Mahkota
Keagungan
Bagi
Penjaga Kalamurrohman
Ditulis dan Diterjemahkan Oleh:
Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Jawiy
Al Indonesiy
عفا
الله عنه
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله وأشهد أن لا إله
إلا الله وأه محمدا عبده ورسوله، اللهم صل وسلم على محمد وعلى آله أجمعين، وأما
بعد:
Telah datang pertanyaan dari seorang
saudara yang mulia hafizhohulloh: Bagaimana tingkatan hadits bahwasanya orang
tua dari anak penghapal Al Qur’an akan dipakaikan mahkota di surga dan
keluarganya sebanyak tujuh turunan akan dijauhkan dari api neraka? Bagaimana
dengan orang tua yang anak-anaknya penghapal Al Qur’an akan tetapi dia ahlul
bid’ah atau bahkan sampai pelaku kesyirikan?
Maka dengan memohon pertolongan pada
Alloh, saya jawab sebagai berikut:
Hadits tersebut datang dari Buroidah
ibnul Hushoib rodhiyallohu ‘anh:
Diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad ibnu
Hanbal dalam Musnad beliau (22950) dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf beliau
(30045) dan Ad Darimiy dalam Sunan beliau (3434) dan yang lainnya yang berkata:
haddatsana Abu Nu’aim: haddatsana Busyair ibnul Muhajir: haddatsani Abdulloh
bin Buroidah, ‘an abihi yang berkata:
كنت
جالسا عند النبي صلى الله عليه وسلم فسمعته يقول: «تعلموا سورة البقرة؛ فإن
أخذها بركة وتركها حسرة، ولا يستطيعها البطلة». قال: ثم سكت ساعة، ثم قال: «تعلموا
سورة البقرة، وآل عمران؛ فإنهما الزهراوان يظلان صاحبهما يوم القيامة كأنهما
غمامتان أو غيايتان أو فرقان من طير صواف، وإن القرآن يلقى صاحبه يوم القيامة حين
ينشق عنه قبره كالرجل الشاحب. فيقول له: هل تعرفني؟ فيقول: ما أعرفك فيقول: أنا
صاحبك القرآن الذي أظمأتك في الهواجر وأسهرت ليلك، وإن كل تاجر من وراء تجارته،
وإنك اليوم من وراء كل تجارة فيعطى الملك بيمينه، والخلد بشماله، ويوضع على رأسه
تاج الوقار، ويكسى والداه حلتين لا يقوم لهما أهل الدنيا فيقولان: بم كسينا هذا ؟
فيقال: بأخذ ولدكما القرآن. ثم يقال له: اقرأ واصعد في درج الجنة وغرفها، فهو في
صعود ما دام يقرأ، هذا كان، أو ترتيلاً».
“Saya pernah
duduk di sisi Nabi shollallohu ‘alaihi waalihi wasallam, lalu saya mendengar
beliau bersabda: “Pelajarilah surat Al Baqoroh, karena mengambilnya adalah
barokah, meninggalkannya adalah menjadi penyesalan, dan hal itu tidak bisa
dilakukan oleh batholah (para penyihir).” Lalu beliau diam sesaat. Kemudian
beliau bersabda: “Pelajarilah surat Al Baqoroh dan Ali Imron, karena keduanya
adalah bagaikan dua bunga yang menaungi sahabatnya (penjaganya yang rajin membaca dan mengamalkannya) di hari Kiamat,
seakan-akan keduanya adalah dua awan atau dua kelompok burung yang tengah
berbaris. Dan sesungguhnya Al Qur’an itu akan menjumpai sahabatnya para hari
Kiamat ketika kuburannya terbelah untuknya, bagaikan orang tadi pucat ketakutan.
Maka Al Qur’an berkata padanya: “Apakah engkau tahu siapa aku?” Dia berkata:
Aku tidak mengenalmu.” Maka dia berkata: “Aku adalah sahabatmu, Al Qur’an, yang
membikin engkau dahaga di siang hari, dan membikin engkau tidak tidur di malam
hari. Dan sesungguhnya setiap pedagang ada di belakang dagangannya. Dan
sesungguhnya engkau pada hari ini ada di belakang seluruh jenis dagangan.” Maka
dia diberi kekuasaan di tangan kanannya, diberi kekekalan di tangan kirinya,
dan diletakkan di atas kepalanya makota keagungan/kewibawaan. Dan kedua orang
tuanya diberi dua pasang pakaian yang tidak sanggup dipikul oleh seluruh
penduduk dunia. Maka keduanya bertanya: “Dengan sebab apa kami diberi pakaian
dengan ini?” Dijawab: “Dengan sebab anakmu mengambil (menghapal) Al Qur’an.”
Lalu dikatakan padanya (sang anak): “Bacalah, dan naiklah ke
tingkatan-tingkatan Jannah dan kamar-kamarnya.” Maka dia terus-menerus naik
selama dia membaca Al Qur’an dengan cepat ataupun dengan pelan-pelan.”
Para perowi hadits ini tsiqot dan
terkenal, kecuali Busyair bin Muhajir. Dia adalah Al Ghonawiy Al Kufiy.
Al Atsrom menukilkan dari Al Imam
Ahmad tentang orang itu: “Dia itu munkarul hadits. Aku telah menilai
hadits-haditsnya, ternyata dia mendatangkan keanehan.”
Ibnu Ma’in
berkata: “Dia tsiqoh.”
Abu Hatim Ar
Roziy berkata: “Dia boleh ditulis haditsnya, tapi tidak boleh menjadi hujjah.”
Al Bukhoriy
berkata: “Di sebagian haditsnya, dia menyelisihi (yaitu: menyelisihi para
tsiqot).”
An Nasaiy
berkata: “Laisa bihi ba’s (tidak apa-apa dengannya/tidak lemah sekali, bisa
dihasankan).”
Ibnu Adi berkata:
“Dia meriwayatkan beberapa hadits yang tiada pendukungnya. Dan dia boleh
ditulis haditsnya, sekalipun ada beberapa kelemahan.”
(rujuk “Tahdzibut
Tahdzib”/1/hal. 467-469).
Dia boleh untuk syawahid (pendukung),
kecuali hadits-hadits yang ditetapkan oleh para ulama bahwasanya hal itu bagian
dari kemunkarannya.
Dan hadits tadi punya pendukung dari
hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anh:
Diriwayatkan oleh Al Imam Ath
Thobroniy dalam “Al Ausath” (5764), Abu Bakr Ad Dainuriy dalam “Al Mujalasah”
(2189) dari jalur Syarik: ‘an Abdillah bin Isa: ‘an Yahya bin Abi Katsir: ‘an
Abi Salamah: ‘an Abi Huroiroh rodhiyallohu ‘anh:
أن
رسول الله صلى الله عليه وسلم ذكر القرآن وصاحبه يوم القيامة؛ فقال: «يعطى
الملك بيمينه والخلد بشماله، ويوضع على رأسه تاج الوقار».
“Bahwasanya
Rosululloh shollallohu ‘alaihi waalihi wasallam pernah menyebutkan Al Qur’an
dan para sahabat Al Qur'an pada hari Kiamat, lalu beliau bersabda: “Dia akan diberi
kekuasaan dengan tangan kanannya, dan kekekalan dengan tangan kirinya, dan
diletakkan di atas kepalanya makota kewibawaan.”
Syarik ini adalah bin Abdillah An
Nakho’iy, hapalannya jelek, bisa untuk pendukung.
Datang juga hadits tentang masalah
ini dari riwayat Mu’adz bin Anas Al Juhaniy rodhiyallohu ‘anh:
Diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad
dalam Musnad beliau (15645), Abu Dawud dalam Sunan beliau (2465), Abu Ya’la
dalam Musnad beliau (1493), dan Ath Thobroniy dalam “Al Kabir” (445) dari jalur
Zabban bin Faid: ‘an Sahl bin Mu’adz Al Juhaniy ‘an abihi:
أن رسول
الله صلى الله عليه وسلم قال: «من قرأ القرآن وعمل بما فيه، ألبس والداه تاجا
يوم القيامة، ضوءه أحسن من ضوء الشمس في بيوت الدنيا لو كانت فيكم، فما ظنكم بالذي
عمل بهذا؟».
Bahwasanya
Rosululloh shollallohu ‘alaihi waalihi wasallam bersabda: “Barangsiapa membaca
Al Qur’an dan mengamalkan kandungannya, akan dipakaikan pada kedua orang tuanya
satu makota pada hari Kiamat, cahayanya lebih bagus daripada cahaya matahari di
rumah-rumah dunia andaikata matahari tadi ada di antara kalian. Maka apa dugaan
kalian dengan orang yang mengamalkan ini?”
Zabban bin Faid adalah Zabban bin
Faid Al Mishriy, Abu Juwain Al Hamrowiy. Dia adalah ahli ibadah yang utama,
tapi dia munkarul hadits.
Al Imam Ahmad berkata:
“Hadits-haditsnya munkar.”
Ibnu Ma’in berkata: “Dia adalah
syaikh yang lemah.”
Ibnu Hibban berkata: “Dia
benar-benar munkarul hadits, menyendiri dengan satu naskah riwayat dari Sahl
bin Mu’adz, sepertinya hadits-haditsnya palsu. Tak boleh berhujjah dengannya.”
As Saji berkata: “Dia punya
hadits-hadits yang munkar.”
(rujuk “Tahdzibut
Tahdzib”/3/hal. 304).
Maka hadits yang ini tak bisa untuk
pendukung.
Kesimpulan umum: hadits dalam bab
ini minimal hasan lighoirih.
Tidak disebutkan dalam hadits di
atas bahwasanya keluarganya sebanyak tujuh turunan akan dijauhkan dari api
neraka.
Dan secara umum, hadits ini
menunjukkan besarnya keutamaan para Ahlul Qur’an.
Dan tiada keraguan bahwasanya tidak
semua pembaca Al Qur’an ataupun penghapal Al Qur’an itu bisa mencapai keutamaan
tadi. Yang berhak mendapatkannya hanyalah orang yang beriman kepadanya,
mengikutinya dan mengamalkan tuntutannya.
Alloh ta’ala berfirman:
﴿وننزل
من القرآن ما هو شفاء ورحمة للمؤمنين ولا يزيد الظالمين إلا خساراً﴾ [الإسراء:
82].
“Dan Kami turunkan
Al Qur’an yang dia itu adalah obat dan rohmat bagi kaum Mukminin. Dan tidaklah
Al Qur’an menambahi orang-orang yang zholim kecuali kerugian.” (QS. Al Isro:
82).
Al Imam Ibnu Rojab rohimahulloh
berkata: “Sebagian Salaf berkata: “Tidaklah seseorang duduk dengan Al Qur’an
lalu dia bangkit darinya dalam keadaan selamat. Bahkan bisa jadi dia beruntung,
atau dia itu merugi.” Lalu beliau membacakan ayat tadi.” (“Jami’ul ‘Ulum Wal
Hikam”/2/hal. 26).
Dari Abu Malik Al ‘Asy’ariy
rodhiyallohu ‘anhu yang berkata:
«...
والقرآن حجة لك أو عليك، كل الناس يغدو فبايع نفسه فمعتقها أو موبقها».
Rosululloh shollallohu
‘alaihi waalihi wasallam bersabda: “… Dan Al Qur’an itu argumentasi untuk
mendukungmu atau untuk memusuhi dirimu. Setiap orang masuk di waktu pagi, lalu
dia menjual dirinya, maka di antara mereka ada yang membebaskan dirinya atau
adapula yang membinasakan dirinya.” (HR. Muslim (223) dengan sanad terputus,
dan An Nasaiy (2437) dengan sanad bersambung dan shohih).
Al Imam Ibnu Abdil Barr rohimahulloh
berkata tentang keutamaan Al Qur’an: “Dan sebaik-baik ilmu adalah yang dasarnya
itu dimantapkan, cabangnya itu terus diingat, membimbing dirinya kepada Alloh
ta’ala, dan menunjukkan pada apa yang Alloh ridhoi.” (“At Tamhid”/14/hal. 134).
Umar ibnul Khoththob rodhiyallohu ‘anh berkata:
أما
إن نبيكم صلى الله عليه وسلم قد قال: «إن الله يرفع بهذا الكتاب أقواما ويضع به
آخرين».
“Ketahuilah
sesungguhnya Nabi kalian صلى الله عليه وسلم telah
bersabda: “Sesungguhnya Alloh mengangkat dengan kitab ini beberapa kaum,
dan merendahkan dengannya kaum yang lain.” (HR. Muslim (817)).
Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: “Maksudnya adalah: tilawah yang haqiqi adalah
tilawatul ma’na dan mengikutinya dengan membenarkan beritanya, melaksanakan
perintahnya, dan berhenti dari larangannya, dan mengikutinya, ke manapun dia
membimbingmu, engkau mengikutinya. Maka tilawatul Qur’an itu mencakup tilawatul
lafzh dan tilawatul ma’na. dan tilawatul ma’na itu lebih mulia daripada sekedar
tilawatul lafzh. Dan pelaku tilawatul ma’na itulah ahli Al Qur’an yang
mendapatkan pujian di dunia dan akhirat, karena sungguh mereka itu adalah ahli
tilawah dan ahli mutaba’ah yang sejati.” (“Miftah Daris Sa’adah”/1/hal. 57/cet.
Al Maktabatul ‘Ashriyyah).
Al Imam Abuth Thoyyib رحمه الله berkata: “Ahli Al Qur’an”: yaitu orang yang
senantiasa membaca Al Qur’an dan mengamalkannya, bukan orang yang hanya membaca
tapi tidak mengamalkannya.”
Beliau rohimahulloh juga berkata: “Sebagian ulama berkata: sesungguhnya
orang yang mengamalkan Al Qur’an seakan-akan dia itu terus-menerus membaca Al
Qur’an sekalipun dia tidak membacanya. Dan orang yang tidak mengamalkan Al
Qur’an seakan-akan dia itu tidak membaca Al Qur’an sekalipun dia terus-terusan
membacanya. Alloh ta’ala berfirman:
]كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ
إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ[ [ص/29]
“Kitab
yang Kami turunkan kepadamu, yang diberkahi, agar mereka memikirkan
ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang punya mata hati menjadi sadar.”
Maka sekedar bacaan dan hapalan itu tidak teranggap dengan nilai yang
menyebabkan tingginya tingkatan-tingkatan baginya di Jannah yang tinggi.”
(lihat semua di “Aunul Ma’bud”/di bawah no. (1461)/cet. Darul Kutubil
‘ilmiyyah).
Maka ahli bida’ semacam khowarij itu meskipun bacaan Qur’an mereka
banyak, hal itu tidak bermanfaat bagi mereka.
Dari Abu Sa’id Al Khudriy rodhiyallohu ‘anh yang berkata:
قال
النبي صلى الله عليه وسلم في شأن الخوارج: «إن من ضئضئ هذا، أو: في عقب هذا
قوما يقرءون القرآن لا يجاوز حناجرهم، يمرقون من الدين مروق السهم من الرمية،
يقتلون أهل الإسلام ويدعون أهل الأوثان، لئن أنا أدركتهم لأقتلنهم قتل عاد».
Nabi
shollallohu ‘alaihi waalihi wasallam bersabda –tentang khowarij-: “Sesungguhnya
dari keturunan orang ini ada suatu kaum yang membaca Al Qur’an tapi tidak
melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama ini seperti keluarnya
panah dari buruannya. Mereka membunuh ahli Islam dan membiarkan penyembah
berhala. Sungguh jika aku mendapati mereka pastilah aku akan membunuh mereka
bagaikan dibunuhnya kaum ‘Ad.” (HR. Al Bukhoriy (3344) dan Muslim
(1064)).
Al Imam Muhammad bin Isma’il Al Amir
Ash Shon’aniy rohimahulloh berkata tentang nilai kalimat Tauhid: “Dan kalimat
tadi tidak bermanfaat bagi khowarij meskipun digabung dengan ibadah yang para
Shohabat meremehkan ibadah mereka sendiri jika dibandingkan dengan ibadah
khowarij. Bahkan Nabi shollallohu ‘alaihi waalihi wasallam memerintahkan untuk
membunuh mereka dan bersabda: “Sungguh jika aku mendapati mereka pastilah
aku akan membunuh mereka bagaikan dibunuhnya kaum ‘Ad.” Dan yang
demikian itu dikarenakan mereka menyelisihi sebagian syariat. Dan mereka adalah
mayat orang yang terbunuh yang paling buruk di bawah kolong langit, sebagaimana
telah pasti beritanya di dalam hadits-hadits. Maka pastilah bahwasanya
semata-mata kalimat Tauhid itu bukanlah penghalang dari adanya kesyirikan orang
yang mengucapkannya karena dia melakukan kesyirikan tadi, karena dia telah
menyelisihi kalimat Tauhid dengan peribadatannya kepada selain Alloh.”
(“Tathhirul I’tiqod”/hal. 89-91/cet. Dar Ibni Hazm).
Kemudian, kalaupun si mubtadi’ tadi
kebaikan-kebaikannya tidak gugur, kebid’ahannya itu termasuk dosa terbesar, dan
nanti di hari Kiamat Alloh akan menimbang Antara kebaikannya dan kejelekannya.
والله
تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.
Shon’a
24 Jumadal Ula 1436 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar