengan hiburan
harapan adanya ganti pemberian dari Alloh, karena segala sesuatu itu punya
ganti kecuali Alloh. Tiada ganti jika Alloh disia-siakan. Sebagaimana
dikatakan:
( من كل شئ إذا ضيعته عوض ... وما من الله إن ضيعته عوض )
“Segala sesuatu itu ada gantinya jika engkau hilangkan, adapun
yang dari Alloh jika engkau hilangkan maka tiada gantinya.”
Dan
termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia mengetahui bahwasanya bagiannya
dari musibah itu adalah apa yang dihasilkan dari musibah tadi untuknya. Maka
barangsiapa ridho maka dia akan mendapatkan ridho, dan barangsiapa murka maka
dia akan mendapatkan kemurkaan. Maka bagianmu adalah apa yang dihasilkan dari
musibah itu untukmu. Maka pilihlah bagian yang terbaik atau yang terjelek.
Maka jika musibah tadi menghasilkan
untuknya kemurkaan dan kekufuran dicatatlah dia di dalam dewan orang-orang yang
binasa. Dan jika musibah tadi menghasilkan untuknya keluh kesah dan
bermudah-mudah dalam meninggalkan kewajiban dicatatlah dia di dalam dewan
orang-orang yang meremehkan kewajiban. Dan jika musibah tadi menghasilkan
untuknya keluhan dan tidak bersabar dicatatlah dia di dalam dewan orang-orang yang
tertipu. Dan jika musibah tadi menghasilkan untuknya bantahan terhadap Alloh
dan celaan terhadap hikmah-Nya maka sungguh dia telah mengetuk pintu zandaqoh
(nifaq I’tiqodiy). Dan jika musibah tadi menghasilkan untuknya kesabaran dan
kekokohan untuk Alloh, dicatatlah dia di dalam dewan orang-orang yang bersabar.
Dan jika musibah tadi menghasilkan untuknya ridho pada Alloh, dicatatlah dia di
dalam dewan orang-orang yang ridho. Dan jika musibah tadi menghasilkan untuknya
pujian dan syukur, dicatatlah dia di dalam dewan orang-orang yang bersyukur,
dan dia ada di bawah bendera Al Hamd bersama-sama orang-orang yang banyak
memuji. Dan jika musibah tadi menghasilkan untuknya rasa cinta dan kerinduan
untuk berjumpa dengan Robbnya, dicatatlah dia di dalam dewan orang-orang yang
cinta dan ikhlas.
Dan dalam Musnad Al Imam Ahmad dan At
Tirmidziy dari hadits Mahmud bin Labid dari Nabi صلى الله عليه وسلم :
«إن الله إذا أحب قوما ابتلاهم فمن رضي فله
الرضى ومن سخط فله السخط»
“Sesungguhnya Alloh jika mencintai suatu kaum Alloh
akan mengujinya, maka barangsiapa ridho maka dia akan mendapatkan ridho, dan
barangsiapa murka maka dia akan mendapatkan murka.”
Al Imam Ahmad menambahkan:
«ومن جزع فله الجزع»
“Dan barangsiapa berkeluh kesah maka dia akan mendapatkan keluh
kesah.”
Dan
termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia mengetahui bahwasanya sekalipun
dirinya mencapai puncak keluh kesah, maka akhir dari urusannya adalah kesabaran
yang terpaksa, dan dia tidak terpuji dan tidak mendapatkan pahala.
Sebagian
orang yang bijaksana berkata: “Orang yang berakal berbuat di awal musibah apa
yang diperbuat oleh orang bodoh beberapa hari kemudian. Dan barangsiapa tidak
bersabar dengan kesabaran orang-orang yang mulia, dia akan menghibur diri
dengan cara menghibur dirinya binatang ternak.”
Dan
dalam hadits Shohih dari Nabi صلى الله عليه وسلم :
«الصبر عند الصدمة الأولى»
“Kesabaran yang terpandang itu adalah kesabaran ketika
benturan yang pertama.”
Al
Asy’ats bin Qois berkata: “Sesungguhnya engkau jika bersabar dengan keimanan
dan mengharapkan pahala, (maka itulah yang terpandang). Jika tidak demikian,
maka engkau akan menghibur diri dengan cara menghibur dirinya binatang ternak
(kesabarannya itu terpaksa).”
Dan
termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia mengetahui bahwasanya obat yang
paling bermanfaat untuknya adalah mencocoki Robbnya dan Ilahnya dalam perkara
yang Dia cintai dan Dia ridhoi untuknya, dan bahwasanya kekhususan rasa cinta
dan rahasianya adalah: mencocoki Dzat Yang dicintainya. Maka barangsiapa
mengaku-aku cinta pada Dzat Yang dicintai lalu dia murka pada apa yang Dia
cintai dan mencintai apa yang Dia murkai, maka sungguh dia telah bersaksi
terhadap dirinya sendiri dengan kedustaan dirinya dan bahwasanya dia murka pada
Dzat Yang dicintainya.
Abud
Darda berkata: “Bahwasanya Alloh jika menetapkan suatu ketetapan, Dia senang
untuk ridhoi.”
Imron
bin Hushoin berkata dalam sakitnya: “Perkara yang paling aku sukai adalah
perkara yang paling Dia cintai.”
Demikian
pula ucapan Abul Aliyah.
Dan
ini adalah obat, tidaklah obat tadi berlaku kecuali pada orang-orang yang cinta
pada Alloh. Dan tidak mungkin setiap orang bisa berobat dengannya.
Dan
termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia menimbang di antara keledzatan dan
kesenangan yang paling besar dan paling lestari: keledzatan kesenangannya
dengan barang yang dia tertimpa musibah dengan hilangnya barang tadi, dan
keledzatan kesenangannya dengan pahala Alloh untuknya. Jika jelas baginya mana
yang lebih utama lalu dia lebih mendahulukan yang lebih utama itu, maka
hendaknya dia memuji Alloh atas taufiq-Nya.
Tapi jika dia lebih mengutamakan yang
kurang utama dari segala sisi, maka hendaknya dia mengetahui bahwasanya musibah
yang ada pada akalnya, hatinya dan agamanya itu lebih besar daripada musibah
yang menimpa dunianya.
Dan
termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia mengetahui bahwasanya yang
memberikan musibah padanya adalah Dzat Yang paling menempatkan sesuatu pada
tempatnya dan Dzat Yang paling penyayang, dan bahwasanya Dia Yang Mahasuci
tidaklah mengirimkan ujian padanya untuk membinasakannya dan tidak pula untuk
menyiksanya dan bukan pula untuk menghabisinya. Akan tetapi Dia itu mengujinya
dengan suatu kehilangan untuk menguji kesabarannya dan keridhoannya pada-Nya
serta keimanannya, dan untuk mendengar kerundukannya pada-Nya, doanya, dan
untuk melihat dirinya terpuruk di pintu-Nya dalam keadaan bernaung di sisi-Nya
dalam keadaan patah hati di hadapan diri-Nya dalam keadaan mengangkat
kisah-kisah keluhan pada-Nya.
Asy Syaikh Abdul Qodir berkata: “Wahai
anakku, sesungguhnya musibah itu tidaklah datang untuk membinasakanmu. Musibah
itu hanyalah datang untuk menguji kesabaranmu dan keimananmu. Wahai anakku,
taqdir itu bagaikan binatang buas, dan binatang buas tidak memakan bangkai.”
Maksudku adalah: bahwasanya musibah itu
bagaikan perapian seorang hamba yang mencairkan hasilnya. Maka bisa jadi dia
mengeluarkan emas merah, dan bisa jadi dia mengeluarkan kotoran semuanya
sebagaimana dikatakan:
( سبكناه ونحسبه لجينا ... فأبدى الكير عن خبث الحديد )
“Kami meleburkannya dan kami kira dia itu campuran, maka
perapian itu menampakkan kotoran besi.”
Jika perapian ini tidak bermanfaat
baginya di dunia, maka di hadapan dia akan ada perapian terbesar (neraka). Jika
sang hamba mengetahui bahwasanya dimasukkannya dirinya ke dalam perapian dunia
dan peleburannya itu lebih baik baginya daripada perapian dan peleburan
akhirat, dan bahwasanya memang harus masuk ke salah satu perapian, maka
hendaknya dia mengetahui kadar nikmat Alloh padanya dalam perapian yang
disegerakan ini.
Dan
termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia mengetahui bahwasanya andaikata
bukan karena ujian-ujian dunia dan musibah-musibahnya niscaya sang hamba
tertimpa penyakit sombong, kagum pada diri sendiri, penyakit fir’aun dan
kekakuan hati –yang mana itu adalah sebab kebinasaan dirinya di dunia dan
akhirat-. Maka termasuk dari rohmat dari Dzat Yang paling penyayang bahwasanya
Dirinya terkadang mengurusi dirinya dengan obat-obat musibah yang menjadi
perlindungan untuknya dari penyakit-penyakit ini, dan menjadi penjagaan untuk
kesehatan ibadahnya, dan mengeluarkan dari dirinya bahan-bahan yang rusak dan
buruk yang membinasakan. Maka Mahasuci Dzat Yang merohmati dengan ujian-Nya dan
mengujinya dengan kenikmatan-kenikmatan-Nya, sebagaimana dikatakan:
( قد ينعم بالبلوى وإن عظمت ... ويبتلي الله بعض القوم بالنعم )
“Alloh terkadang memberikan nikmat dengan ujian sekalipun ujian
tadi besar. Dan Alloh menguji sebagian kaum dengan nikmat-nikmat.”
Andaikata bukan karena Alloh Yang
Mahasuci mengobati para hamba-Nya dengan obat-obat ujian dan musibah niscaya
mereka bersikap melampaui batas, menzholimi dan bersikap jahat. Dan Alloh Yang
Mahasuci jika menginginkan kebaikan untuk hamba-Nya Dia akan meminumkan padanya
obat dari musibah dan ujian-ujian sesuai dengan kadar kondisinya yang dengannya
Dia mengeluarkan penyakit-penyakit yang membinasakan, sampai apabila Dia
merapikannya dan membersihkannya dan menjernihkannya, Dia menjadikannya pantas
untuk mendapatkan kedudukan yang paling mulia di dunia yaitu ubudiyyah-Nya, dan
pahala yang paling tinggi di akhirat melihat-Nya dan kedekatan dengan-Nya.
Dan
termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia mengetahui bahwasanya pahitnya
dunia adalah manisnya akhirat itu sendiri, Alloh Yang Mahasuci membaliknya
seperti itu. Dan manisnya dunia adalah pahitnya akhirat itu sendiri. Dan
berpindahnya dia dari rasa pahit yang terputus kepada rasa manis yang abadi itu
benar-benar lebih baik untuknya daripada kebalikannya. Jika perkara ini
tersamarkan darimu, maka perhatikanlah sabda Nabi yang benar dan dibenarkan:
«حفت الجنة بالمكاره وحفت النار بالشهوات».
“Jannah itu diliputi dengan perkara yang dibenci, dan neraka itu
diliputi dengan syahwat-syahwat.” [HR.
Al Bukhoriy (6487) dan Muslim (2822) dari Abi Huroiroh].
Dan di dalam posisi ini akal-akal para
makhluk bertingkat-tingkat, dan nampaklah hakikat-hakikat para tokoh.
Kebanyakan dari mereka lebih mengutamakan rasa manis yang terputus daripada
rasa manis yang abadi yang tidak akan hilang. Dan kebanyakan mereka tidak kuat
memikul rasa pahit sesaat demi para manis yang abadi, dan tidak kuat memikul
kehinaan sesaat demi kemuliaan yang abadi, serta tidak kuat memikul ujian
sesaat demi kesejahteraan yang abadi, karena perkara yang ada sekarang ini
menurut dia adalah sesuatu yang bisa disaksikan, sementara perkara yang
ditunggu menurutnya adalah sesuatu yang tidak ada. Sementara itu keimanannya
lemah dan kekuasaan syahwat sebagai raja, maka terlahirkanlah dari itu sikap
lebih mengutamakan dunia dan menolak akhirat. Dan ini adalah keadaan pandangan
yang tertuju pada lahiriyyah perkara, awal urusan dan permulaannya. Adapun
pandangan yang menembus dan merobek tirai-tirai dunia dan melampauinya sampai
ke akibat dan tujuan, maka nilainya itu lain.
Maka serulah dirimu kepada apa yang
dijanjikan Alloh untuk para wali-Nya dan orang-orang yang taat kepada-Nya, yang
berupa kesenangan yang lestari dan kebahagiaan yang abadi serta keberuntungan
yang terbesar. Dan ajaklah untuk melihat kepada apa yang Alloh sediakan untuk
para pengangguran dan orang yang suka menyia-nyiakan, yang berupa kehinaan,
hukuman dan penyesalan yang abadi, lalu pilihlah mana dari dua jenis tadi yang
lebih layak untukmu. Dan setiap orang beramal sesuai dengan jalannya. Dan
setiap orang akan condong pada apa yang mencocoki dirinya dan apa yang lebih
utama bagi dirinya.
Dan janganlah engkau menganggap ubat ini
terlalu panjang, karena kerasnya kebutuhan padanya dari kalangan dokter dan
pasien butuh pada penjabarannya. Dan hanya dengan pertolongan Alloh sematalah
taufiq itu.
(selesai dari “Zadul Ma’ad”/4/hal. 173/cet. Ar
Risalah).
Ada
sebagian wanita yang menjalin hubungan dengan seorang pria yang dicintainya
tapi belum menikah dengannya. Lalu orang tuanya memisahkannya dari pria itu
karena didapati bahwasanya pria itu tidak taat pada Alloh dan Rosul-Nya, bahan
lebih suka tampil menyerupai gaya hidup orang kafir. Maka sang wanita tadi
bersedih hati karena terlanjur cinta kepada pria tadi dan susah melupakannya.
Maka
di antara obat kesedihan untuk kejadian yang semacam ini adalah:
Ubat yang pertama: hendaknya dia
mengetahui bahwasanya Alloh menciptakan dirinya untuk beribadah pada Alloh, dan
bukan untuk mengumbar hawa nafsunya di muka bumi ini. Alloh ta'ala berfirman:
أَفَحَسِبْتُمْ
أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
[المؤمنون/115]
"Maka
apakah kalian mengira bahwasanya kami menciptakan kalian untuk kesia-siaan
belaka, dan bahwasanya kalian tak akan dikembalikan kepada Kami?" (QS. Al Mukminun: 115).
Justru
kita semua diciptakan untuk suatu amanah yang agung, yang banyak makhluk yang
perkasa takut untuk memikulnya. Alloh ta'ala berfirman:
إِنَّا
عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ
أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ
ظَلُومًا جَهُولًا * لِيُعَذِّبَ الله الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ
وَالْمُشْرِكَاتِ وَيَتُوبَ الله عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَكَانَ
الله غَفُورًا رَحِيمًا
"Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah ini
kepada langit-langit, bumi dan gunung-gunung, tapi semuanya enggan untuk
memikulnya dan takut terhadapnya. Dan amanah itu dipikul manusia. Sesungguhnya
dia itu sangat zholim lagi sangat bodoh. Ini Alloh lakukan dalam rangka
menyiksa para munafiq yang laki-laki maupun yang perempuan, dan juga orang
musrik yang laki-laki maupun yang perempuan, dan agar Alloh menerima tobat
orang-orang yang beriman yang laki-laki maupun yang perempuan. Dan Alloh itu
Ghofur (Maha Pengampun) dan Rohim (Maha Menyayangi para hamba)." (QS. Al Ahzab: 72-73).
Al
Imam Ibnu Katsir –rohimahulloh- setelah menyebutkan beberapa pendapat tentang
makna “amanah” di sini, beliau berkata: "Seluruh pendapat ini tadi bertemu
dan kembali kepada makna pembebanan, dan penerimaan perintah dan larangan
disertai dengan syaratnya. Syarat tersebut adalah: jika dia melaksanakannya
sebagaimana mestinya, maka dia akan diberi pahala. Tapi jika dia
meninggalkannya, maka dia akan dihukum. Maka manusia menerima amanah tadi dalam
keadaan dia itu lemah, bodoh, dan zholim, kecuali orang yang diberi taufiq oleh
Alloh ta'ala. Hanya kepada Alloh sajalah kita mohon pertolongan."
("tafsirul Qur'anil 'Azhim"/6/hal. 489).
Dan
beban syariat kembali kepada makna ibadah, yang untuk itu kita diciptakan.
Alloh ta'ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ
الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
[الذاريات/56]
"Dan
tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah
kepada-Ku." (QS. Adz
Dzariyat: 56).
Dunia
ini merupakan medan
ujian untuk membuktikan siapakah yang terbaik amalannya. Alloh ta'ala
berfirman:
إِنَّا
جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ
عَمَلًا [الكهف/7]
"Dan sungguh kami menjadikan apa saja
yang di atas bumi itu sebagai perhiasan untuk kami menguji mereka siapakah yang
terbaik amalannya." (QS. Al
Kahfi: 7).
Dan
sungguh ujian itu amat dahsyat, berhasil memisahkan orang yang jujur dan yang
tidak jujur dalam memikul amanah tadi. Alloh ta'ala berfirman:
أَحَسِبَ
النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آَمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ *
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ الله الَّذِينَ
صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ [العنكبوت/2، 3]
"Apakah
manusia mengira bahwasanya mereka itu dibiarkan mengatakan "Kami
beriman" dalam keadaan mereka itu tidak diuji? Sungguh Kami telah menguji
orang-orang sebelum mereka sebelum mereka sehingga Alloh mengetahui orang-orang
yang jujur dan mengetahui para pendusta." (QS. Al 'Ankabut: 2-3).
Al Imam Ibnul Qoyyim
-rohimahulloh- berkata:
البلايا تظهر
جواهر الرجال وما أسرع ما يفتضح المدعي
"Ujian
dan cobaan itu akan menampakkan jati diri orang-orang. Maka alangkah cepatnya
orang yang mengaku-aku itu terbongkar keasliannya." ("Badai'ul
Fawaid"/3/hal. 751).
Dan
dengan ujian beban syariat dengan berbagai konsekuensinya tadi terpisahlah
manusia menjadi tiga kelompok: Mukminin, Munafiqin, dan Musyrikin. Kaum
Mukminin dikarenakan kesetiaan mereka kepada Alloh, maka merekapun mendapatkan
rohmat-Nya. Dan rohmat yang terbesar adalah ridho Alloh dan Jannah-Nya. Memang
jarang ada yang sempurna dalam melaksanakan amanah tadi. Tapi Alloh telah
menyiapkan ampunan-Nya buat para Mukminin yang punya usaha untuk memenuhi
tugasnya.
Adapun
kaum Musyrikin, dikarenakan pembangkangan mereka terhadap amanah dari Alloh
tadi, maka merekapun disiksa. Demikian pula para Munafiqin yang secara
lahiriyah mengaku bersama Mukminin, tapi secara batiniyah justru bersama
Musyrikin. (lihat kembali tafsir Ibnu Katsir, dan lainnya terhadap akhir surat Al Ahzab).
Jadi kesimpulannya: kita diciptakan untuk beribadah
kepada Alloh ta'ala, baik itu berupa amalan hati, lisan ataupun anggota badan.
Ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rohimahulloh- dalam bab ini telah
terkenal.
Dengan memahami ini, hendaknya seorang hamba menyadari
bahwasanya dia harus konsentrasi pada tugas yang dibebankan padanya dari Robb
(Tuhan) dia, dan berpaling dari penyia-nyiaan waktu yang berupa
berbincan-bincang dengan lawan jenisnya yang bukan mahrom, yang justru membuka
pintu fitnah yang besar untuknya dan bias mendatangkan aib bagi keluarganya.
Ubat yang kedua: memurnikan cinta pada Alloh dan
membenci orang yang durhaka pada Alloh.
Dan termasuk jenis ibadah yang terbesar adalah: Iman
kepada Alloh 'Azza Wajalla. Abu Huroiroh -rodhiyallohu 'anhu- berkata:
سئل رسول الله
-صلى الله عليه وسلم-: أي الأعمال أفضل؟ قال: «إيمان بالله». قال: ثم ماذا؟ قال:
«الجهاد فى سبيل الله». قال: ثم ماذا؟ قال: «حج مبرور».
“Rosululloh -shollallohu
'alaihi wasallam- ditanya: “Amalan apakah yang paling utama?” Beliau menjawab,”Iman
kepada Alloh.” Lalu penanya berkata,”Lalu apa?” beliau bersabda: “Jihad
di jalan Alloh.” Lalu penanya berkata,”Lalu apa?” beliau bersabda: “Haji
yang diterima.” (HR. Al Bukhory dan Muslim).
Lalu
perlu kita ketahui bersama bahwasanya keimanan seseorang itu itu tidak sempurna
sampai dia itu mencintai sesuatu karena Alloh, dan membenci pun karena Alloh.
Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:
« من
أحب لله وأبغض لله وأعطى لله ومنع لله فقد استكمل الإيمان ».
“Barangsiapa
mencintai karena Alloh, membenci karena Alloh, memberi karena Alloh, dan
menahan pemberian karena Alloh, maka sungguh dia telah menyempurnakan
keimanannya.” (HR. Abu Dawud
(4/354), Al Imam Al Albany -rohimahullohu- berkata: shohih dengan gabungan
jalannya. (“Ash Shohihah” no. 380)).
Dan
kita harus tahu bahwasanya seorang mukmin dan mukminah tidak sah keimanannya
jika dia tidak cinta pada Alloh. Dan itu harus dibuktikan, bukan pengakuan
lidah semata. Seseorang yang mengaku cinta kepada Alloh ta'ala, maka dia wajib
untuk mencintai apa yang dicintai-Nya, dan mencintai para wali-Nya. Dia juga
wajib membenci apa yang dibenci-Nya, dan membenci para musuh-Nya. Dan ini memerlukan
mental kuat untuk melaksanakannya karena seringkali akan berbenturan dengan
kesenangan pribadi. Dan di sinilah kekuatan iman tentara Alloh dibuktikan.
Alloh ta'ala berfirman:
لَا تَجِدُ
قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِالله وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ الله
وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آَبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ
أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ
بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ الله عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ الله
أَلَا إِنَّ حِزْبَ الله هُمُ الْمُفْلِحُونَ
[المجادلة/22]
"Tidaklah
engkau akan mendapati suatu kaum yang beriman pada Alloh dan hari Akhir itu
saling mencintai dengan orang yang menentang Alloh dan Rosul-Nya, meskipun
mereka itu ayah mereka, atau anak mereka, atau saudara mereka, atau kerabat
mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah Alloh tetapkan keimanan ke dalam
hati mereka, dan Alloh perkuat mereka dengan pertolongan dari-Nya. Dan Alloh
akan memasukkan mereka ke dalam Jannah-jannah yang di bawahnya mengalir
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, Alloh ridho kepada mereka, dan mereka
pun ridho kepada-Nya. Mereka itulah tentara Alloh. Ketahuilah bahwasanya
tentara Alloh itu yang beruntung." (QS. Al Mujadilah: 22).
Sanggupkah
dia menegakkan cinta dan benci karena Alloh, bersatu dengan orang yang setia
kepada Alloh, dan berpisah dengan orang yang memusuhi syari'at-Nya? Rosululloh
-shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:
« سبعة يظلهم الله فى ظله يوم لا ظل إلا ظله:
... ورجلان تحابا فى الله اجتمعا عليه وتفرقا عليه ».
“Ada
tujuh golongan yang akan dinaungi Alloh di bawah naungan-Nya pada hari yang
saat itu tiada naungan selain naungan-Nya: … dua orang yang saling cinta karena
Alloh, berkumpul karena Alloh, dan berpisah pun karena-Nya..” (HR. Al Bukhory dan Muslim dari
Abu Huroiroh -rodhoyallohu 'anhu-).
Al Imam
Sufyan Ats Tsauriy رحمه الله berkata: “Jika seseorang
cinta pada saudaranya karena Alloh عز وجل kemudian orang yang dicintainya itu membuat perkara baru dalam Islam lalu dia
tidak membencinya Karena perbuatan tadi maka berarti dia tidak mencintainya
karena Alloh عز وجل. (riwayat Ibnu Abi Hatim
dalam “Al Jarh Wat Ta’dil”/1/hal.
52/sanadnya shohih).
Barangsiapa bisa melakukan itu maka
dia akan merasakan manisnya iman dan tentramnya hidup. Dari Anas bahwasanya Nabi shollallohu ‘alaihi wa alihi wasallam-
bersabda:
((ثلاث
من كن فيه وجد بهن حلاوة الإيمان)) وذكر منهن : ((
وأن يحب المرء لا يحبه إلا الله ))
“Ada
tiga perkara yang barangsiapa di dalam dirinya ada ketiga perkara tersebut, dia
akan merasakan manisnya iman.” Lalu beliau menyebutkan: “Dia mencintai
seseorang, tidaklah dia mencintainya kecuali karena Alloh.” (HR. Al Bukhoriy (16) dan Muslim (43)).
Orang yang mencintai
sesuatu karena hawa nafsunya, sekalipun dia tahu bahwasanya orang yang
dicintainya tadi adalah pendurhaka pada Alloh, maka hidupnya akan
terombang-ambing dalam kekacauan jiwa dan kegundahan hati. Alloh berfirman
tentang kaum yang salah jalan dalam masalah kecintaan:
﴿ لَعَمْرُكَ
إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ﴾ [الحجر: 72]
“Demi kehidupanmu
wahai Muhammad, sesungguhnya mereka benar-benar terombang-ambing di dalam
kemabukan mereka.”
Al Imam Al Baghowiy rohimahulloh
berkata: “sesungguhnya mereka di dalam kemabukan mereka” yaitu:
kebingungan mereka dan kesesatan mereka “terombang-ambing” yaitu: berbolak-balik.” (“Ma’alimut
Tanzil”/4/hal. 387).
Ubat ketiga: hendaknya dia
tahu bahwasanya fithroh lelaki itu adalah condong pada perempuan, dan begitu
pula sebaliknya. Alloh ta’ala berfirman:
﴿زُيِّنَ
لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ﴾ [آل عمران: 14]
“Dihiaskan untuk manusia
rasa cinta kepada para wanita.”
Maka jika hubungan
pria dan wanita tidak dikendalikan oleh syariat dan tidak diatur oleh agama;
akan terjadi kerusakan yang besar sebagaimana terjadi di kalangan Bani Isroil. Dan
Rosululloh صلى الله عليه
وسلم bersabda:
«إن الدنيا حلوة خضرة، وإن الله
مستخلفكم فيها فينظر كيف تعملون، فاتقوا الدنيا واتقوا النساء، فإن أول فتنة بني
إسرائيل كانت في النساء». (أخرجه مسلم (7124) عن
أبي سعيد الخدرى رضي الله عنه ).
“Sesungguhnya
dunia itu manis dan hijau, dan sesungguhnya Alloh itu menjadikan kalian saling
menggantikan di dunia itu kemudian Alloh melihat bagaimana kalian beramal. Maka
jaga diri kalian dari dunia, dan jaga diri kalian dari perempuan, karena
sesungguhnya fitnah yang pertama menimpa Bani Isroil itu terjadi dengan sebab
perempuan.” (HR. Muslim (7124) dari Abu Sa’id Al
Khudriy رضي الله عنه).
Maka berbagai sarana yang bisa
membuka pintu fitnah antara pria dan wanita itu wajib ditutup. Maka para ulama
melarang hubungan surat-menyurat antara pria dan wanita yang bukan mahrom,
sekalipun dengan alasan membicarakan masalah agama. Hendaknya keperluan tadi
disampaikan melalui wali si wanita.
Saya pernah menyampaikan pertanyaan
kepada sebagian masyayikh: “Salah seorang pengajar di negri kami membuat grup
(majmu’ah) WhatsApp khusus untuk wanita yang membahas tentang fiqh kewanitaan.
Tidak ada di dalamnya pria kecuali si pengajar tadi. Maka apa hukum
perbuatannya tadi?”
Maka Syaikhuna Abdurroqib Al
Kaukabaniy hafizhohulloh mengirimkan surat jawaban: “Yang aku nasihatkan adalah
hendaknya perbuatan tadi ditinggalkan, karena dia mencakup banyak perkara yang
mengkhawatirkan, di antaranya adalah: bisa jadi dia akan terfitnah dengan
perbincangan di antara para wanita yang bisa jadi membicarakan masalah
sampingan, karena terkadang para wanita merasa bahwa mereka hanya
berbincang-bincang di majelis khusus untuk wanita. Di antaranya juga adalah:
dikhawatirkan para wali wanita tadi akan mengetahui hakikat urusan mereka. Lalu
para wali tadi menuduh si pengajar tadi menyusup untuk mengetahui rahasia
kehormatan mereka dengan cara yang licik. Di antaranya juga: perbuatan tadi
merupakan pegkaburan dan penipuan yang tidak dituntut oleh suatu kondisi
darurat, maka semestinya di pengajar tadi bisa menempatkan istrinya sebagai
pengelola majmu’ah tadi, dan si istri bertanya pada sang suami di dalam perkara
yang rumit, untuk kemudian si istri menyampaikannya kepada para wanita tadi.
Dan masih ada alasan-alasan lain yang bisa diketahui oleh orang yang cerdas
ketika dia merenungkan masalah ini.”
Syaikhuna Thoriq bin Muhammad Al
Ba’daniy hafizhohulloh mengirimkan surat jawaban: “Dia tidak boleh berbuat itu.
Ini membuka pintu fitnah untuknya. Akan tetapi hendaknya istrinyalah yang
berbicara dan berdiskusi dengan para wanita jika dia mampu mengajar. Sang suami
merekam dars-dars (kelas pelajaran) dan sang istri mengirimkannya (pada para
wanita).”
Syaikhuna Manshur bin Ali Al Adibiy hafizhohulloh mengirimkan
surat jawaban: “Kaidah syar’iyyah dalam masalah yang berlaku khusus untuk para
wanita itu bersifat umum, tapi dia itu diikat oleh suatu kondisi darurat.
Semoga Alloh menjagamu. Berlapang-lapang dalam masalah ini tidaklah terpuji.
Dan jiwa itu lemah. Semoga Alloh memberimu taufiq.”
Syaikhuna Fath Al Qodasiy hafizhohulloh pernah ditanya saat beliau
mengajar di masjid Al Fath di Shon’a: “Apa hukum bergabungnya seorang lelaki
dalam majmu’ah WhatsApp para wanita?”
Maka beliau menjawab: “Ini tidak boleh, karena hal itu membuka
pintu fitnah terhadap pria dan para wanita.”
Pemilik majmu’ah “Multaqo Thullab Wa Ahbab Dammaj” menukilkan
bahwasanya Syaikhuna Fath Al Qodasiy hafizhohulloh pernah ditanya: “Apa hukum
seorang wanita yang bukan mahromah masuk
ke dalam majmu’ah WhatsApp para pria?”
Maka beliau menjawab: “Wanita tidak boleh bercampur dengan para
pria dalam majmu’ah-majmu’ah. Ini termasuk dari fitnah.”
Itu dalam kondisi mereka itu banyak orang. Maka bagaimana jika surat-menyurat
tadi hanya dua orang yang bukan mahrom: pria dan wanita? Tentu saja fitnahnya
jauh lebih besar.
Kita sudah mendapati kejadian-kejadian di tanah air, bagaimana
rumah tangga menjadi berantakan disebabkan oleh hubungan SMS antar HandPhone,
yang pada awalnya dihiasi dengan alasan agama, tapi kemudian berlanjut dengan
hubungan pribadi.
Api yang besar itu seringkali bersumber dari bara atau percikan
api kecil yang diremehkan.
Maka hendaknya seorang hamba bersyukur pada Alloh karena dihalangi
dari melanjutkan hubungan yang harom semacam tadi, sehingga dia terhindar dari
dosa-dosa yang selanjutnya.
Dan hendaknya dia menyadari bahwasanya setan tidak akan puas
dengan menjadikan seorang pria berhubungan dengan wanita melalui surat-menyurat
belaka. Setan akan berusaha mengobarkan api syahwat di antara mereka berdua
sehingga hubungan yang menyimpang tadi akan naik ke tingkatan yang berikutnya.
Maka sejak awal-awal perkara; Alloh telah melarang kita untuk
mengikuti langkah-langkah setan. Alloh ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا
تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ
فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ [النور/21]
"Wahai orang-orang yang
beriman janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Dan barangsiapa
mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya dia itu memerintahkan untuk
berbuat kekejian dan kemungkaran." (QS An Nur 21)
Hendaknya dia mengambil pelajaran dari kisah berikut ini:
Seorang
wanita di sebuah negri di Timur Tengah bernama Rozan menuliskan surat yang
berisi kisah nyata tentang dirinya sendiri:
تعرفت على شابّ عن طريق ( الانترنت ) فأعجبني
أسلوبه. وكم كان طيباً أثناء ما يقابلني من مشاكل في جهازي فيبادر لحلها وإعطائي
الإرشادت الهامة في ذلك، حتى تطورت العلاقة بطريق الماسنجر سنة أو تزيد والتعارف
يزداد يوماً بعد يوم، حتى رأيته ورآني، وجلست معه مرات عديدة في بعض المطاعم
والمنتزهات التي لا يراها مجتمعي حراماً وممنوعاً، لكن ديني يحرّمها حماية لي
ولأمثالي من الانحراف والضياع: كان نهاية هذه اللقاءات أن عرض علي الزواج، فوافقت،
فطلبني رسمياً من أهلي. وبدون ذكر تفاصيل يطول المقام بذكرها قام (أخي) بالسؤال
عنه، فأخبر والدي بأنه لا يصلح، وأنه شاب مستهتر، وغير مناسب. فرفضوه، فجنّ جنوني:
كيف ينهار الحلم الذي بقيت سنة أو تزيد في جميع فصوله وتفاصليه ومتى يكون واقعاً
حاضراً. ذهبت لأخي ونهرته ورفعت صوتي عليه. فأجابني بالرفض. فقلت له : أنا أعرفه
من سنة عن طريق الانترنت. فقال : كيف؟ ولماذا لم تخبري والدي بذلك ؟؟ ألا تعرفين
أن ذلك التعارف سافل، والزواج عن طريقه أكبر خطأ؟ فما هكذا تكون الأصول والعادات
الطيبة التي يقرّها الإسلام ويحافظ عليها. ثم قال لي : أخيتي عودي لرشدك. فقلت :
لا أستطيع أنا أحبه، ولا أقدر. فقال لي : (الحب قبل الزواج أكذوبة لا يصدقها أحد،
ولو كان صادقاً معك لما كلمك سنة وأنت لا تحلّين له. ومن يتعرف عليك هذه للمدة
الطويلة يتعرف على غيرك). فعدت إلى غرفتي حزينة باكية مهمومة مغمومة، وكأني أعيش
بين دافعين: حبي للشاب وصدق كلام أخي الذي أخافني كثيراً. فكيف لي أن أتعلق بشابّ
لا أعرف عنه شيئاً إلا عن طريق الإنترنت وفقط؟
لكن قررت أنا ولوحدي أن
أتزوج منه مهما كانت الصعاب والموانع، فوقفت أمام والدي وكلي جبروت وقوة وعناد
قلبي صامد كالحجر القاسي ونفسي متوثِّبة إلى أمل واه يهتز أمام كله، يرتعش أسفاً
وحزناً: كيف تتزوج فتاة دون علم أهلها وبعيداً عن أحضان أمها وفرحة أبيها؟ لكن هي
شهوة النفس ونهاية التعلق المقيت .
تزوجنا يا شيخ بدون ضجة أو
أي احتفال فقد اقتصر على أهله وأخي الأكبر وفقط لأدخل عليه في ليلة الفرح، وكأنها
ليلة مخيفة لها ما بعدها من نتائج ومصاعب.
وبعد أيام اكتشفت أنه مدمن مخدرات. وحينئذ تذكرت
كلام أخي كيف تتزوجين رجلاً لا تعرفين عنه شيئاً ومن هول المشاكل وصعوبتها في
إقناع أهلي بالزواج منه تساهل أخي الأكبر في السؤال عنه لما رأى من إصراري على
الزواج منه مهما كانت الأسباب والدواعي المانعة من حيال ذلك وحصوله. قلت له وبقوة
وبحرقة تشتعل في جوفي : لم أعرف أنك مدمن. ولماذا لم تخبرني؟ قال بجفاء : وإذا
عرفت ماذا تستطيعين أن تفعلي؟ سكتّ وأنا ابتلع الإهانات الجارحة وهو يعرف تماماً
بأن ليس لي أحد غيره. لذلك أصبح يتلذذ بتعذيبي ويتعمد إهانتي وإذلالي. وإلا فأين
كلامه الجميل المعسول معي قبل الزواج؟ ومهما قلت من الصفحات الماضية فالحاضر
يقتلها وينقلها لعالم ما له من قرار. فتحت دوامة الحدث وسياط الندم والألم تلهب صدري
بقسوتها ، ويلوح في الأفق (أمي وأبي) كيف لم أسمع كلامهما؟ وكيف أنهما قابلاني
بالشدة والقسوة؟ وكنت أتوقع أنهما سيسامحونني بعد أن أضعهم أمام الأمر الواقع،
لكنهم لم يغفروا لي أبداً حتى أهلي قاطعوا أخي الأكبر نهائياً بسبب زواجي وأخي لم
يحرص على زيارتي كما كان سابقاً، فأصبحت وحيدة بكل ما أتحمله من عبرة وحسرة .
لا أطيل عليكم .. فقد حصل
بيني وبين زوجي سوء تفاهم من إدمانه للمخدرات حتى وصل إلى الترويج والتجارة فيها
فهددته بإخبار أبي، فضحك وقال : لعلي أذهب معك كي أراهم !! آه .. لقد قهرني وأحسست
بكلماته تجرحني في الصميم وكأنه غابة من الأشواك الدامية تخدش جسدي الضعيف
المتهالك بقسوته وعنفه !! فبكيت كثيراً تلك الليلة وزوجي في عالم المخدرات ومكاسبه
المالية التي لا تنتهي حتى ملني وكرهني حتى رأيته يعقد صفقاته عبر الانترنت
بمعارفه وأصحابه فيها فضلاً عن إدمانه للمواقع الإباحية والعلاقات المحرمة مع
النساء والفتيات وأمامي ودون حياء ولا كرامة لي ولا للبيت وقدسية الزواج فرفعت
صوتي عليه وأسمعته سباً وشتماً فضربني ضرباً شديداً تحت ضغط المخدر فأحسست بدوار
شديد لم أفق منه إلا وأنا في غرفة النوم لوحدي ولا أدري ماذا حصل !!
فلما عاد للمنزل طلبت منه
الطلاق فقال : لا مانع لدي لكن أين تذهبين ؟؟ فطلب مني أن أذهب معه لرحلة تخفف
شيئاً من المشاكل بيننا فخرجنا سوياً وكان القدر ، فقد جعلني طُعماً لعملية قذرة
في ترويجه للمخدرات دون علمي فألقت الشرطة القبض علينا وساروا بنا إلى السجن وقد
اتهمني أنا وهو لا يعرف عن ذلك شيئاً فأمضيت في السجن 7 أيام على ذمة التحقيق كانت
من أصعب أيام حياتي وأشدها بؤساً حتى ظهرت الحقيقة فطلبت من الضابط مقابلة زوجي
وأمامه وطالبته بالطلاق فطلقني، وخرجت من القسم مع الشرطة إذ تحفظوا على مقتنيات
بيته فحملت حقيبتي ودموعي والكثير من الجروح في نفسي ترفض النسيان لقد غادرت بيت
زوجي الذي أذلني وأنا عزيزة وأهانني وأنا كريمة.
فقررت الذهاب لبيت والدي الذي حضنني طفلة ورعاني
شابة ووقف في وجهي لما أخطأت عدت لمنزل أهلي بعد ثلاثة أشهر من العذاب والحرمان
دخلت، فقابلتني أمي، فضمتني وهي تبكي وأنا أبكي. فرآني والدي فأشاح بوجه عني
وعيناه تذرفان فسقطت تحت رجليه أطلب السماح والعفو منه وأنا نادمة بعدد دموعك
الغالية. فلم يرد علي والدي وتركني أبكي ففكرت أن أذهب لأخي الأكبر حتى تهدأ
الأمور فحملت حقيبتي ولما أردت الخروج نادني أبي قائلاً : رزان بنيتي، مهما حدث
فأنت بنتي وأنا أبوك. فألقيت بجسدي نحوه أبكي من الفرح فسقطت أقبل رجليه وهو يمسح
بيده على رأسي ودموعي !! انتهى النقل.
Artinya:
“Aku mengenali
seorang anak muda melaui jalur internet, maka aku merasa kagum dengan cara dia
berbicara. Sering dia bersikap bagus saat menyambutku dalam masalah-masalah yang
terjadi pada peralatan komputerku. Maka dia bersegera untuk menunjukkan cara
menyelesaikan masalah tadi, dan dia segera memberiku bimbingan-bimbingan yang
penting untuk menyelesaikan masalah komputerku tersebut. Sampai akhirnya
berkembanglah hubungan Antara kami melalui jalur messenger selama satu
tahun atau lebih.
Pengenalan antara
kami terus berkembang hari demi hari sampai akhirnya dia melihat aku dan aku
melihat dia. Kami berkali-kali duduk berduaan di kedai makan. Begitu juga
tempat-tempat rekreasi yang lain yang mana masyarakatku tidak mengganggap itu
haram atau tercela. Akan tetapi agamaku mengharamkan tindakan itu demi menjaga
diriku dan juga para wanita semacamku dari ketegelinciran dan kesia-siaan.
Dan puncak dari pertemuan ini adalah dia
mengajakku untuk menikah. Maka aku pun setuju. Lalu dia pun melamarku secara
rasmi kepada keluargaku. Dan tanpa menyebutkan perincian yang panjang.
Maka abangku bertanya tentang lelaki itu,
kemudian abangku mengabari ayahku bahawasanya laki-laki ini tidak pantas.
Abangku berkata bahawasanya lelaki ini adalah lelaki yang tidak menjaga
kehormatan, dan tidak layak untukku. Lantas merekapun menolak pinangan lelaki
itu.
Maka aku pun
betul-betul dalam kebingungan. Kemana akhirnya mimpiku selama satu tahun
menjadi hancur di dalam seluruh tahapan dan perinciannya. Bilakah mimpi yang
aku harapkan itu akan menjadi kenyataan yang benar-benar hadir? Maka aku pun
keluar kepada abangku dan aku membentaknya, dan aku meninggikan suaraku
terhadap dia, tetapi jawaban yang aku dapatkan darinya tetap berupa penolakan.
Aku berkata: “Aku kenal dia selama satu tahun melalui jalur
internet.”
Abang berkata: “Bagaimana? Mengapa engkau tidak mengabarkan itu
pada ayah tentang masalah ini? Apakah engkau tidak tahu bahawa perkenalan
seperti itu adalah cara rendahan dan sesuatu yang hina, Dan pernikahan melalui
jalur internet itu adalah satu kesalahan yang besar? Ini bukanlah dasar-dasar
dan adat yang baik yang diakui oleh Islam, yang mana Islam itu menjaga baik
adat-adat ini.”
Kemudian abangku berkata padaku : “Saudariku tersayang kembalilah
kepada kelurusanmu.”
Aku berkata: “Aku tidak boleh, aku sudah mencintai dia dan aku
tidak bisa berpisah dengannya.”
Abang berkata: “Percintaan sebelum pernikahan itu adalah kedustaan,
tiada yang jujur dalam masalah ini. Seandainya dia itu jujur bersamamu, tidak
mungkin dia akan terus mengajakmu berbicara terus selama setahun, sementara
engkau tidak halal baginya. Orang yang boleh berkenalan denganmu melalui jalur
selama ini, mungkin sahaja dia melakukan itu terhadap wanita lain.”
Maka aku pun
kembali ke bilikku dengan perasaan sedih dan menangis, gundah gulana, dan
kecewa. Seakan-akan aku hidup di dalam dua perkara yang saling bertentangan.
Perasaan cintaku pada anak muda itu, dan benarnya kata-kata abangku yang membuatkan
aku merasa sangat takut. Bagaimanakah aku boleh terlanjur mencintai orang yang
aku tidak mengenalinya sedikit pun, dan hanya melalui jalur internet itu sahaja?
Tetapi aku telah membuat ketetapan sendirian, untuk tetap menikahi dirinya
walaupun apa yang akan terjadi. Walaupun banyak halangan yang menghadang.
Maka aku berdiri
di hadapan ayahku, dengan seluruh jiwa, yang penuh dengan keganasan, kekuatan
dan penentangan di hatiku. Aku mengokohkan hatiku seperti batu yang keras, dan
jiwaku melonjak kepada suatu harapan yang lemah, yang sebenarnya dia akan goncang
di hadapan semua perkara, yang kelak akan bergetar dengan penyesalan dan
kesedihan. Bagaimanakah seorang gadis menikah tanpa diketahui keluarganya, jauh
dari pangkuan ibunya, dan kegembiraan ayahnya? Itu semua hanyalah kerana
syahwat hawa nafsu dan akhir dari percintaan yang memuakkan.
Wahai Syaikh,
akhirnya kami menikah tanpa ada hiruk-pikuk yang besar, tanpa perayaan apapun,
cukup hanya dihadiri oleh keluarga pemuda itu dan abangku yang paling sulung,
hanya mereka sahaja. Aku masuk kepada pemuda itu pada malam kegembiraan tetapi
seakan-akan itu adalah malam yang menakutkan untukku, tiada buah dari hasilnya selain
kesulitan-kesulitan.
Setelah beberapa
hari, terbukti bahawasanya pemuda itu adalah penagih dadah, ketika itulah aku
teringat ucapan abangku dahulu: “Bagaimanakah engkau boleh menikah dengan
seorang pemuda yang engkau tidak kenal siapa dia sedikit pun?” Kerana dasyatnya
kesulitan dan kerumitan untuk menjadikan keluargaku redha dengan pernikahan
ini. Maka abangku yang sulung bermudah-mudah ketika bertanya tentang dia
sebagaimana aku berkeras untuk menikah dengan pemuda itu walau apapun
sebab-sebab dan faktor yang akan menghalangi untuk mencapainya dan menghasilkannya.
Aku berkata kepada
suamiku, dengan seluruh kekuatan dan kepanasan hati yang menyala dalam badanku,
aku berkata padanya: “Aku tidak tahu bahwa engkau adalah seorang penagih dadah,
kenapa engkau tidak memberitahuku?” Maka suamiku menjawab dengan kaku: “Jika
engkau tahu, apa yang boleh engkau lakukan?” Aku terdiam dan aku hanya memendam
kehinaan-kehinaan ini yang melukai hatiku. Dia tahu akan kesedihanku, dan dia
tahu yang aku tidak memiliki pelindung selain dia sekarang ini. Kerana itu
mulalah dia bersenang-senang untuk menyiksa diriku, sengaja menghina diriku,
dan merendahkan aku. Jika tidak demikian, kemanakah perginya ucapannya yang
indah dahulu, yang manis bagaikan madu bersamaku sebelum pernikahan? Apa pun
yang boleh aku ucapkan di lembaran-lembaran yang dahulu, maka kejadian sekarang
telah membunuh berita-berita yang dahulu, dan memindahkannya kepada suatu alam
yang tidak memiliki ketetapan.
Aku telah membuka
kejadian yang terus berlansung, dan pukulan-pukulan penyesalan serta rasa
sakit. Dadaku bergolak dengan keras. Dan mulailah terbayang di ufuk: wajah ibu
dan ayahku. Kenapa aku tidak mendengar ucapan mereka berdua? Dan bagaimana
mereka menjawabku dengan kekerasan dan kebengisan? Sesungguhnya aku
mengharapkan permaafan mereka untuk diriku, setelah aku meletakkan mereka di hadapan
kejadian yang sebenarnya ini. Tetapi mereka tidak akan mengampuni aku
selamanya. Bahkan sampai keluargaku memutuskan hubungan dengan abang sulungku
sama sekali disebabkan oleh pernikahanku ini.
Sementara abangku
yang dahulu menasihatiku, dia tidak lagi berkunjung padaku sebagaimana dahulu
dia berkunjung padaku. Maka jadilah aku ini benar-benar sebatang kara yang
menjadi pelajaran dan penyesalan buat diriku untuk seluruh perkara yang aku
pikul. Aku tidak akan memanjangkan perbicaraan.
Telah terjadi
keburukan pemahaman antara diriku dengan suamiku, kerana dia terus tergantung
pada dadah, sampai akhirnya dia mengedar dadah-dadah itu dan
memperdagangkannya. Maka aku mengancam dia untuk menceritakan ini pada ayahku.
Tapi dia tertawa dan berkata: ”Barangkali aku
akan pergi bersamamu agar aku juga boleh melihat mereka.” Sungguh menyedihkan. Maka
sungguh dia telah mengalahkanku. Aku merasakan kata-katanya melukai hatiku di relung
hatiku, seakan-akan hutan yang penuh dengan duri yang membuat hatiku luka
berdarah. Mencakar-cakar badanku yang lemah ini, dan hancur disebabkan
kekasaran dia dan kebengisan dia.
Maka aku banyak
menangis pada malam itu, sementara suamiku di alam khayalan dadahnya, dan
perkerjaan dia yang berharta itu. Yang tidak pernah berhenti sehingga membuat
aku menjadi boson dan benci. Sesungguhnya aku melihat perlakuannya berhubungan
di internet dengan teman-teman dan kenalannya. Lebih-lebih lagi dia sering
menonton jaringan yang menghalalkan yang haram, dan hubungan yang haram bersama
wanita dan gadis-gadis muda dan dia melakukan itu dihadapanku. Tanpa malu dan
memuliakan aku lagi. Tidak pula malu pada rumah ini dan tiada lagi kesucian
untuk pernikahan ini.
Lalu aku mengeraskan suaraku, dan aku memperdengarkan
kepada dia cacian dan makian. Tapi dia memukulku dengan keras di bawah pengaruh
dadahnya itu. Maka aku merasa pusing yang amat sangat, lalu aku tidak sedarkan
diri kecuali terjaga dalam keadaan aku di kamarku sendirian dan aku tidak tahu
apa yang telah terjadi. Setelah dia pulang ke rumah, aku menuntut darinya
tholaq. Dia menjawab : “Tiada larangan untuk tholaq, aku tidak akan melarang
itu, akan tetapi engkau mahu ke mana?”
Setelah itu, dia
meminta padaku untuk pergi bersamanya untuk melakukan suatu perjalanan agar
meringankan kesulitan di antara kami. Maka kami pun keluar bersama-sama, lalu
terjadilah apa yang ditakdirkan. Dia menjadikan aku sebagai mangsa suatu
operasi yang menjijikkan, yaitu untuk menyebarkan dadah itu tanpa aku tahu.
Lalu polisi pun menangkap kami dan membawa kami menuju ke penjara.
Dan polisi menuduh
aku dan mengatakan dia tidak mengetahui apa-apa. Lalu aku ditahan dipenjara
selama tujuh hari dalam tempoh penyelidikan. Dan itu termasuk hari yag paling
berat untukku, yang paling keras kesusahan. Sampai nampaklah hakikatnya.
Setelah itu aku
meminta kepada komandan untuk berjumpa dengan suamiku, dan dihadapan komandan
itu aku menuntut cerai. Maka dia pun menceraikan aku. Maka aku keluar dari
pejabat polis bersama polis ke rumah yang telah disita itu. Lalu aku mengambil
beg pakaianku dan air mataku dan banyaknya luka dalam jiwaku. Yang tidak
mungkin aku lupakan.
Aku telah
meninggalkan rumah suamiku itu, yang menghinakan aku. Padahal dulu aku adalah
wanita yang mulia. Dan penghinaan untukku yang dahulu aku adalah wanita yang
mulia. Maka aku memutuskan untuk pulang ke rumah ayahku. Yang telah mengasuhku
sejak aku masih bayi, yang memeliharaku ketikaku meningkat remaja.
Setelah aku
keliru, aku pulang kembali ke rumah keluargaku setelah tiga bulan penderitaan
yang penuh dengan seksaan dan terputus dari keluarga. Maka aku masuk, maka
ibuku pun datang memelukku dalam keadaan beliau menangis. Aku pun menangis.
Maka ayahku melihatku, lalu dia memalingkan wajah padaku. Dalam keadaan beliau
juga mengalirkan air mata. Maka aku pun berlutut di kedua kaki beliau dan
memohan ampun dan maaf darinya, sebanyak bilangan titisan air matamu yang mahal.
Maka ayahku tidak menjawab sama sekali.
Ayahku membiarkan
aku menangis, sehingga aku berfikir untuk berangkat ke abangku yang sulung
sampai perkara ini menjadi tenang kembali. Maka aku membawa begku kembali. Maka
apabila aku ingin keluar, ayahku memanggilku kembali dan berkata: “Wahai Rozan,
anakku sayang, apa pun yang terjadi engkau adalah anakku, dan aku ayahmu.” Maka
aku pun menjatuhkan badanku kearah beliau dan aku menangis gembira. Aku pun berlutut
dan mencium kedua kaki beliau, dan beliau mengusap dengan tangannya kepalaku
dan air mataku.”
(Selesai penukilan dari risalah “Dumu’us Sujainat”).
Ubat yang keempat: hendaknya
dia mengetahui bahwasanya termasuk faktor terbesar yang menyebabkan datangnya
tembakan panah asmara adalah: saling melihat kepada wajah lawan jenis. Oleh
karena itulah maka Alloh ta’ala dan Nabi Muhammad shollalohu ‘alaihi wasallam
melarang terjadinya hal itu. Alloh ta’ala berfirman:
﴿ قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا
فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ * وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ ﴾ [النور: 30،
31] الآية.
“Katakanlah pada kaum Mukminin: hendaknya
mereka menundukkan sebagian dari pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan
mereka. Yang demikian itu lebih suci untuk mereka. Sesungguhnya Alloh Maha
Mengetahui dengan apa yang mereka kerjakan. Dan katakanlah pada kaum Mukminat:
hendaknya mereka menundukkan sebagian dari pandangan mata mereka, …” al ayat.
Dari Jarir rodhiyallohu ‘anh yang berkata:
سألت رسول الله صلى الله عليه و سلم عن نظرة الفجأة
فقال: "اصرف بصرك" . (أخرجه أبو داود (2148)/صحيح).
“Aku bertanya pada Rosululloh shollallohu
‘alaihi wasallam tentang pandangan mata secara mendadak. Maka beliau bersabda: “Palingkanlah
pandangan matamu.” (HR. Abu Dawud (2148)/shohih).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rohimahulloh berkata: “Yang benar dalam madzhab Asy Syafi’iy dan Ahmad adalah
bahwasanya melihat ke wajah wanita yang bukan mahrom tanpa hajat itu tidak
boleh, sekalipun tidak disertai syahwat. Akan tetapi hal itu dilarang karena
dikhawatirkan akan terjadi gejolak syahwat setelahnya. Karena itulah diharomkan
seorang pria menyendiri dengan wanita yang bukan mahrom, karena hal itu adalah
kondisi yang bisa menimbulkan fitnah. Dan pada prinsipnya adalah: setiap
perkara yang menjadi sebab timbulnya fitnah, maka hal itu tidak diperbolehkan,
karena sarana yang menjurus kepada timbulnya kerusakan itu harus ditutup jika
tidak bertentangan dengan kemaslahatan yang lebih kuat.
Oleh karena itulah maka pandangan mata
yang bisa menyebabkan timbulnya fitnah itu diharomkan, kecuali jika ada hajat
yang lebih kuat, seperti seorang pelamar melihat kepada wanita yang dilamarnya,
dokter melihat kepada pasiennya, dan yang lainnya. Maka sesungguhnya pandangan
mata semacam tadi diperbolehkan karena adanya hajat, tanpa disertai oleh
syahwat. Adapun pandangan mata ke tempat fitnah tanpa adanya hajat, maka hal
itu tidak boleh. Dan barangsiapa mengulang-ulang pandangan kepada anak muda
yang belum berjenggot dan semisalnya, dan berlama-lama melihatnya, dan orang
tadi berkata: “Sungguh aku tidak melihat disebabkan oleh syahwat,” maka dia
berdusta dengan ucapannya tadi, karena jika tidak ada faktor yang mendorong dia
berhajat untuk melihat, tidak mungkin dia melihat kecuali kepada perkara yang
hatinya akan merasakan kelezatan dengannya.
Adapun pandangan mata yang mendadak,
maka hal itu dimaafkan jika dia memalingkan matanya (setelah itu), sebagaimana
telah pasti dalam hadits shohih Dari Jarir rodhiyallohu ‘anh yang berkata:
سألت رسول الله صلى الله عليه و سلم عن نظرة الفجأة
فقال: "اصرف بصرك".
“Aku bertanya pada Rosululloh shollallohu
‘alaihi wasallam tentang pandangan mata secara mendadak. Maka beliau bersabda: “Palingkanlah
pandangan matamu.” (HR. Abu Dawud (2148)/shohih).
(selesai dari “Majmu’ul Fatawa”/15/hal. 419).
Pandangan
mata yang tidak dijaga akan menyebabkan terbakarnya hati oleh api asmara, lalu
semakin lama akan menyebabkan mabuk cinta dan diakhiri dengan penyesalan yang
mendalam. Oleh karena itulah maka Alloh dan Rosul-Nya melarang percampuran pria
dan wanita yang bukan mahrom tanpa hijab.
Dari Uqbah bin Amir rodhiyallohu
‘anh:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «إياكم والدخول
على النساء» فقال رجل من الأنصار: يا رسول الله، أفرأيت الحمو؟ قال: «الحمو
الموت». (أخرجه البخاري (5232) ومسلم (2172)).
“bahwasanya Rosululloh shollallohu ‘alaihi
waalihi wasallam bersabda: “Hindarilah oleh kalian masuk ke tempat para
wanita.” Maka seorang dari Anshor berkata: Wahai Rosululloh, bagaimana
pendapat Anda tentang Al Hamu (kerabat suami)? Maka beliau menjawab: “Al
Hamu adalah kematian.” (HR. Al Bukhoriy (5232) dan Muslim (2172)).
Ini adalah dalil yang jelas tentang
tidak tidak bolehnya percampuran antara pria dan wanita. Maka hal itu harom
terhadap orang-orang yang asing (bukan mahrom), dan lebih besar lagi keharomannya
terhadap kerabat yang bukan mahrom, karena bahayanya lebih tersembunyi dan
orang-orang meremehkan masalah ini.
Al ‘Allamah An Nawawiy rohimahulloh
berkata: “Para ahli Bahasa bersepakat bahwasanya Al Hamu adalah kerabat sang
suami, seperti: ayah sang suami, pamannya, saudaranya yang laki-laki, anak
saudara lelaki, anak paman suami, dan yang semisal dengan mereka. Sementara Al
Khotan adalah kerabat sang istri. Ash Shihr berlaku pada kedua belah pihak.
Adapun sabda beliau shollallohu ‘alaihi waalihi wasallam: “Al Hamu adalah
kematian” maka maknanya adalah bahwasanya kekhawatiran darinya dan
kejelekan dan fitnah yang dikhawatirkan datang darinya itu lebih banyak karena
si kerabat tadi punya kesempatan besar untuk sampai ke si wanita dan
bersepi-sepi dengannya tanpa diingkari oleh keluarganya. Ini berbeda dengan
orang asing. Dan yang dimaksud dengan Al Hamu di sini adalah kerabat suami,
yang bukan ayah-ayahnya ataupun anak-anaknya. Adapun ayah-ayah dan anak-anak
dari suami adalah mahrom bagi sang istri, boleh bagi mereka untuk bersepi-sepi
dengan si istri. Dan mereka tidak disifati dengan kematian. Hanyalah yang
dimaksudkan adalah saudara suami, anak saudara suami, paman suami dari pihak
ibu, anak paman suami dari pihak ibu, dan semisal mereka yang bukan mahrom. Dan
orang-orang terbiasa untuk bermudah-mudah dalam masalah ini, mereka
bersepi-sepi dengan istri saudara mereka. Dan inilah kematian. Dan dia lebih
pantas untuk dilarang daripada orang asing, dengan alasan yang telah kami
sebutkan. Dan penjelasan yang aku sebutkan itulah yang benar dari makna hadits
ini.” (“Syarh Shohih Muslim”/14/hal. 154).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rohimahulloh berkata: “Maka para pria jika bercampur dengan para wanita, maka
hal itu bagaikan percampuran antara api dengan kayu bakar.” (“Al
Istiqomah”/hal. 226).
Al
Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata: “Sesungguhnya pemerintah wajib melarang
percampuran antara pria dan wanita di pasar-pasar, di tempat pelancongan, di
tempat-tempat berkumpulnya para lelaki. Malik rohimahulloh warodhiya ‘anhu
berkata: “Aku berpandangan bahwasanya pemerintah wajib memeriksa para pengrajin
yang para wanita duduk-duduk di dekat mereka. Dan aku berpandangan agar
pemerintah tidak membiarkan para wanita muda duduk-duduk di dekat para
pengrajin. Adapun wanita hamba sahaya dan pembantu rendahan yang tidak akan
dituduh dikarenakan duduk-duduk di dekat para pengrajin, dan tidak pula orang
yang wanita budak tadi duduk di dekatnya tidak akan terkena tuduhan, maka aku
berpandangan bahwasanya yang demikian itu tidak mengapa.” Selesai.
Pemerintah
bertanggung jawab atas itu semua. Dan fitnah percampuran tadi amatlah besar.
Nabi shollallohu ‘alaihi waalihi wasallam bersabda:
«ما تركت بعدي فتنة أضر على الرجال من النساء».
“Tidaklah aku
tinggalkan sepeninggalku fitnah yang lebih berbahaya terhadap para pria
daripada para wanita.”
(selesai dari
“Ath Thuruqul Hukmiyyah”/Ibnul Qoyyim/hal. 237-238).
Maka
jika ayah bondamu menghalangimu berjumpa dengan lawan jenis yang bukan mahrom,
maka bersyukurlah karena mereka telah menjadi perantara akan keselamatan dirimu
dan ketentraman jiwamu, karena matamu terhalang dari perkara yang bisa
mencelakakan diri dan agamamu.
Al
Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata: “Dan pandangan mata adalah sumber dari
mayoritas kejadian-kejadian yang menimpa manusia, karena sesungguhnya pandangan
mata itu akan melahirkan bisikan hati. Dan bisikan hati melahirkan pikiran.
Kemudian pikiran tadi melahirkan syahwat. Kemudian syahwat melahirkan
keinginan, kemudian hal itu menguat hingga menjadi tekad yang kuat, lalu
terjadilah perbuatan, dan itu pasti selama tidak ada suatu penghalang yang
menghalanginya. Dan di dalam masalah inilah dikatakan: “Kesabaran untuk
menundukkan pandangan mata itu lebih mudah daripada kesabaran untuk memikul
rasa sakit terhadap kejadian setelah itu.” Oleh karena itulah sang penyair
berkata:
كل الحوادث مبداها من النظر ... ومعظم النار من
مستصغر الشرر
كم نظرة بلغت فى قلب
صاحبها ... كمبلغ السهم بين القوس والوتر
والعبد ما دام ذا طرف
يقلبه ... فى أعين العين موقوف علي الخطر
يسر مقلته ماضر مهجته ...
لا مرحبا بسرور عاد بالضرر
“Setiap kejadian itu awalnya adalah dari pandangan
mata, dan kebanyakan api itu berasal dari percikan yang dianggap kecil,
Alangkah banyaknya pandangan mata yang sampai ke dalam
hati pemilik mata tadi bagaikan sampainya anak panah yng ada di antara busur
dan talinya,
Dan hamba itu selama dia sering melihat ke mata wanita
yang ini dan mata wanita yang itu dia itu berdiri di posisi yang berbahaya,
Dia gembira dengan perbuatan kecilnya tadi yang justru
membahayakan langkahnya. Tidak ada ucapan selamat datang bagi kegembiraan yang
mendatangkan bahaya.”
Dan
termasuk dari bahaya pandangan mata adalah: bahwasanya dia itu mewariskan
penyesalan, desah kegalauan dan terbakarnya hati. Sang hamba melihat sesuatu
yang dia tidak mampu untuk menguasainya dan tidak mampu bersabar darinya. Dan
ini termasuk siksaan yang paling besar: manakala engkau melihat sesuatu yang
engkau tidak mampu bersabar darinya atau dari sebagiannya, dan engkau tidak
menguasainya.”
(selesai dari “Al Jawabul Kafi”/hal. 106).
Maka hendaknya kita memahami hikmah di
balik larangan tadi, karena buahnya adalah ketentraman hati dan kebahagiaan
jiwa.
Sesungguhnya pergaulan bebas dengan
lawan jenis dengan cara yang harom itu berakibat amat buruk. Dan telah banyak
perkara-perkara memalukan disebabkan oleh pergaulan bebas tadi. Berikut ini
adalah surat yang ditulis oleh seorang wanita yang menjadi korban pergaulan
bebas di sela-sela kemajuan peradaban dan modernisasi pendidikan (menurut
istilah masyarakat):
أنا فتاة أبلغ من العمر 23
سنة أحمل مؤهلاً جامعياً في البلاغة والأدب، أكتب لأخواتي الفتيات تجربتي من ظلام
السجن الدامس وأجنحته الضيقة. فقصتي مؤلمة، وشكواي مبكية. فأنا أكتب وقلبي يتمزق
حسرةً وندماً مما أقدمت عليه يداي من خطأ وزلل. فقد وقعت ضحية الصديقة السيئة التي
أوقعتني في بحر الشهوة المتلاطم بالغفلة والبعد عن طاعة الله. فأنا قصة تنطق
بالحسرة والألم يوم أن سايرت رفيقات السوء اللواتي أسقطوني في براثن شياطين الإنس
الداعين للغرق في بحر الرذيلة ومستنقع الخطيئة. وحصل ذلك على حين غفلة من والداي
فقد كان أبي غافلاً منشغلاً بأعماله التجارية وصداقاته التي لا تنتهي، وأمي بعيدة
كل البعد عني ولا يعنيها شيء من شأني، ولا تهمها قضيتي حتى الابتسامة الصادقة.
وبالكلمة الحانية بخلت بها، ولكن قدر الله وما شاء فعل.
أنا فتاة لا أحب الأوامر
والقيود، ولهذا عشت آخر أيامي الجامعية حياة مليئة بالمغامرات والمفاجآت التي
أوردتني المآسي والأحزان. فمن يصدق أن أتعرف على شباب أجانب عني، وأحمل في مفكرتي
الخاصة أرقام هواتف جوالاتهم مع أني طالبة مجدة ومتفوقة في حفظ نصوص الأدب؟
وكثيراً ما أشغل نفسي بالحفظ لكن وبعد التعارف والترقيم فقدت ما حفظته واهتزت صورة
التركيز لدي. ومن هنا سال قلمي بالصفحات دون توقف وبالأحاسيس دون أن يجف وبالقصص
التي لا تنتهي !!
لا أطيل يا شيخ .... تعرفت
على مجموعة شباب عن طريق صديقتي كما ذكرت، وكانت في البداية مرحلة تسلية وقضاء
الوقت، لكن وبمرور الأيام والوقت وتعوّدي على التلاعب بمشاعر الشباب بصوتي الناعم
وحسن إتقاني لاختيار العبارات بحكم ما أحمله من تخصص لغوي ليتطور الأمر إلى ما هو
أكبر وأبعد من التعرف إلى اللقاء الجماعي مع الشباب والفتيات. وقد هالني جداً الترتيب
والتنظيم لذلك ولا أخفيك يا شيخ أن الخوف والقلق يحيط بي من كل حدب وصوب، لكن هي
البداية التي قتلت فيها نفسي ولك أن تتخيل حالتي تحت فقدان التوجيه من الوالدين
حتى فرحة نجاحي وتخرجي من الجامعة أقمتها مع شلتي الحقيرة، فقد كنت أحس وأظن بأنني
محبوبة بينهم. فأنا الخامسة بين أربع فتيات وأربعة شباب وكانوا حريصين جداً على
حضوري في أيام الاجتماع الشهري، لكن ساءت حالتي واسودت الدنيا في وجهي بعد أن وقعت
في جريمة الزنا تحت ضغط الشهوة وعنفوان الشباب وضعف الإيمان وقلة التوجيه.
ولما رجعت للمنزل بكيت
وحافظت على الصلاة وقررت مقاطعة الشلة بأكملهم، وهنا كانت الدواعي والأسباب فاتصلت
بي صديقتي تخبرني باشتياق الشلة لي وأنهم فقدوها وكانت تسألني عن سبب انقطاعي
ولماذا ؟؟ فلم أخبرها بشيء حتى ضعفت أمام الماضي وتذكر ما حصل، فطلبت مني صديقتي
الحضور للحفلة القادمة وفقط لأنها ستتزوج بعدها، فسألتها عن حضور الشباب فقالت لي
: لا ومستحيل جداً، بل هو مقصور على البنات والمتخرجات من الجامعة. فوافقت وحضرت
تلبية لرغبتها وبعد ساعة تقريباً إذ بالشباب يحضرون، فرفضت الجلوس وقررت المغادرة
وعلى وجه السرعة، لكن وتحت نظرات الشاب وضحكته وإشاراته ضعفت لا سيما بعد أن طلب
مني الجلوس ولو لدقائق، فوافقت تحت ذكرى الماضي !!
يا الله !!.. أصوات في
الخارج تطالب بالاستسلام وعدم الخروج والمقاومة مع أصوات سيارات الأمن ليدخل رجال
الأمن، وقبضوا علينا جميعاً، وحكم علي القاضي بالسجن 3 أشهر مقابل اندفاعي وراء
الشهوات والتلذذ بالمغامرات وهتك المحرمات على حساب الدين والعرض، فلقد ألقيت
بشرفي مهاوي الردى وأكثر ما يكون ذلك بطوعي واختياري سامحني الله.
لقد خدعني الشباب بوعودهم
البرّاقة وكلامهم المعسول ورومانسيتهم الكاذبة وهذه رسالة أكتبها بدمعي ودمي من
جراء الانسياق خلف المغامرات الشبابية، وأن حسرتها أقسى من نشوة لذتها غفر الله لي
. وعجل بالفرج والخروج من السجن إنه سميع مجيب !!!! انتهى النقل.
“Aku adalah seorang wanita muda berusia
23 tahun, aku membawa gelar keahlian university dalam bidang balaghoh dan
sastra. Aku menulis untuk para saudariku akan pengalamanku di dalam
gelap-gulitanya penjara dan bilik airnya yang sempit. Kisahku menyakitkan,
keluhanku membuat tangisan. Aku menulis ini dalam keadaan hatinya terobek-robek
oleh penyesalan dan kekesalan disebabkan oleh kekeliruan dan ketergelinciran
yang diperbuat oleh tanganku sendiri. Aku telah menjadi korban sahabat yang
buruk yang menerumuskan diriku ke dalam lautan syahwat yang penuh dengan
gelombang kelalaian dan jauh dari ketaatan pada Alloh.
Kisahku terucap dengan penyesalan dan
rasa sakit pada hari di mana aku berjalan bersama para sahabat perempuan yang
buruk yang menjerumuskan diriku ke dalam cakar-cakar setan manusia yang
mengajak untuk tenggelam ke dalam lautan kehinaan dan longkang kesalahan. Dan
hal itu terjadi manakala kedua orang tuaku lalai. Ayahku lalai dan sibuk dengan
perniagaannya dan hubungan persahabatannya yang tidak pernah selesai. Dan ibuku
amat jauh dariku, dan dia tidak peduli akan urusanku sedikitpun, dia tidak
memperhatikan urusanku sampai bahkan masalah senyuman yang jujur dan perkataan
sayang yang dia pelit untuk mengucapkannya. Akan tetapi hal itu telah
ditetapkan oleh Alloh, dan apa yang Dia inginkan pastilah terjadi.
Aku adalah wanita muda yang tidak
menyukai komando dan belenggu. Oleh karena itulah aku hidup di akhir masa
belajarku di university dengan kehidupan yang penuh dengan perkara-perkara yang
menenggelamkan dan mengejutkan, yang memasukkan diriku ke dalam penyesalan
besar dan banyaknya kesedihan. Siapakah yang mempercayai bahwasanya aku berkenalan
dengan para pemuda yang bukan mahrom bagiku? Aku membawa dalam note bookku
nombor-nombor telpon mereka padahal aku adalah pelajar yang rajin yang menonjol
dalam hapalan nash-nash adab? Aku amat sibuk menghapal, tapi setelah aku
berkenalan dan mencatat nombor-nombor telpon para pemuda, aku mulai kehilangan
hapalanku, dan konsentrasiku goncang. Dan dari sinilah tinta penaku mengalir di
lembaran-lembaran tanpa berhenti, dan dengan penuh perasaan tanpa mengering,
dan dengan kisah tanpa akhir.
Aku tidak berpanjang-panjang wahai
Syaikh, aku berkenalan dengan sekelompok pemuda melalui perantaraan sahabat
perempuanku sebagaimana yang telah aku sebutkan. Pada awalnya adalah tahapan
refreshing dan menghabiskan waktu saja. Akan tetapi seiring dengan perjalanan hari
dan pergantian waktu serta terbiasanya aku untuk bermain-main dengan perasaan
para pemuda dengan suaraku yang indah dan bagusnya kemantapanku dalam memilih
ungkapan karena aku memang mengambil bidang khusus bahasa, agar hubungan ini
meningkat menjadi lebih besar dan lebih jauh daripada sekedar perkenalan,
menuju kepada perjumpaan umum pemuda dan pemudi. Aku sebenarnya amat ketakutan
dengan urut-urutan dan teraturnya kejadian itu. Aku tidak merahasiakan padamu
wahai Syaikh bahwasanya rasa takut dan resah itu meliputi diriku dari segala
arah dan penjuru. Akan tetapi dia itu adalah permulaan yang jiwaku terbunuh di
dalamnya. Silakan mengkhayalkan kondisiku saat kehilangan pengarahan dari orang
tua, sampai bahkan hari kegembiraan kejayaanku dan kelulusanku dari university
aku selenggarakan bersama kelompokku yang hina itu. Sungguh aku dulu merasa dan
menduga bahwasanya aku dicintai di tengah-tengah mereka. Aku adalah gadis
kelima di antara empat pemudi dan empat pemuda. Mereka amat bersemangat akan
kehadiran diriku dalam pertemuan bulanan. Akan tetapi kondisiku memburuk dan
dunia menjadi gelap-gulita di hadapanku setelah aku terjatuh dalam jenayah
perzinaan di bawah tekanan syahwat dan mekarnya masa muda serta lemahnya
keimanan dan sedikitnya pengarahan.
Ketika aku pulang ke rumah, aku
menangis, dan aku rajin menjaga sholat, dan aku berketetapan untuk memutuskan
hubungan dengan seluruh anggota kelompok tadi. Dan di situlah terjadi
panggilan-panggilan dan hubungan lagi. Sahabat perempuanku menelponku dan mengabariku
bahwasanya kelompok tadi merindukan diriku, dan bahwasanya mereka kehilangan
diriku. Dia sering bertanya kepadaku apa sebab aku putus hubungan dengan
mereka? Dan kenapa? Aku tidak mengabarinya dengan sesuatu apapun, sampai aku
melemah kembali di hadapan kenangan masa lalu dan memoriku terhadap apa yang
pernah terjadi. Lalu sahabat perempuanku tadi memintaku untuk menghadiri
perayaan yang akan datang, itu saja, karena dia akan menikah setelah itu. Lalu
aku bertanya padanya apakah para pemuda itu akan hadir? Maka dia menjawab:
“Tidak, itu sangat mustahil. Yang hadir hanyalah anak-anak perempuan dan para
wanita lulusan university saja.” Maka aku menyepakati untuk menghadiri. Dan aku
memenuhi permintaan dan keeinginannya tadi. Satu jam kemudian ternyata para
pemuda itu hadir. Maka aku menolak untuk duduk, dan aku menetapkan untuk
meninggalkan pertemuan dengan cepat. Akan tetapi di bawah pandangan mata pemuda
tadi dan tertawanya serta isyaratnya aku melemh, terutama setelah dia memintaku
untuk duduk meskipun beberapa menit saja. Maka aku menyetujui itu di bawah
kenangan masa lalu.
Ya Alloh!! Terdengar suara-suara dari
luar menuntut kami untuk menyerah dan tidak keluar ataupun melawan, disertai
dengan suara-suara sirine kereta polis agar pasukan keamanan masuk ke dalam.
Dan mereka menangkap kami semua dan hakim menghukumku masuk ke dalam penjara
selama tiga bulan sebagai hukuman atas terseretnya aku ke belakang syahwat dan
kelezatan yang menenggelamkan dan dilanggarnya keharoman-keharoman dengan
bayaran agama dan kehormatan. Sungguh aku telah melemparkan kemuliaanku ke
dalam hinanya kerendahan. Dan kebanyakannya itu terjadi dengan suka rela dan
pilihanku sendiri. Semoga Alloh memaafkan diriku.
Sungguh para pemuda telah menipu diriku
dengan janji-janji yang mengkilat dan ucapan mereka yang semanis madu, serta
keromantisan mereka yang dusta.
Dan surat ini aku tulis dengan air
mataku dan darahku yang mengalir disebabku oleh terseretnya aku di belakang
gelombang masa muda, dan bahwasanya penyesalannya itu lebih keras daripada
manisnya keledzatannya. Semoga Alloh mengampuniku. Dan semoga Alloh segera
mengeluarkan aku dari penjara ini. Sesungguhnya Dia Maha mendengar lagi Maha
Mengabulkan doa.” Selesai penukilan.
Maka bersyukurlah para hamba yang
memiliki orang tua yang taat agama dan penuh perhatian pada keselamatan
anaknya, sebelum terjadi perkara yang mendatangkan penyesalan sepanjang hayat.
Kita
cukupkan sampai di sini, dan hendaknya kita berbesar hati, bahwasanya semakin kita
bertekad untuk mengikuti jalan Alloh dan berusaha istiqomah di atasnya, maka
semakin banyak pertolongan dan curahan kasih sayang dari Robb kita. Alloh
ta'ala berfirman:
وَالَّذِينَ
جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ الله لَمَعَ الْمُحْسِنِين
[العنكبوت/69]
"Dan
orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari jalan Kami, pastilah kami akan
menunjuki mereka jalan-jalan keridhoan Kami. Dan sungguh Alloh bersama
orang-orang yang berbuat kebaikan." (QS. Al 'Ankabut: 69).
والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين
Malaysia, 18 Dzul Hijjah 1436 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar