Label

Sabtu, 30 Januari 2016

Hukum Membaca Mushhaf Di Dalam Sholat Malam


بسم الله الرحمن الرحيم
Hukum Membaca Mushhaf Di Dalam Sholat Malam


            Pertanyaan: apa hukum membaca mushhaf di dalam sholat malam?
            Maka jawabannya dengan memohon pertolongan pada Alloh semata:
            Kami tidak menasihati yang demikian itu karena membaca mushhaf di dalam sholat terkadang membuat sibuk dan mengurangi kekhusyu’an dalam sholat. Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu ‘anh berkata:
كنت أسلم على النبي صلى الله عليه وسلم وهو في الصلاة فيرد علي فلما رجعنا سلمت عليه فلم يرد علي وقال إن في الصلاة لشغلا.
“Dulu saya mengucapkan salam pada Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam dalam keadaan beliau sholat, lalu beliau menjawab salam saya. Ketika kami pulang (dari Habasyah), saya mengucapkan salam pada beliau, tapi beliau tidak menjawab salam saya. Dan beliau bersabda: “Sesungguhnya di dalam sholat itu benar-benar ada kesibukan.” (HR. Al Bukhoriy (1216)).
            Dan boleh jadi orang yang sholat tadi sibuk dengan membuka-buka halaman mushhaf, atau ada angin dari kipas yang membolak-balikkan lembarannya sehingga membingungkan dirinya.
            Dan juga bertopang pada mushhaf di dalam sholat itu terkadang menyebabkan Muslimin malas menghapal Al Qur’an, dan itu tidak pantas.
            Tapi jika memang diperlukan maka tidak apa-apa. Hal itu juga dilakukan oleh sebagian Salaf.
            Al Qosim rohimahulloh berkata:
كان يؤم عائشة عبد يقرأ في المصحف.
“Dulu Aisyah diimami seorang hamba sahaya dengan membaca mushhaf.” (diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam “Al Mushonnaf” (7216)/shohih).
            Ibnu Abi Mulaikah rohimahulloh berkata:
أن عائشة أعتقت غلاما لها عن دبر فكان يؤمها في رمضان في المصحف.
“Bahwasanya Aisyah menjanjikan memerdekakan seorang hamba jika beliau meninggal. Hamba tadi mengimami beliau di bulan Romadhon denan membaca mushhaf.” (diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam “Al Mushonnaf” (7217)/shohih).
            Muhammad bin Sirin rohimahulloh berkata:
عن عائشة ابنة طلحة انها كانت تأمر غلاما أو إنسانا يقرأ في المصحف يؤمها في رمضان.
Dari ‘Aisyah binti Tholhah, bahwasanya dirinya memerintahkan seorang hamba atau orang lain untuk membaca mushhaf sambil mengimami dirinya di bulan Romadhon.” (diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam “Al Mushonnaf” (7218)/shohih).
            Dari Syu’bah:
عن الحكم في الرجل يؤم في رمضان يقرأ في المصحف رخص فيه.
 “Dari Al Hakam tentang seseorang yang mengimami di bulan Romadhon sambil membaca mushhaf, beliau memberikan keringanan untuk perbuatan itu.” (diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam “Al Mushonnaf” (7219)/shohih).
            Al Imam Muqbil bin Hadi Al Wadi’iy rohimahulloh ditanya: “Saya sholat mengimami orang-orang, dan tidak ada orang setelah saya yang hapal Al Qur’an. Maka apakah boleh orang lain membuka mushhaf dan mengikuti bacaan saya? Dan itu adalah di sholat tarowih.”
            Maka beliau menjawab: “Untuk lafazh BOLEH, kami tidak mampu untuk mengatakan TIDAK BOLEH. Karena Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda di dalam hadits Ibnu Mas’ud dalam “Shohih”:
إن في الصلاة لشغلا.
“Sesungguhnya di dalam sholat itu benar-benar ada kesibukan.”
Dan Alloh berfirman:
﴿وقوموا لله قانتين
“Dan berdirilah kalian untuk Alloh dalam keadaan tunduk khusyu’.”
Yaitu: merunduk dan hina.
Maka membawa mushhaf itu termasuk kesibukan. Yang penting sholatnya adalah sah tapi makruh. Dan Alloh lebih tahu. Maka kami menasihati untuk tidak melakukan itu.”
(selesai dari kaset “Kaifa Nastaqbil Romadhon”/dari “Fatawal Imam Muqbil Al Wadi’iy”).
            Dan Fadhilatu Syaikhina Yahya bin Ali Al Hajuriy hafizhohulloh ditanya: “Di tempat kami ada seorang imam yang mengimami orang-orang dalam sholat ‘isya dan tarowih di bulan Romadhon dari mushhaf, apakah boleh dia melakukan yang demikian itu?
            Maka beliau hafizhohulloh menjawab: “Lebih baik dia tidak membaca dari mushhaf. Ibnu Hazm berdalilkan akan terlarangnya hal itu dengan sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam:
إن في الصلاة لشغلا.
“Sesungguhnya di dalam sholat itu benar-benar ada kesibukan.”
            Orang yang membaca dari mushhaf akan tersibukkan. Maka lebih utama untuk sang imam itu membaca semampunya. Alloh ta’ala berfirman:
﴿فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ﴾ ] المزمل: 20[.
“Maka bacalah apa yang mudah dari Al Qur’an.”
Ini di dalam tarowih, bersamaan dengan bahwasanya sebagian Shohabat melakukan itu, dia membaca dari mushhaf di dalam tarowih.
Adapun di dalam sholat-sholat wajib, maka tidak ada seorangpun dari mereka sholat dengan memakai mushhaf, maka perbuatannya itu adalah MUHDATS (bid’ah).
(selesai dari “Asilatu Ahlissunnah Bi Taribah Saiun”/”Al Kanzuts Tsamin”).
والله تعالى أعلم بالصواب.


Selasa, 26 Januari 2016

Hukum Bermain Gendang Dan Rebana

بسم الله الرحمن الرحيم
Hukum Bermain Gendang Dan Rebana

Pertanyaan: apa hukum gendang? Apakah dia harom seperti alat musik yang lain?
Jawaban dengan pertolongan Alloh semata:
Thobl (Gendang) adalah benda yang telah dikenal, alat musik untuk dipukul, punya satu atau dua sisi. (“Lisanul Arob”/11/hal. 398).
            Dan bermain thobl (gendang) itu tidak diperbolehkan.
            Dari Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma: Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:
«إن الله حرم علي أو حرم الخمر والميسر والكوبة».
“Sesungguhnya Alloh telah mengharomkan melalui lidahku, atau mengharomkan khomr (minuman yang memabukkan), maisir (perjudian), dan kubah (gendang).”
Sufyan berkata: maka aku bertanya pada Ali bin Budzaimah –salah seorang rowi- tentang kubah, maka beliau berkata: “Thobl (gendang).”
(HR. Ahmad (2476), Abu Dawud (3696) dan Ath Thobroniy dalam “Al Kabir” (12598)/shohih).
            Abu Sulaiman Al Khoththobiy rohimahulloh berkata: dikatakan bahwa Kubah adalah nard (dadu), dan masuk di dalamnya semua watar (dawai), muzhir (semacam rebana tapi punya kerincingan) dan alat-alat permainan yang lainnya.” (sebagaimana dalam “Ma’rifatus Sunan Wal Atsar” /Al Baihaqiy/16/hal. 30).
            Al Al Qoriy rohimahulloh berkata tentang syarh hadits tadi: “Yaitu: dan Alloh mengharomkan kubah melalui lidah Rosululloh, yaitu: memukul kubah. Dan kubah adalah gendang kecil.” (“Mirqotul Mafatih”/13/hal. 246).
            Al Munawiy rohimahulloh berkata: “Dan menjualnya juga batil menurut Asy Syafi’iy. Dan mengambil harganya (uang hasil penjualannya) itu termasuk memakan dengan batil. Dan beliau mengingatkan dengan pengharoman gendang tadi, akan haromnya menjual seluruh alat-alat musik, seperti tambur dan seruling.” (“Faidhul Qodir”/3/hal. 338).
            Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Ibrohim Alusy Syaikh rohimahulloh setelah menyebutkan hadits tadi dalam rangkaian penyebutan dalil-dalil diharomkannya nyanyian, beliau berkata: “Dan kubah adalah gendang kecil. Ada yang mengatakan: kubah adalah barith (sejenis gitar/rebab), dan dia adalah alat untuk bernyanyi. Adapun para imam yang empat, maka mereka –semoga Alloh meridhoi mereka semua- tidak diam dari menjelaskan hukum perkara yang munkar tadi.” (“Fatawa Wa Rosail Muhammad bin Ibrohim Alusy Syaikh”/10/hal. 173-174).
            Al Imam Ibnu Baz rohimahulloh setelah menyebutkan hadits tadi, beliau berkata: “Dan hadits-hadits dan atsar-atsar yang banyak telah diriwayatkan tentang tercelanya nyanyian dan alat-alat permainan, yang ucapanku ini tidak cukup untuk menyebutkannya. Dan dalil yang kami sebutkan itu sudah cukup dan memuaskan bagi seorang pencari kebenaran. Dan tidak ada keraguan bahwasanya orang-orang yang menyerukan ditambahkannya nyanyian-nyanyian dan alat-alat permainan dalam siaran berita itu, mereka tertimpa bencana dalam pikiran mereka hingga mereka menganggap bagus perkara yang buruk, dan menganggap buruk perkara yang baik. Dan mereka mengajak pada perkara yang membahayakan mereka dan membahayakan orang lain. Dan mereka tidak menyadari bahaya-bahaya, kerusakan-kerusakan dan kejelekan-kejelekan yang dihasilkan dari perkara tadi. Dan alangkah baiknya firman Alloh ta’ala Yang berfirman:
﴿أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ فَلا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَصْنَعُون﴾.
“Maka apakah orang yang dihiaskan untuk dirinya amalan buruknya lalu dia memandangnya bagus (sama dengan orang yang terbimbing di jalan yang benar)? Karena sesungguhnya Alloh menyesatkan orang yang Dia kehendaki dan membimbing orang yang Dia kehendaki. Maka janganlah jiwamu binasa karena terlalu berduka menyesali keadaan mereka, sesungguhnya Alloh Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.”
(selesai dari “Fatawa Ibni Baz”/3/hal. 417).
            Sedangkan duff (rebana) adalah sejenis gendang juga, tapi agak kecil.
            Ibnu Hajar rohimahulloh berkata: “Dan duff adalah yang tidak memiliki kerincing. Jika dia punya kerincing, maka dia adalah muzhir.” (“Fathul Bari”/2/hal. 441).
            Dan wanita boleh memainkannya di hari raya, hari pernikahan dan hari kegembiraan tertentu yang diidzinkan oleh syariat.
عن الربيع بنت معوذ بن عفراء قالت: جاء النبي صلى الله عليه وسلم فدخل حين بني علي فجلس على فراشي كمجلسك مني فجعلت جويريات لنا يضربن بالدف ويندبن من قتل من آبائي يوم بدر إذ قالت إحداهن: وفينا نبي يعلم ما في غد. فقال: «دعي هذه وقولي بالذي كنت تقولين».
Dari ar-Rubayyi' binti Mu'awwidz berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam datang menemuiku ketika aku dinikahi (seseorang). Lalu beliau duduk di atas tikarku seperti posisi dudukmu di hadapanku ini. Saat itu, ada gadis-gadis kecil sedang menabuh duff (gendang kecil/rebana) sambil bersenandung menyebut-nyebut orang-orang yang terbunuh dari kalangan orangtua kami pada perang Badar. Hingga berkata salah seorang dari gadis kecil itu: "Bersama kami ada Nabi yang mengetahui apa yang bakal terjadi besok". Maka Nabi shollallohu 'alaihi wasallam segera berkata: "Janganlah kamu mengatakan begitu. Tapi cukup katakan apa yang kamu katakan sebelumnya". (HR. Al Bukhoriy (5147)).
            Al ‘Allamah Muhammad Abdirrohman Al Mubarokfuriy rohimahulloh berkata: “Juwairiyyatain” dengan pola kecil (dua gadis kecil). Ada yang mengatakan: yang dimaksudkan adalah: anak-anak kecil Anshor, bukan hamba sahaya. “Mereka memukul duff mereka.” Dikatakan bahwasanya para anak-anak tadi belum mencapai batasan syahwat, dan duff mereka itu tidak disertai dengan kerincing.” (“Tuhfatul Ahwadziy”/4/hal. 179).
عن عائشة رضي الله عنها: أن أبا بكر رضي الله عنه دخل عليها وعندها جاريتان في أيام منى تدففان وتضربان والنبي صلى الله عليه وسلم متغش بثوبه، فانتهرهما أبو بكر، فكشف النبي صلى الله عليه وسلم عن وجهه فقال: «دعهما يا أبا بكر فإنها أيام عيد». وتلك الأيام أيام منى.
Dari 'Aisyah rodhiyallohu ‘anha, bahwa Abu Bakr rodhiyallohu 'anhu pernah masuk menemuinya pada hari-hari saat di Mina (Tasyriq). Saat itu ada dua anak wanita yang sedang bermain duff (rebana), sementara Nabi shollallohu 'alaihi wasallam menutupi wajahnya dengan kain. Kemudian Abu Bakr melarang dan menghardik kedua anak gadis itu, maka Nabi shollallohu 'alaihi wasallam menyingkap kain yang menutupi wajah beliau seraya bersabda: "Biarkanlah keduanya wahai Abu Bakar. Karena ini adalah Hari 'Ied." Hari-hari itu adalah hari-hari Mina (Tasyriq)." (HR. Al Bukhoriy (987) dan Muslim (892)).
            Al Imam Ibnu Abdil Barr rohimahulloh berkata dalam membantah orang yang membolehkan rebana secara umum: “Dan telah datang dalil yang lebih pasti dari sisi sanad tentang dikhususkannya pembolehan rebana itu pada hari-hari raya dan hari pernikahan saja.” (“At Tamhid”/22/hal. 199).
            Juga di hari kegembiraan yang besar, dan dilakukan oleh wanita yang dirasa kita aman dari fitnahnya.
            Dari Buroidah rodhiyallohu ‘anh berkata:
خرج رسول الله صلى الله عليه و سلم في بعض مغازيه فلما انصرف جاءت جارية سوداء فقالت: يا رسول الله إني كنت نذرت إن ردك الله صالحا أن أضرب بين يديك بالدف وأتغنى. فقال لها رسول الله صلى الله عليه و سلم: «إن كنت نذرت فاضربي وإلا فلا». فجعلت تضرب فدخل أبو بكر وهي تضرب ثم دخل علي وهي تضرب ثم دخل عثمان وهي تضرب ثم دخل عمر فألقت الدف تحت استها ثم قعدت عليه، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إن الشيطان ليخاف منك يا عمر إني كنت جالسا وهي تضرب فدخل أبو بكر وهي تضرب ثم دخل علي وهي تضرب ثم دخل عثمان وهي تضرب فلما دخلت أنت يا عمر ألقت الدف».
“Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam pernah keluar di sebagian peperangan beliau. Manakala beliau pulang, datanglah seorang hamba sahaya berkulit hitam seraya berkata: “Wahai Rosulalloh, sesungguhnya saya telah bernadzar jika Alloh mengembalikan Anda dengan selamat, saya akan memukul rebana di hadapan Anda dan saya bernyanyi.” Maka Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam berkata padanya: “Jika engkau telah bernadzar, maka silakan memukul rebana itu, tapi jika tidak, maka jangan.” Maka mulailah dia memukul rebana. Lalu Abu Bakr masuk, dalam keadaan di wanita tadi memukul rebana. Lalu masuklah Ali, dalam keadaan di wanita tadi memukul rebana. Lalu masuklah Utsman, dalam keadaan di wanita tadi memukul rebana. Lalu masuklah Umar, maka wanita itu melemparkan rebananya ke bawah pantatnya/bontotnya, lalu dia duduk di atas rebananya. Maka Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setan itu benar-benar takut kepadamu wahai Umar. Sungguh aku tadi duduk, dalam keadaan di wanita tadi memukul rebana. Lalu masuklah Abu Bakr, dalam keadaan di wanita tadi memukul rebana. Lalu masuklah Ali , dalam keadaan di wanita tadi memukul rebana. Lalu masuklah Utsman, dalam keadaan di wanita tadi memukul rebana. Lalu masuklah engkau wahai Umar, maka dia melemparkan rebana tadi.” (HR. Ahmad (23039), At Tirmidziy (3690)/shohih).
            Al Khoththobiy rohimahulloh berkata: “Memukul rebana bukanlah termasuk perkara yang terhitung di dalam bab ketaatan pada Alloh yang terkait dengan nadzar. Kondisi terbaiknya adalah bahwasanya dia itu masuk dalam bab mubah. Hanya saja manakala dia berhubungan dengan ditampakkannya kegembiraan dengan kepulangan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam ketika beliau tiba dari sebagian peperangan beliau, dan amalan tadi membuat orang-orang kafir kecewa, dan kaum munafiqin jengkel, jadilah penabuhan rebana tadi seperti sebagian pendekatan diri pada Alloh. Oleh karena itulah maka disukai penabuhan rebana dalam acara pernikahan karena di dalamnya ada penampakan kegembiraan dan keluar dari makna perzinaan yang tidak jelas. Dan termasuk yang menyerupai kasus ini adalah sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam tentang menghujat orang kafir:
«اهجوا قريشا فإنه أشد عليهم من رشق النبل».
“Hujatlah Quroisy, karena hujatan (yaitu hantaman dengan syair) itu lebih keras bagi mereka daripada tembakan panah.”
(selesai dari “Aunul Ma’bud”/Abuth Thoyyib Abadiy/9/hal. 100).
            Dan tidak ada keraguan bahwasanya menabuh rebana itu khusus bagi wanita: anak kecil atau wanita yang dirasa tidak menimbulkan fitnah.
            Syaikhul Islam rohimahulloh berkata: “Dan telah diketahui dengan pasti dari agama Islam bahwasanya Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam tidak mensyariatkan untuk orang-orang sholih dari umat beliau, para ahli ibadah mereka dan para ahli zuhud mereka untuk berkumpul demi mendengarkan dan menyimak bait-bait yang dilagukan, disertai dengan tepuk tangan atau pukulan stik, atau duff (rebana), sebagaimana beliau tidak membolehkan seseorang untuk tidak mengikuti beliau dan tidak mengikuti apa yang datang dari Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah), baik dalam perkara batin ataupun perkara lahiriyyah, baik untuk orang awam ataupun juga untuk orang khusus. Akan tetapi Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam memberikan keringanan para beberapa jenis permainan dalam pernikahan dan semisalnya, sebagaimana beliau memberikan keringanan pada para wanita untuk menabuh rebana dalam pernikahan dan kegembiraan-kegembiraan. Adapun para pria pada zaman Nabi, maka tidak ada seorangpun dari mereka yang menabuh rebana, ataupun bertepuk tangan, dan bahkan telah pasti dalam hadits shohih bahwasanya Nabi bersabda:
«التصفيق للنساء والتسبيح للرجال»،
“Bertepuk tangan adalah untuk para wanita, dan bertasbih adalah untuk para pria.”
Dan:
«لعن المتشبهات من النساء بالرجال، والمتشبهين من الرجال بالنساء ».
“Rosululloh صلى الله عليه وسلم melaknat para lelaki yang menyerupakan diri dengan perempuan, dan para perempuan yang menyerupakan diri dengan lelaki.” (Diriwayatkan oleh Al Bukhoriy (5885) dari Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma).
            Dan manakala nyanyian dan menabuh rebana dan telapak tangan adalah termasukd ari amalan para wanita, dulu para Salaf menamakan para lelaki yang melakukan itu sebagai MUKHONNATS (bencong/bondan), dan mereka menamakan para lelaki yang bernyanyi sebagai MAKHONITS (para bencong). Dan ini terkenal di dalam ucapan para Salaf. Dan masuk di dalam bab ini adalah hadits Aisyah rodhiyallohu ‘anha: bahwa Abu Bakr rodhiyallohu 'anhu pernah masuk menemuinya pada hari-hari ‘Id dalam keadaan di samping Aisyah ada dua anak wanita Anshor yang sedang bernyanyi dengan ucapan-ucapan orang Anshor saat perang Bu’ats. Kemudian Abu Bakr berkata: “Apakah seruling setan ada di rumah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam?” sementara itu Nabi shollallohu 'alaihi wasallam tadinya memalingkan wajah beliau dari kedua gadis tadi, dan menghadapkan wajah beliau yang mulia ke dinding, lalu beliau  bersabda: "Biarkanlah keduanya wahai Abu Bakar. Karena setiap kaum itu punya hari ‘Id, dan ini adalah Hari 'Ied kita kaum Muslimin."
Maka di dalam hadits ini ada penjelasan bahwasanya bukanlah termasuk adat Nabi shollallohu 'alaihi wasallam dan para Shohabat beliau untuk berkumpul mendengarkan permainan tadi. Oleh karena itulah maka Ash Shiddiq menamakan hal itu sebagai SERULING SETAN. Dan Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam membiarkan kedua gadis kecil tadi berbuat itu dengan alasan bahwasanya saat itu adalah hari ‘Id. Dan anak-anak kecil diberi keringanan untuk bermain di hari-hari Id, sebagaimana di dalam hadits:
«ليعلم المشركون أن في ديننا فسحة»،
“Agar kaum musyrikin mengetahui bahwasanya di dalam agama kita itu ada kelapangan.”
            Dan dulu ‘Aisyah punya mainan yang dengannya dia bermain, dan teman-temannya dari kalangan perempuan yang masih kecil datang dan bermain bersamanya. Dan tidak ada di dalam hadits dua gadis kecil tadi berita bahwasanya Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam menyimak permainan mereka, sementara perintah dan larangan itu hanyalah terkait dengan penyimakan, bukan sekedar pendengaran.”
(selesai dari “Majmu’ Fatawa”/11/hal. 565-566).
            Al Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata: “Maka Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam itu tidaklah mengingkari Abu Bakr yang menamai nyanyian itu sebagai seruling setan. Dan Nabi membiarkan kedua gadis kecil tadi karena keduanya adalah dua anak kecil yang belum terbebani syariat, menyanyi dengan nyanyian badui yang diucapkan pada hari perang Bu’ats, yang menceritakan keberanian dan peperangan. Dan pada hari itu adalah hari ‘Id. Lalu tentara setan memperluas area amalan tadi sampai pada menggunakan suara wanita cantik yang bukan mahrom, atau suara anak lelaki yang belum tumbuh jenggotnya, suaranya adalah fitnah, dan wajahnya adalah fitnah, dia bernyanyi mengajak pada perzinaan, kemaksiatan dan pada minuman khomr, disertai dengan alat-alat musik yang diharomkan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam di sekian banyak hadits, sebagaimana akan datang penyebutannya, disertai dengan bertepuk tangan dan menari. Maka itu adalah bentuk kemungkaran yang tidak dihalalkan oleh satu orangpun dari pemeluk agama, lebih-lebih lagi pemilik ilmu dan keimanan.
            Dan mereka berdalilkan dengan nyanyian dua gadis kecil yang belum terbebani syariat yang mengumandangkan nasyid-nasyid badui dan semisalnya yang berisi keberanian dan semisalnya, pada hari ‘Id tanpa ada rayuan/godaan ataupun rebana ataupun tarian ataupun tepuk tangan di dalamnya.
            Mereka meninggalkan dalil yang jelas dan terang untuk mendapatkan dalil yang masih samar-samar ini. Dan itulah sifat setiap ahli batil.
            Iya, kami tidak mengharomkan dan tidak memakruhkan amalan semisal yang dikerjakan di rumah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam dalam bentuk tadi. Dan kami dengan seluruh pemilik ilmu dan keimanan hanyalah mengharomkan nyanyian yang menyelisihi isi hadits tadi. Dan hanya dengan pertolongan Alloh sajalah kita mendapatkan taufiq.”
(selesai dari “Ighotsatil Lahfan”/1/hal. 257).
            Ucapan Al Imam Ibnul Qoyyim sangat benar dan bagus, hanya saja untuk ucapan beliau: “Tanpa ada rebana”, maka yang benar dalam hadits tadi adalah: para gadis kecil tadi memainkan rebana.
            Dan Al Hafizh Ibnu Hajar rohimahulloh dalam bantahan beliau pada orang yang berkata tentang bolehnya lelaki memainkan rebana, beliau berkata: “... hadits-hadits yang kuat di dalamnya ada idzin untuk wanita memainkan rebana. Dan para lelaki tidaklah dimasukkan ke dalam urusan para wanita karena adanya dalil umum yang melarang lelaki menyerupai wanita.” (“Fathul Bari”/9/hal. 226).

والله تعالى أعلم، والحمد لله رب العالمين.

Sabtu, 23 Januari 2016

Apakah Ahlussunnah Tidak Berjihad?

بسم الله الرحمن الرحيم
Apakah Ahlussunnah Tidak Berjihad?

 الحمد لله وأشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وسلم، أما بعد:

            Pernah ditanyakan: kenapa Ahlussunnah tidak berjihad, dan tidak pula melawan pemerintah yang zholim atau bahkan kafir?
            Dan di dalam jawaban berikut ini ada nasihat-nasihat yang bermanfaat di zaman ini dan di masa yang akan datang dengan seidzin Alloh.
Jawaban kita dengan memohon pertolongan pada Alloh:
Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam telah menjadikan KUFRUN BAWAH (kekufuran yang nyata) adalah sebab dia boleh untuk diperangi. Dari 'Ubadah Ibnush Shomit rodhiyallohu 'anhu berkata:
دَعَانَا رَسُولُ الله -صلى الله عليه وسلم- فَبَايَعْنَاهُ فَكَانَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِى مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةٍ عَلَيْنَا وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ قَالَ: « إِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنَ الله فِيهِ بُرْهَانٌ ».
Rosululloh -shalallohu 'alaihi wa sallam- menyeru kami maka kami membai'at beliau. Maka di antara perkara yang beliau ambil terhadap kami adalah: Kami membai'at beliau untuk mendengar dan taat dalam keadaan kami rajin dan malas, dalam keadaan kami merasa sulit dan mudah, dan dalam keadaan kami tertimpa kezholiman, dan agar kami tidak merebut kekuasaan dari pemiliknya. Lalu beliau bersabda,"Kecuali jika kalian melihat kekufuran yang nyata, yang kalian punya bukti dari Alloh tentangnya." (HR. Al Bukhoriy (7200) dan Muslim (1709)).
Jika pemerintah itu kafir dengan kekafiran yang jelas, maka hukum asalnya adalah boleh digulingkan,  tapi yg menghukumi dia kafir adalah AR ROSIKHUNA FIL ‘ILM (orang-orang yang mendalam ilmu mereka ), para ulama robbaniyyin, yang sangat menyayangi umat, bukan para harokiyyin yg haus darah dan kekuasaan.
            Kemudian para ulama yang mendalam ilmu mereka dan lurus manhaj mereka itu yang akan menimbang kadar maslahat dan madhorrot, bukan semata-mata main ledakan di sana-sini.
Syaikhul Islam rohimahulloh berkata: “Rosul shollallohu ‘alaihi waalihi wasallam diutus untuk menghasilkan kemaslahatan dan penyempurnaannya, dan menghilangkan kerusakan dan meminimalkannya.” (“Majmu’ul Fatawa”/1/hal. 138).
            Al Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh: “Dan hendaknya orang berakal itu tahu bahwasanya akal dan syariat itu mewajibkan dihasilkannya kemaslahatan dan penyempurnaannya, dan dihilangkannya mafsadah (kerusakan) dan meminimalkannya. Maka apabila ada suatu perkara menghadap orang berakal, dia melihat di dalamnya ada maslahat dan mafsadah, maka dia wajib memperhatikan dua perkara: perkara ilmiyyah dan perkara amaliyyah.
Perkara ilmiyyah adalah: mengetahui mana yang paling kuat dari dua ujung maslahat dan mafsadah. Jika jelas baginya mana yang terkuat, dia wajib mengutamakan perkara yang paling bermaslahah untuknya.” (“Al Jawabul Kafi”/hal. 212).
            Adapun asal ledak sana ledak sini, justru banyak orang yang tak bersalah itu jadi korban, maka bukannya pelakunya mendapatkan pahala jihad, tapi justru Nabi berlepas diri darinya.
Dari Abu Huroirah رضي الله عنه: dari Nabi صلى الله عليه وسلم, bahwa beliau bersabda:
«من خرج من الطاعة وفارق الجماعة فمات مات ميتة جاهلية. ومن قاتل تحت راية عمية يغضب لعصبة أو يدعو إلى عصبة أو ينصر عصبة فقتل فقتلة جاهلية. ومن خرج على أمتي يضرب برها وفاجرها ولا يتحاش من مؤمنها ولا يفي لذي عهد عهده فليس مني ولست منه».
"Barangsiapa keluar dari ketaatan dan memisahkan diri dari Jama'ah kemudian ia mati, maka matinya seperti mati jahiliyah. Dan barangsiapa berperang di bawah bendera kefanatikan, dia marah karena fanatik kesukuan atau karena ingin menolong kebangsaan kemudian dia mati, maka matinya seperti mati jahiliyah. Dan barangsiapa memberontak terhadap ummatku, kemudian menyerang orang-orang yang baik maupun yang fajir tanpa memenghindari orang mukminnya, dan tidak menunaikan perjanjian yang telah dibuatnya, maka dia tidak termasuk dari golonganku dan aku tidak termasuk dari golongannya." (HR. Muslim (1848)).
            Maka rujuk kepada ulama robbaniyyin adalah sangat urgen.
            Dan demi menyingkat jawaban karena kesempatan yang amat terbatas, akan ana nukilkan beberapa fatwa Al Imam Al Muhaddits As Salafiy Al Mujaddid Muqbil bin Hadi Al Wadi’iy rohimahulloh.
            Al Imam Al Wadi’iy rohimahulloh berkata: “Pada kenyataannya adalah: jihad itu termasuk syi’ar Islam yang tertinggi. Alloh berfirman:
إن الله اشترى من المؤمنين أنفسهم وأموالهم بأن لهم الجنة يقاتلون في سبيل الله فيقتلون ويقتلون
“Sesungguhnya Alloh telah membeli dari kaum Mukminin jiwa-jiwa mereka dan harta-harta mereka dengan mereka akan mendapatkan Surga, mereka berperang di jalan Alloh, maka mereka membunuh dan terbunuh.”
            Dan Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:
من مات ولم يغزو ولم يحدث نفسه بالغزو مات ميتة جاهلية
“Barangsiapa mati dan tidak berperang dan tidak mengajak jiwanya berbincang untuk berperang, dia akan mati dengan kematian jahiliyyah.”
            Dan kenyataannya adalah: sebagian pemerintah Muslimin itu punya sisa keagamaan, sehingga kekufurannya itu tidak jelas. –lalu beliau menyebutkan hadits Ubadah rodhiyallohu ‘anh-
            Andaikata kekufuran pemerintah itu jelas, kita wajib memeriksa kondisi Muslimin dan masyarakat. Bencana akan kembali menimpa masyarakat.
Dan apakah Muslimin itu telah siap untuk berjihad ataukah mereka itu belum siap? Bahkan Muslimin itu siap untuk mengumpulkan uang saja. Dia siap untuk mencaci presiden hanya karena sepotong roti jika rotinya tinggal sedikit.
            Aku merasa kagum dengan ucapan sebagian saudara kita yang mulia, dari Mesir, dan aku tidak ingin menyebutkan namanya. Dia ditangkap oleh pihak intelijen. Mereka berkata padanya: “Apakah engkau berkata bahwa para pemimpin itu kafir?” Dia menjawab: “Apakah kalian tidak melihat kecuali saya yang berkata bahwa para pemimpin itu kafir? Silakan kalian pergi ke tempat antrian pembagian roti, kalian akan mendengar orang-orang berkata: “Sesungguhnya para pemimpin itu kafir.”
            Maka orang-orang awam, jika roti dan gula serta mulukhiyyah (sejenis sayur hijau berkuah dan berlendir), mereka itu siap untuk mengkafirkan presiden. Tapi jika presiden memberikan pada mereka keperluan-keperluan mereka, mereka akan berkata: “Ini adalah kholifah rosyid.”
-sampai pada ucapan beliau:-
Kemudian kita wajib memperhatikan hasil-hasil penggulingan tadi: apakah kita mau untuk bangkit dan menyebabkan darah Muslimin tertumpah, lalu yang naik di atas kursi adalah seorang sosialis, atau komunis atau sekuler?
            Dulu kami ada di Jami’ah Islamiyyah. Aku punya rekan yang namanya Muhammad, dari Habasyah (Ethiopia). Aku bertanya kepadanya: “Apa yang telah engkau kerjakan dalam liburan ini, wahai Muhammad?” dia menjawab: “Kami memberontak pada penguasa (presiden mereka dulu adalah orang kristen).” Di negri mereka yang banyak adalah orang-orang nashoro, lalu muslimin memberontak terhadap mereka dan mengusir mereka. Kemudian beberapa hari setelah itu tiba-tiba saja Habasyah menjadi negara sosialis merah.
            Aku sungguh menyesalkan bahwasanya orang sosialis yang menggerakkan kita, dan dia tertawa pada jenggot kita, atau seorang ba’tsiy (satu firqoh dari komunis) atau nashiriy (pengikut aqidah sosialis jamal abdunnashr).
            Siapakah yang mengusir orang-orang Inggris dari Aden? Yang mengusir mereka adalah Muslimun. Kemudian yang melompat naik ke atas kursi adalah para komunis.
            Dan siapakah yang mengokohkan dan melapangkan jalan buat jamal abdunnashir –semoga Alloh tidak merohmatinya-? Yang melakukannya adalah ikhwanul muslimin. Lalu si jamal menghantam mereka.
            Dan siapakah yang melapangkan jalan untuk shibghotulloh mujaddidiy si shufiy itu, yang mana dia adalah pelayan amerika dan iran? Semua bencana ada pada dirinya. Yang melapangkan jalan untuknya adalah kaum Muslimin, yang mana Muslimun kehilangan satu setengah juta jiwa, semoga Alloh merohmati mereka, dan mereka sesuai dengan niat mereka, dan kita berharap agar Alloh memberikan pahala syahadah untuk mereka, karena mereka telah berperang sesuai dengan niat mereka (memerangi orang-orang uni soviet).
            Kita tidak tahu, ternyata amerika menghasung orang-orang berjenggot dan berkata: “Sesungguhnya orang-orang berjenggot itu mudah dibuat lalai!”
            Amerika berkata pada orang-orang berjenggot: “Lihatlah si presiden itu (presiden di negri muslimin), bagaimana dia itu mengelola harta masyarakat? Bagaimana dia membuka pintu kerusakan lebar-lebar? Bagaimana dia membolehkan perkara yang Alloh haromkan? Bagaimana dia membatasi masyarakat sehingga seakan-akan masyarakat ada di dalam penjara?”
            Hingga akhirnya masyarakatpun berkobar dan bangkit (memberontak), kemudian ternyata masyarakat mendatangkan pengganti yang lebih jelek daripada presiden yang sebelumnya.
            Kalau masyarakat tidak mau memulai bergerak, maka dolar-dolar amerika akan disebarkan murah bagaikan kotoran hewan. Para pelayan amerika akan mendatangi masyarakat yang rakus dan sedang kelaparan itu, dengan membawa ratusan juta dolar untuk masyarakat yang mereka inginkan, lalu masyarakat tadi akan melakukan perkara yang diinginkan oleh amerika.
            Alloh ta’ala berfirman:
ولا تركنوا إلى الذين ظلموا فتمسكم النار
“Dan janganlah kalian bersandar pada orang-orang yang zholim, sehingga kalian disentuh oleh api Neraka.”
            Dan dalam hadits shohih, Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:
لا يلدغ المؤمن من جحر مرتين
“Seorang Mukmin tidak tersengat dua kali dari satu lubang.”
            Adapun kita (masyarakat Muslimin), kita telah menjadi asy’abiyyin (orang-orang yang begitu mudah ditipu oleh seruan). Kita ditampar berkali-kali, lalu datang lagi seruan-seruan yang baru, kita justru berkata: “Barangkali mereka itu benar.”
            Kemudian kita tidak memikirkannya kecuali setelah terjadinya kejelekan yang banyak terjadi di banyak negri-negri Islam (setelah penguasa lama diruntuhkan, ternyata penggantinya lebih buruk).
            Maka jika kaum Muslimin telah siap, dan mereka punya kekuatan dan orang-orang yang bersabar menghadapi kemiskinan dan penyakit, mampu bersabar terhadap kelaparan dan kurangnya pakaian, kurang tidur, sabar terhadap kepenatan-kepenatan, mampu menolak risywah (suap) dolar amerika (dan semacamnya), karena dolar tadi lebih hebat sihirnya daripada Harut dan Marut. Maka wajiblah untuk yang pertama kali adalah: mereka berjanji pada Alloh untuk menolak dolar amerika (segala macam suap untuk memberontak). Soalnya jika tidak demikian, mereka tidak akan sukses.
            Dan orang yang berkata: “Sesungguhnya Ahlussunnah tidak berjihad,” maka dia adalah MUKABIR (orang yang membutakan mata terhadap kenyataan yang amat jelas). Maka Ahlussunnah itu di medan jihad. Dakwah ke jalan Alloh terus mereka tegakkan, pendidikan umat terus mereka tegakkan, mereka mengingkari kemungkaran sesuai dengan batas-batas yang mereka mampu, menghadapi orang-orang yang zholim, menghadapi para hizbiyyin, menghadapi para komunis, ba’tsiyyin, nashiriyyin, mereka menghadapi masyarakat semuanya (sesuai dengan jenis-jenis kekeliruan masyarakat yang ada).
            Maka kegiatan Ahlussunnah ini lebih berbahaya bagi para musuh, daripada engkau menghadapi para musuh dengan meriam dan senapan.
            Kami telah melihat beberapa jama’ah membunuh seorang komandan, lalu (akibatnya) pemerintah memenjarakan duapuluh ribu para dai yang mengajak ke jalan Alloh, para Muslimin yang tidak bersalah. Maka kita wajib menyadari itu, memikirkannya dan mempelajari kondisi dan keadaan.
            Apakah Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam diperintahkan untuk berjihad sejak Alloh mengutus beliau? Atau apakah beliau dulu sering melihat seorang Shohabat dipukuli, dan melewatinya? Dan terkadang Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam yang dipukuli, sebagaimana di dalam hadits, ketika beliau di dekat Masjidil Harom.
            Kemudian beliau bersabar, sampai beliau hijroh.
            Dan setelah hijroh beliau juga bersabar, sampai Alloh turunkan pada beliau:
أذن للذين يقاتلون بأنهم ظلموا وإن الله على نصرهم لقدير
“Telah diidzinkan kepada orang-orang yang diperangi (untuk membela diri), dan sesungguhnya Alloh benar-benar mampu untuk menolong mereka.”
            Maka kita wajib untuk bersikap kokoh dan tidak memberikan kepemimpinan (kendali dakwah) pada orang-orang yang mudah tertipu, dan kita jangan sampai membuat pengkaburan pada orang-orang yang mengikuti kita, sebagaimana ikhwanul muflisun membuat pengkaburan, mereka berkata: “Jihad, jihad!” Dan setelah mereka mengobarkan jiwa masyarakat seakan-akan rambut kepala mereka berdiri semua untuk bersiaga berjihad di jalan Alloh, kemudian orang-orang ikhwanul muflisun memalingkan mereka pada tamtsiliyyat (drama-drama), nasyid-nasyid, begadang, dan kisah-kisah lucu, dan yang semisal itu.
            Maka kita tidak boleh menipu para pengikut kita dan saudara-saudara kita. Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:
كلكم راعٍ وكلكم مسئول عن رعيته
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai atas kepemimpinannya.”
(sebagaimana yang ana dengar dari kaset rekaman, tertulis dalam “Fatawasy Syaikh Muqbil Al Wadi’iy”, dan rujuk juga dalam “Ghorotul Asyrithoh”/1/hal. 191-194).
            Maka tidak setiap kekufuran itu menuntut adanya penggulingan kekuasaan. Dan kita tidak boleh menurutkan panasnya hati dan kemarahan jiwa, yang tebusannya boleh jadi adalah ribuan nyawa muslimin dan rusaknya keamanan dan ketentraman. Kita wajib menuruk pada bimbingan para ulama Sunnah yang mendalam ilmu mereka dan cerdas dalam mempertimbangkan maslahat dan mafsadat, di dalam memahami dalil dan menerapkannya dalam kenyataan umat.
            Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqolaniy rohimahulloh berkata: “Dulu Al Ma’mun, Al Mu’tashim dan Al Watsiq mengajak apda bid’ah bahwasanya Al Qur’an itu adalah makhluq, dan mereka menghukum para ulama dengan pembunuhan, pemukulan, penjara, dan berbagai jenis penghinaan dalam rangka mendukung dakwah tadi. Dan tidak ada seorangpun yang berkata akan wajibnya memberontak pada para penguasa tadi dengan sebab itu. Dan kondisi tersebut berlangsung selama belasan tahun, hingga Al Mutawakkil memegang kepemimpinan, lalu beliau membatalkan ujian tadi dan memerintahkan untuk menampilkan sunnah.” (“Fathul Bari”/13/hal. 116).
            Dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh berkata: “Dan barangkali hampir tidak diketahui adanya suatu kelompok yang memberontak terhadap penguasa kecuali pemberontakan tadi menghasilkan kerusakan yang lebih besar daripada kerusakan yang mereka hilangkan.” (“Minhajus Sunnah”/3/hal. 194).
            Dan Al Imam Muqbil Al Wadi’iy rohimahulloh berkata: “Dan orang yang mengajak pada pemberontak dan penggulingan kekuasaan adalah penyeru pada kerusakan, penyeru pada tertumpahnya darah kaum Muslimin. Sampai bahkan penguasa yang aku yakini bahwa dia itu kafir, aku berkata: “Tidak pantas Muslimin bertabrakan dengan penguasa tadi dengan besi dan api, karena efeknya akan balik menghantam kepala-kepala kaum Muslimin, darah-darah kaum Muslimin tertumpah, dari sana-sini, dari kedua belah pihak. Maka mereka harus saling menasihati, dan memperhatikan ilmu dan pengajaran.
Dan hanya kepada Alloh sajalah kita mohon pertolongan.”
(sebagaimana yang ana dengar dari rekaman “Asilatusy Syaikh Al Wushobiy Waz Zairin”, dan tertulis dalam “Fatawasy Syaikh Muqbil Al Wadi’iy”).
            Semoga jawaban singkat ini turut memuaskan hati saudara-saudara kita Salafiyyin, dan turut mengobati saudara-saudara kita Muslimin yang dibuat bimbang oleh syubuhat.
والله تعالى أعلم
والحمد لله رب العالمين



Kamis, 21 Januari 2016

Hukum sembelihan lelaki yang di telinganya ada lubang anting-anting

Pertanyaan: apa hukum sembelihan lelaki yang di telinganya ada lubang anting-anting? Dulu dia pakai anting-anting, lalu dia sudah bertobat.
            Jawaban dengan memohon pertolongan pada Alloh ta’ala:
            Melobangi telinga untuk meletakkan perhiasan di situ adalah hak para wanita, bukan hak pria. Dan sebagian ulama telah menetapkan bahwasanya hal itu tidak boleh dilakukan pada pria karena termasuk menyerupai wanita.
            Al Qodhi Ahmad bin Muhammad Al Ghoznawiy Al Hanafiy rohimahulloh dalam kitab beliau “Al Hawiyl Qudsiy” berkata: “Dan tidak boleh melubangi telinga-telinga anak-anak lelaki.” (sebagaimana dalam “Roddul Muhtar”/27/hal. 81).
            Al Imam Ibnu Muflih Al Hanbaliy rohimahulloh menukilkan madzhab Al Imam Ahmad bin Hanbal: “Dan boleh melubangi telinga anak perempuan untuk perhiasan. Dan melubangi telinga anak lelaki adalah dibenci.” Ahmad menetapkan dua perkara tadi. Dan Ahmad berkata dalam riwayat Muhanna: “Aku membenci itu untuk anak lelaki. Itu hanya untuk anak-anak perempuan.” Muhanna bertanya: aku bertanya: “Siapakah yang membencinya?” Ahmad menjawab: “Jarir bin Utsman.” (“Al Adabusy Syar’iyyah”/Ibnu Muflih/4/hal. 13).
            Al Imam Ali Al Mardaqiy al Hanbaliy rohimahulloh berkata: “Dan melubangi telinga anak lelaki adalah dibenci. Untuk anak perempuan tidak mengapa, menurut madzhab yang shohih. Ahmad menetapkan dua perkara tadi, dan memastikannya dalam “Ar Ri’ayatul Kubro” dan yang lainnya.” (“Al Inshof”/Al Mardawiy/1/hal. 194).
            Bahkan yang rojih: itu adalah harom untuk lelaki, karena menyerupai wanita dalam kekhususannya.
            Al Imam Muhammad Ad Dimyathiy Asy Syafi’iy rohimahulloh berkata: “Dan diharomkan melubangi telinga anak lelaki.” (“I’anatuth Tholibin”/3/hal. 401).
            Bahkan hal itu termasuk dosa besar, karena kerasnya ancaman terhadap orang yag sengaja menyerupakan diri dengan lawan jenisnya.
Dari Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma yang berkata:
«لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم المتشبهين من الرجال بالنساء والمتشبهات من النساء بالرجال»
“Rosululloh صلى الله عليه وسلم melaknat para lelaki yang menyerupakan diri dengan perempuan, dan para perempuan yang menyerupakan diri dengan lelaki.” (Diriwayatkan oleh Al Bukhoriy (5885)).
            Maka pelakunya dihukumi sebagai orang fasiq jika sengaja melakukan itu setelah tahu haromnya hal itu, karena kerasnya larangan tadi.
            Al Imam Ibnu Muflih rohimahulloh berbicara tentang hukumi melubangi telinga: “Dan di dalam “Al Fushul” –karya Ibnu Aqil Al Hanbaliy-: lelaki yang melakukan itu dihukumi sebagai fasiq.” (“Al Furu’”/Ibnu Muflih/1/hal. 100).
                        Lalu apa hukum sembelihan pria yang memakai anting-anting?
            Penyembelih itu harus memenuhi beberapa syarat.
            Al ‘Allamah Ali Al Qoriy rohimahulloh berkata: “Dan syarat sang penyembelih adalah: SEORANG MUSLIM, berdasarkan firman Alloh ta’ala:
﴿إلا ما ذكيتم
“Kecuali apa yang kalian (Muslimin) sembelih.”
            Atau AHLI KITAB, sekalipun orang tersebut adalah HARBIY (masih memerangi Muslimin), berdasarkan firman Alloh ta’ala:
﴿وطعام الذين أوتوا الكتاب حل لكم
“Dan makanan orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal untuk kalian.”
            Dan yang dimaksudkan adalah: hasil sembelihan mereka, karena kemutlakan firman Alloh ta’ala:
﴿إلا ما ذكيتم
“Kecuali apa yang kalian (Muslimin) sembelih.”
Karena mutlaknya makanan yang bukan berupa sembelihan itu adalah halal dari orang kafir manapun, dengan kesepakatan ulama.
            Dan disyaratkan juga: si ahli kitab tadi ketika menyembelih, dia TIDAK MENYEBUT SELAIN ALLOH. Sampai walaupun dia menyebut Al Masih Atau ‘Uzair, sembelihannya itu tidak halal.
            Atau boleh juga jika yang menyembelih tadi adalah WANITA, berdasarkan penjelasan yang terdahulu. ... dst.”
(“Syarhul Wiqoyah”/Ali Al Qoriy/5/hal. 221).
Ini menunjukkan bahwasanya seorang pria muslim itu sembelihannya sah, sekalipun dia itu fasiq (pelaku dosa besar). Kondisinya telinganya dilubangi untuk memakai anting-anting dengan suka rela itu tidaklah menghalangi diterimanya sembelihan dia.
            Dan jika telinganya itu dilubangi tanpa suka relanya dia, atau sebelum dia tahu hukumnya, maka lebih pantas lagi untuk sembelihannya itu sah.
            Demikian pula jika dia sudah bertobat, Alloh menerima tobatnya, dan sembelihannya itu lebih pantas lagi untuk diterima, sekalipun di telinganya masih ada bekas lubang tadi.
Alloh ta’ala berfirman:
﴿قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ الله إِنَّ الله يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيم﴾ [الزمر: 53].
“Katakanlah wahai para hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rohmat Alloh, sesungguhnya Alloh mengampuni dosa-dosa semuanya, sungguh Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
والله تعالى أعلم، والحمد لله رب العالمين.