Hukum Cincin Besi
dan Batu Akik
Ditulis
dan diterjemahkan Oleh:
Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Jawiy
Al Indonesiy –semoga Alloh memaafkannya-
بسم الله
الرحمن الرحيم
Pembukaan
الحمد لله وأشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا عبده
ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وسلم أما بعد:
Telah datang surat dari
seorang ikhwah yang berisi pertanyaan kepada saya yang initinya adalah
menanyakan apa hukum memakai cincin besi dan batu akik?
Maka
dengan memohon pertolongan pada Alloh saya menjawab sebagai berikut:
Al
Imam Ahmad dalam “Musnad” beliau (6518) dan Al Bukhoriy dalam “Al Adabul
Mufrod” (1021) meriwayatkan dari jalur Muhammad bin ‘Ajlan dari Amr bin Syu’aib
dari ayahnya: dari kakeknya:
أن النبي صلى الله عليه وسلم
رأى على بعض أصحابه خاتما من ذهب، فأعرض عنه، فألقاه واتخذ خاتما من حديد، فقال: «هذا
شر، هذا حلية أهل النار»، فألقاه، فاتخذ خاتما من ورق، فسكت عنه.
“Bahwasanya Nabi shollallohu ‘alaihi
wasallam melihat ada cincin dari emas di jari sebagian shohabat beliau. Maka
beliau berpaling darinya. Maka orang tadi melemparkan cincinnya. Lalu dia
memakai cincin dari besi. Maka beliau bersabda: “Ini lebih jelek. Ini adalah
perhiasan penduduk neraka.” Maka orang itu melemparkan cincin tersebut. Lalu ia
memakai cincin dari perak. Maka beliau diam.”
Muhammad bin ‘Ajlan
itu shoduq, dan Amr bin Syu’aib juga shoduq. Maka sanad hadits ini hasan.
Hadits Abdulloh
bin Amr ibnul ‘Ash diriwayatkan juga oleh Al Imam Ahmad dalam “Musnad” beliau
(6977) dari jalur Abdulloh bin Mu’ammal, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari Abdulloh
bin Amr ibnul ‘Ash.
Tapi Abdulloh bin
Mu’ammal bin Wahbillah Al Qurosyiy itu munkarul hadits. (lihat “Tahdzibut
Tahdzib”/6/hal. 46).
Maka tidak pantas
untuk menjadi pendukung.
Dan hadits bab
ini memiliki pendukung:
Dari hadits
Buroidah ibnul Hushoib rodhiyallohu ‘anh:
Diriwayatkan oleh
Abu Dawud (4223) dan At Tirmidziy (1785) dan Ibnu Hbban dalam “Shohih” (5488)
melalui jalur Zaid ibnul Hubab dari Abdulloh bin Muslim Abu Thoibah, dari
Abdulloh bin Buroidah, dari Ayahnya yang berkata:
جاء رجل إلى النبي صلى الله
عليه وسلم وعليه خاتم من حديد، فقال: «ما لي أرى عليك حلية أهل النار» فطرحه، ثم جاء
وعليه خاتم من شبه، فقال: «ما لي أجد منك ريح الأصنام» فقال: يا رسول الله، من أي شيء
أتخذه؟ قال: «من ورق، ولا تتمه مثقالاً».
“Seseorang datang kepada Nabi shollallohu
‘alaihi wasallam dalam keadaan memakai cincin dari besi. Maka beliau bersabda:
“Kenapa aku melihat engkau memakai perhiasan penduduk neraka?” maka dia
melemparkannya. Lalu dia datang kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam dalam
keadaan memakai cincin dari kuningan. Maka beliau bersabda: “Kenapa aku
mendapati darimu aroma patung-patung?” maka dia bertanya: “Wahai Rosululloh,
dari bahan apakah saya boleh memakainya?” beliau bersabda: “Dari perak, dan
jangan engkau menyempurnakannya hingga mencapai ukuran satu biji.”
Di
dalam sanad mereka ada Abdulloh bin Muslim As Sulamiy Abu Thoibah. AbuHatim
berkata: “Dia boleh ditulis haditsnya dan jangan menjadi hujjah.” Disebutkan
oleh Ibnu Hibban dan “Ats Tsiqot” dan berkata: “Dia sering keliru dan diselisihi
oleh yang lain.” Dan dia menyendiri dalam meriwayatkan dari Abdulloh bin
Buroidah, dari Ayahnya tentang hadits cincin. (lihat “Tahdzibut Tahdzib”/6/hal.
30).
Maka
hadits bab dengan jalur-jalurnya menjadi JAYYID.
Dan
hadits ini menunjukkan dilarangnya memakai cincin dari besi.
Abu
Sulaiman Al Khoththobiy rohimahulloh berkata: “Adapun besi, maka dikatakan
bahwasanya dia dibenci karena bau busuknya. Dan dikatakan: makna “perhiasan
penduduk neraka” adalah: bahwasanya dia itu adalah gaya sebagian orang-orang
kafir, dan mereka adalah penduduk neraka. Wallohu a’lam.” (“Ma’alimus
Sunan”/4/hal. 214).
Al
Imam Ibnu Muflih rohimahulloh berkata: “Maka hadits ini menunjukkan
pengharoman.” (“Al Furu’ Wa Tashhihul Furu’”/karya Al Mardawiy/4/hal. 165).
Fadhilatu
Syaikhina Yahya Al Hajuriy hafizhohulloh berkata: “Apa hukum memakai cincin
besi dan tembaga untuk lelaki?”
Beliau
menjawab: “Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata: “Tidaklah dinamakan cincin
kecuali jika dia itu punya mata. Jika tidak, maka dia itu adalah FATKHOH, yaitu
gelang.” Selama dia tadi terbuat dari besi atau kuningan, maka hendaknya
dijauhi, sama saja dia itu cincin ataukah gelang.”
(selesai dari
“Syadzarot Min Awailid Durusil ‘Ammah”).
Ada hadits yang lain:
Diriwayatkan oleh Abu Dawud (4224)
dan An Nasaiy (5205) dari jalum Iyas ibnul Harits bin Mu’aiqib, dari kakeknya
yang berkata:
«كان خاتم النبي صلى الله عليه وسلم من حديد ملوي
عليه فضة» ، قال: فربما كان في يده، قال: «وكان المعيقيب على خاتم النبي صلى الله عليه
وسلم».
“Dulu cincin Nabi
shollallohu ‘alaihi wasallam adalah dari besi yang dikelilingi oleh perak.”
Terkadang cincin tadi ada di tangannya. Dan dulu Mu’aiqib mengurusi cincin Nabi
shollallohu ‘alaihi wasallam.”
Di dalam sanadnya ada Iyas ibnul
Harits bin Mu’aiqib. Yang meriwayatkan darinya hanya satu, dan tak ada ulama
terpandang yang mentsiqohkannya.
Maka hadits ini lemah.
Andaikata shohih, niscaya ucapan Al
Baihaqiy berikut ini bagus.
Beliau rohimahulloh berkata: “Dan
ini dikarenakan perak yang mengelilinginya menyebabkan tidak didapatkannya bau
besi sehingga kemakruhannya hilang dengan itu.” (“Syu’abul Iman”/8/hal. 358).
Dan ada hadits lain yang lebih
shohih daripada hadits-hadits di atas:
Dari Sahl bin Sa’d رضي الله عنهما yang berkata: “Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda pada
orang yang ingin menikah tapi tak punya apa-apa:
«التمس ولو خاتم من حديد».
“Carilah,
sekalipun cincin dari besi.” (HR. Al Bukhoriy (2571) dan Muslim (1425)).
Al Imam Ibnu Abdil Barr rohimahulloh
berkata: “Dan di dalam hadits ini ada dalil tentang bolehnya memakai cincin
dari besi. Dan para ulama telah berselisih pendapat tentang bolehnya memakai
cincin besi. Sekelompok ulama membencinya. Di antara mereka adalah Abdulloh bin
Mas’ud dan Ibnu Umar. Ibnu Umar berkata: Telapak tangan yang di dalamnya ada
cincin dari besi itu tidak suci.” (“Al Istidzkar”/5/hal. 414).
Al Imam Al Baghowiy rohimahulloh
berkata: “Sebagian ulama membenci cincin besi, karena hadits yang diriwayatkan
dari Buroidah: bahwasanya Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam berkata pada orang
yang memakai cincin dari besi: “Kenapa aku melihat engkau memakai perhiasan
penduduk neraka?” maka dia melemparkannya. Lalu beliau bersabda: “Bikinlah dari
perak, dan jangan engkau menyempurnakannya hingga mencapai ukuran satu biji.”
Dan sekelompok ulama yang lain memberikan
keringanan berdasarkan hadits Sahl bin S’ad tentang mahar:
«التمس ولو خاتم من حديد».
“Carilah, sekalipun cincin dari besi.”
Dan ini adalah hadits shohih.”
(“Syarhus Sunnah”/Al Baghowiy/12/hal. 59).
Al
Imam An Nawawiy rohimahulloh berkata: “Dan di dalam hadits ini ada dalil
tentang bolehnya memakai cincin besi. Dalam masalah ini ada perselisihan di
kalangan Salaf, dinukilkan oleh Al Qodhi. Dan para sahabat kami punya di
pendapat tentang kemakruhannya. Dan yang paling benar adalah: itu tidak makruh,
karena hadits yang melarangnya adalah lemah.” (“Al Minhaj”/9/hal. 213).
Akan
tetapi hadits yang melarang memakai cincin besi itu JAYYID, sebagaimana telah
lewat penjelasannya.
Maka
bagaimana menggabungkan hadits yang melarang dengan hadits yang membolehkan?
Sebagian
ulama berpendapat bahwasanya dalil yang melarang tadi lebih kuat daripada dalil
yang membolehkan, karena dalil yang membolehkan tadi tidak terang-terangan
menyebutkan bolehnya memakai cincin besi, karena bisa jadi Nabi shollallohu
‘alaihi wasallam hanyalah membolehkan memanfaatkan harga dari cincin besi tadi (dijual
untuk dileburkan dan sebagainya).
Al
Hafizh Ibu Hajar rohimahulloh berkata: “Hadits tadi dipakai sebagai dalil
tentang bolehnya memakai cincin besi. Tapi tak ada hujjah di situ karena
bolehnya mengambil cincin besi tadi tidak mengharuskan bolehnya untuk dipakai,
karena bisa jadi Nabi menginginkan adanya cincin tadi agar wanita tadi
memanfaatkan harga cincin tadi.” (“Fathul Bari”/10/hal. 323).
Sebagian
ulama yang lain berpendapat bahwasanya hadits yang melarang memakai cincin besi
itu lemah, atau tidak kuat untuk berhadapan dengan hadits yang membolehkan.
Al
Imam Ibnu Baz rohimahulloh berkata: “Maka hadits (Sahl bin Sa’d) ini
menunjukkan akan bolehnyamemakai cincin dari besi. Adapun hadits yang di
dalamnya berisi bahwasanya Nabi melihat ada orang memakai cincin dari besi,
lalu beliau bersabda: : “Kenapa aku melihat engkau memakai
perhiasan penduduk neraka?” dan beliau bersabda pada orang lain yang memakai
cincin dari kuningan. Maka beliau bersabda: “Kenapa aku mendapati darimu aroma
patung-patung?”, maka hadits ini lemah, menyendiri, menyelisihi hadits-hadits
yang shohih.” (“Fatawa Nur ‘Alad Darb Li Ibni Baz”/disusun oleh Asy
Syuwai’ir/7/hal. 290).
Al Imam Ibnu ‘Utsaimin rohimahulloh
berkata: “Dan yang kuat menurutku adalah: bolehnya berhias dengan besi dan
selainnya, kecuali emas, dan bahwasanya perbuatan tadi tidak makruh.” (“Asy
Syarhul Mumti’”/6/hal. 125).
Dan al Imam Al Baihaqiy rohimahulloh
berpendapat bahwasanya larangan tadi adalah makruh yang tidak sampai kepada
harom.
Beliau berkata:
“Dan ini larangan ini menyerupai alur TANZIH (pensucian diri dari perbuatan
tadi). Maka Nabi membenci cincin dari bahan kuningan karena patung-patung
dibikin dari bahan tadi. Dan beliau membenci cincin dari bahan besi karena
aroma busuknya, dan karena dia adalah gaya sebagian orang kafir yang mana
mereka adalah penduduk neraka. Maka dalam hadits shohih, dari Sahl bin Sa’d رضي الله عنهما yang berkata: “Nabi shollallohu ‘alaihi
wasallam bersabda pada orang yang ingin beliau nikahkan:
«التمس ولو خاتم من حديد».
“Carilah,
sekalipun cincin dari besi.” (HR. Al Bukhoriy (2571) dan Muslim (1425)).
Dan
diriwayatkan bahwasanya Nabi punya cincin dari besi yang dikelilingi oleh perak, dan perak yang mengelilinginya menyebabkan
tidak didapatkannya bau besi sehingga kemakruhannya hilang dengan itu.” (“Al
Adab”/hal. 221).
Dan Ibnu Hajar rohimahulloh
berpendapat bahwasanya yang terlarang adalah cincin besi dari besi murni (tidak
bercampur dengan yang lain).
Ibnu Hajar rohimahulloh berkata:
“Jika hadits tadi terjaga, maka larangan tadi dibawa kepada jenis besi yang
murni.” (“Fathul Bari”/10/hal. 323).
Maka selama hadits tadi memang
derajatnya JAYYID, sementara hadits yang membolehkan tadi memang bisa menerima
penakwilan, seharusnya kita menjauhi pemakaian cincin dari besi agar tidak
terjatuh pada perkara yang dibenci oleh Alloh, lebih-lebih Nabi shollallohu
‘alaihi wasallam telah menjadikan dia sebagai perhiasan penduduk neraka.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rohimahulloh setelah membantah orang yang memakai perhiasan dari besi sebagai
suatu ibadah, beliau berkata: “Dan memakai cincin dari besi bukan dengan niat
beribadah itu dibenci oleh sebagian ulama, berdasarkan hadits yang diriwayatkan
tentang masalah tadi, yaitu: bahwasanya Nabi melihat ada orang memakai cincin dari
besi, lalu beliau bersabda: : “Kenapa aku
melihat engkau memakai perhiasan penduduk neraka?” Dan Alloh ta’ala telah
mensifati penduduk neraka bahwasanya di leher-leher mereka ada
belenggu-belenggu. Maka menyerupakan diri dengan penduduk neraka adalah
termasuk dari kemunkaran-kemunkaran.” (“Majmu’ul Fatawa”/11/hal. 449).
Kemudian larangan ini mencakup pria
dan wanita, sebagaimana keumuman lafazhnya dan karena alasan pelarangannya itu
juga mencakup larangan menyerupai penduduk neraka, lelaki dan perempuan.
Al Imam Ibnu Muflih Al Hanbaliy
rohimahulloh berkata: “Dan dibenci untuk pria dan wanita: cincin besi, kuningan
dan timah hitam. Ini ketetapan Al Imam Ahmad yang diriwayatkan oleh Ishaq dan seluruh
murid beliau. Dan Muhanna menukilkan: “Aku benci cincin besi, karena dia itu
adalah perhiasan penduduk neraka.”.” (“Al Adabusy Syar’iyyah”/Ibnu
Muflih/3/hal. 532).
Al Imam Ibnu Rojab Al Hanbaliy
rohimahulloh berkata: “Menurut kebanyakan sahabat kami, dan lahiriyyah dari
ucapan Ibnu Abi Musa: itu adalah diharomkan terhadap pria dan wanita.”
(sebagaimana dalam “Al Inshof”/Al Mardawiy/3/hal. 146).
Adapun jika besinya tadi sedikit
saja sebagai campuran dalam cincin tadi dan tidak dominan, maka tidak apa-apa
insya Alloh, karena hukum itu dibangun di atas sesuatu yang zhohir, sementara
dia sekarang tidak nampak. Dan hukum itu dibangun di atas sesuatu yang dominan,
sementara besi itu sekarang tidak dominan.
Al Imam Ibnu Abdil Barr Al Andalusiy
rohimahulloh berkata: “Dan para ulama telah bersepakat bahwasanya hukum-hukum
di dunia itu dibangun di atas zhohir, dan bahwasanya yang rahasia-rahasia itu
diserahkan kepada Alloh ‘Azza wajalla.” (“At Tamhid”/10/hal. 157).
Al Qorofiy rohimahulloh berkata:
“Dan syariat itu hanyalah dibangun hukum-hukumnya di atas sesuatu yang
dominan.” (“Anwarul Buruq Fi Anwa’il Furuq”/7/hal. 460).
Adapun pertanyaan: Apa hukum memakai
cincin yang punya mata dari akik dan batu mulia yang lain?
Jawabnya dengan memohon pertolongan
pada Alloh, adalah sebagai berikut: asal dari sebagai sesuatu dari barang-barang
di dunia ini adalah halal sampai adanya dalil pasti yang melarangnya. Alloh
ta’ala berfirman:
{ هُوَ الَّذِي
خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا } [البقرة: 29].
“Dialah yang
menciptakan untuk kalian apa saja yang ada di bumi semuanya.”
Dan Alloh subhanah berfirman:
{ قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي
أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا
فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ
لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ } [الأعراف: 32].
“Katakanlah:
siapakah yang mengharomkan perhiasan Alloh yang Dia kelurkan untuk para hamba-Nya
dan rizqi-rizqi yang baik? Katakanlah: itu semua adalah untuk orang orang yang
beriman dalam kehidupan dunia, dan khusus untuk mereka pada hari Kiamat.
Demikianlah Alloh merincikan ayat-ayat untuk kaum yang mengetahui.”
Al Khozin rohimahulloh berkata:
“Asal dari seluruh benda adalah boleh, kecuali apa yang dilarang oleh Pembuat
syariat.” (“Lubabut Ta’wil Fi Ma’anit Tanzil”/2/hal. 194).
Dan Alloh subhanah berfirman:
{وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ} [الأنعام: 119].
“Dan Alloh telah
merincikan untuk kalian apa yang Dia haromkan pada kalian, kecuali apa yang
kalian terpaksa melakukannya.”
Al Qurthubiy rohimahulloh berkata: “Dan
Alloh telah merincikan” yaitu: menjelaskan pada kalian yang halal dari yang
harom, dan menghilangkan kerancuan dan keraguan dari kalian.” (“Al Jami’ Li
Ahkamil Qur’an”/7/hal. 73).
Dan ini menunjukkan bahwasanya
perkara-perkara yang harom itu telah dijelaskan pada kita, maka yang lain
adalah boleh, sampai datang dalil yang menunjukkan pengharomannya.
Jika demikian, maka memakai cincin
yang di situ ada salah satu dari batu mulian itu boleh bagi pria sebagaimana
dia itu boleh bagi wanita, selama tak ada dalil yang melarang.
Al Imam Asy Syafi’iy rohimahulloh
berkata: “Aku tidak membenci seorang lelaki memakai mutiara lu’lu’, kecuali
dari segi adab, dan karena hal itu adalah termasuk dari gaya para wanita (maka
aku membencinya untuk lelaki), bukan untuk mengharomkan. Dan aku tidak membenci
memakai permata yaqut ataupun permata zabarjad, kecuali dari sisi berlebihan
atau kesombongan.” (“Al Umm”/Asy Syafi’iy/1/hal. 254).
Ibnu Hazm rohimahulloh berkata: “Dan
para ulama bersepakat tentang bolehnya wanita berhiaskan dengan permata dan
yaqut. Dan mereka berselisih pendapat tentang itu untuk pria, kecuali dalam
masalah cincin, karena mereka bersepakat bahwasanya para lelaki boleh untuk
memakai cincin dari seluruh bebatuan, boleh dari yaqut dan yang lainnya. Dan mereka
bersepakat bahwasanya pria itu memakai cincin di kelingking.” (“Marotibul
Ijma’”/hal. 150).
Muhammad bin Faromurz Al Hanafiy
rohimahulloh berkata: “Kesimpulannya adalah: memakai cincin dari perak itu
halal bagi para lelaki, berdasarkan hadits. Dan harom jika terbuat dari emas,
besi dan kuningan, berdasarkan hadits. Dan yang terbuat dari batu itu halal,
menurut pilihan Al Imam Syamsul Aimmah dan Al Imam Qodhi Khon.” (“Durorul
Hukkam Syarh Ghororil Ahkam”/1/hal. 313).
Maka masuk dalam batu mulia yang dibolehkan
adalah batu yang dinamakan sebagai AKIK (عقيق).
Dan dia adalah batu merah (ataupun warna yang lainnya) yang dipergunakan
sebagai mata cincin. (lihat “Lisanul ‘Arob”/10/hal. 260).
Bahkan Ibnu Muflih berkata: “Dan
disunnahkan memakai cincin dengan akik, atau perak yang di bawah ukuran satu
mitzqol, di jari kelingking kanan atau kiri”. (“Al Adabusy Syar’iyyah”/3/hal.
531).
Satu mitsqol adalah: seberat satu
tiga per tujuh dirham. (“Al Mughni”/Ibnu Qudamah/1/hal. 174).
Satu mitsqol adalah: 4,25 gram.
(Hasyiyah “Asy Syarhil Mumti’”/1/hal. 38).
Akan tetapi hadits-hadits tentang
keutamaan cincin akik itu palsu.
Al Hafizh Muhammad bin Amr Al
‘Uqoiliy rohimahulloh berkata: “Dan tidak shohih dari Nabi shollallohu ‘alaihi
wasallam sedikitpun dalam masalah ini.” (“Adh Dhu’afaul Kabir”/Al
‘Uqoiliy/4/hal. 448).
Al Hasan bin Muhammad Ash Shoghoniy
rohimahulloh berkata: “Dan hadits-hadits yang meriwayatkan tentang memakai
cincin dari akik itu tidak shohih sedikitpun.” (“Al Maudhu’at”/Ash
Shoghoniy/hal. 28).
Al Hafizh Adz Dzahabiy rohimahulloh
berkata: Al Husain bin Ibrohim Al Babiy, dari Humaid Ath Thowil, dari Anas
dengan hadits palsu:
«تختموا
بالعقيق، فإنه ينفى الفقر، واليمين أحق بالزينة».
“Pakailah cincin
dari akik, karena sesungguhnya dia itu menghilangkan kemiskinan. Dan tangan
kanan itu lebih berhak dengan perhiasan.”
Si Husain ini tidak diketahui siapa
dia itu. Maka barangkali dia itulah yang memalsukan hadits ini.”
(selesai dari
“Mizanul I’tidal”/1/hal. 530).
Al ‘Ijluniy rohimahulloh berkata: “Dan
hadits-hadits yang meriwayatkan tentang memakai cincin dari akik itu tidak
shohih sedikitpun.” (“Kasyful Khofa’”/2/hal. 503).
Maka tak ada hadits shohih tentang
keutamaan memakai cincin dari akik. Berarti dia kembali pada hukum asalnya
yaitu: MUBAH (boleh).
Adapun orang yang memakai cincin
dari akik atau bahan lainnya demi mendapatkan kekuatan rahasia, atau menangkal
bencana, maka dia telah berbuat syirik.
Dari Qois ibnus Sakan Al Asadiy yang
berkata:
دخل عبد الله
بن مسعود، رضي الله عنه على امرأة فرأى عليها حرزاً من الحمرة فقطعه قطعاً عنيفاً
ثم قال: إن آل عبد الله عن الشرك أغنياء وقال: كان مما حفظنا عن النبي صلى الله
عليه وسلم: «أن الرقى، والتمائم، والتولية من الشرك».
“Abdulloh bin
Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu masuk menemui seorang wanita (dari keluarga beliau),
lalu dia melihat wanita itu memakai penangkal penyakit bengkak merah. Maka
beliau memutus tangkal tadi dengan kerasnya, lalu beliau berkata: “Sesungguhnya
keluarga Abdulloh tidak memerlukan kesyirikan.” Dan beliau berkata: “Termasuk
yang kami hapal dari Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam adalah: “Sesungguhnya
mantera-mantera, tangkal-tangkal, dan pengasihan adalah termasuk dari syirik.”
(HR. Al Hakim (17/hal. 363), Ath Thobroniy dalam “Al Kabir” (8/hal. 89) dan
dihasankan oleh Al Imam Al Wadi’iy dalam “Al Jami’ush Shohih” (3419)).
Dan dari ‘Uqbah bin ‘Amir Al Juhaniy
rodhiyallohu ‘anh:
أن رسول الله صلى
الله عليه وسلم أقبل إليه رهط، فبايع تسعة وأمسك عن واحد، فقالوا: يا رسول الله، بايعت
تسعة وتركت هذا؟ قال: «إن عليه تميمة» فأدخل يده فقطعها، فبايعه، وقال: «من
علق تميمة فقد أشرك».
“Bahwasanya
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam didatangi oleh sekelompok orang. Lalu
beliau membai’at sembilan orang dan meninggalkan satu orang. Maka mereka
bertanya: “Wahai Rosululloh, Anda membai’at sembilan orang dan meninggalkan
orang ini?” Beliau bersabda: “Sesungguhnya dia memakai tangkal.” Maka orang itu
memasukkan tangannya lalu memutuskan tangkal tadi. Lalu beliau membai’at orang
itu, dan beliau bersabda: “Barangsiapa menggantungkan tangkal, maka sungguh dia
telah berbuat syirik.” (HR. Ahmad (17422)/shohih).
والله تعالى أعلم بالصواب،
والحمد لله رب العالمين
Malaysia, 7 Romadhon 1436 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar