Label

Kamis, 05 November 2015

Mahkota Keagungan Bagi Penghapal Kalamurrohman


Mahkota Keagungan
Bagi Penjaga Kalamurrohman



Ditulis dan Diterjemahkan Oleh:
Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Jawiy
Al Indonesiy
عفا الله عنه





بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله وأشهد أن لا إله إلا الله وأه محمدا عبده ورسوله، اللهم صل وسلم على محمد وعلى آله أجمعين، وأما بعد:
            Telah datang pertanyaan dari seorang saudara yang mulia hafizhohulloh: Bagaimana tingkatan hadits bahwasanya orang tua dari anak penghapal Al Qur’an akan dipakaikan mahkota di surga dan keluarganya sebanyak tujuh turunan akan dijauhkan dari api neraka? Bagaimana dengan orang tua yang anak-anaknya penghapal Al Qur’an akan tetapi dia ahlul bid’ah atau bahkan sampai pelaku kesyirikan?
            Maka dengan memohon pertolongan pada Alloh, saya jawab sebagai berikut:
            Hadits tersebut datang dari Buroidah ibnul Hushoib rodhiyallohu ‘anh:
            Diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad ibnu Hanbal dalam Musnad beliau (22950) dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf beliau (30045) dan Ad Darimiy dalam Sunan beliau (3434) dan yang lainnya yang berkata: haddatsana Abu Nu’aim: haddatsana Busyair ibnul Muhajir: haddatsani Abdulloh bin Buroidah, ‘an abihi yang berkata:
كنت جالسا عند النبي صلى الله عليه وسلم فسمعته يقول: «تعلموا سورة البقرة؛ فإن أخذها بركة وتركها حسرة، ولا يستطيعها البطلة». قال: ثم سكت ساعة، ثم قال: «تعلموا سورة البقرة، وآل عمران؛ فإنهما الزهراوان يظلان صاحبهما يوم القيامة كأنهما غمامتان أو غيايتان أو فرقان من طير صواف، وإن القرآن يلقى صاحبه يوم القيامة حين ينشق عنه قبره كالرجل الشاحب. فيقول له: هل تعرفني؟ فيقول: ما أعرفك فيقول: أنا صاحبك القرآن الذي أظمأتك في الهواجر وأسهرت ليلك، وإن كل تاجر من وراء تجارته، وإنك اليوم من وراء كل تجارة فيعطى الملك بيمينه، والخلد بشماله، ويوضع على رأسه تاج الوقار، ويكسى والداه حلتين لا يقوم لهما أهل الدنيا فيقولان: بم كسينا هذا ؟ فيقال: بأخذ ولدكما القرآن. ثم يقال له: اقرأ واصعد في درج الجنة وغرفها، فهو في صعود ما دام يقرأ، هذا كان، أو ترتيلاً».
“Saya pernah duduk di sisi Nabi shollallohu ‘alaihi waalihi wasallam, lalu saya mendengar beliau bersabda: “Pelajarilah surat Al Baqoroh, karena mengambilnya adalah barokah, meninggalkannya adalah menjadi penyesalan, dan hal itu tidak bisa dilakukan oleh batholah (para penyihir).” Lalu beliau diam sesaat. Kemudian beliau bersabda: “Pelajarilah surat Al Baqoroh dan Ali Imron, karena keduanya adalah bagaikan dua bunga yang menaungi sahabatnya (penjaganya yang rajin membaca dan mengamalkannya) di hari Kiamat, seakan-akan keduanya adalah dua awan atau dua kelompok burung yang tengah berbaris. Dan sesungguhnya Al Qur’an itu akan menjumpai sahabatnya para hari Kiamat ketika kuburannya terbelah untuknya, bagaikan orang tadi pucat ketakutan. Maka Al Qur’an berkata padanya: “Apakah engkau tahu siapa aku?” Dia berkata: Aku tidak mengenalmu.” Maka dia berkata: “Aku adalah sahabatmu, Al Qur’an, yang membikin engkau dahaga di siang hari, dan membikin engkau tidak tidur di malam hari. Dan sesungguhnya setiap pedagang ada di belakang dagangannya. Dan sesungguhnya engkau pada hari ini ada di belakang seluruh jenis dagangan.” Maka dia diberi kekuasaan di tangan kanannya, diberi kekekalan di tangan kirinya, dan diletakkan di atas kepalanya makota keagungan/kewibawaan. Dan kedua orang tuanya diberi dua pasang pakaian yang tidak sanggup dipikul oleh seluruh penduduk dunia. Maka keduanya bertanya: “Dengan sebab apa kami diberi pakaian dengan ini?” Dijawab: “Dengan sebab anakmu mengambil (menghapal) Al Qur’an.” Lalu dikatakan padanya (sang anak): “Bacalah, dan naiklah ke tingkatan-tingkatan Jannah dan kamar-kamarnya.” Maka dia terus-menerus naik selama dia membaca Al Qur’an dengan cepat ataupun dengan pelan-pelan.”
            Para perowi hadits ini tsiqot dan terkenal, kecuali Busyair bin Muhajir. Dia adalah Al Ghonawiy Al Kufiy.
            Al Atsrom menukilkan dari Al Imam Ahmad tentang orang itu: “Dia itu munkarul hadits. Aku telah menilai hadits-haditsnya, ternyata dia mendatangkan keanehan.”
Ibnu Ma’in berkata: “Dia tsiqoh.”
Abu Hatim Ar Roziy berkata: “Dia boleh ditulis haditsnya, tapi tidak boleh menjadi hujjah.”
Al Bukhoriy berkata: “Di sebagian haditsnya, dia menyelisihi (yaitu: menyelisihi para tsiqot).”
An Nasaiy berkata: “Laisa bihi ba’s (tidak apa-apa dengannya/tidak lemah sekali, bisa dihasankan).”
Ibnu Adi berkata: “Dia meriwayatkan beberapa hadits yang tiada pendukungnya. Dan dia boleh ditulis haditsnya, sekalipun ada beberapa kelemahan.”
(rujuk “Tahdzibut Tahdzib”/1/hal. 467-469).
            Dia boleh untuk syawahid (pendukung), kecuali hadits-hadits yang ditetapkan oleh para ulama bahwasanya hal itu bagian dari kemunkarannya.
            Dan hadits tadi punya pendukung dari hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anh:
            Diriwayatkan oleh Al Imam Ath Thobroniy dalam “Al Ausath” (5764), Abu Bakr Ad Dainuriy dalam “Al Mujalasah” (2189) dari jalur Syarik: ‘an Abdillah bin Isa: ‘an Yahya bin Abi Katsir: ‘an Abi Salamah: ‘an Abi Huroiroh rodhiyallohu ‘anh:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم ذكر القرآن وصاحبه يوم القيامة؛ فقال: «يعطى الملك بيمينه والخلد بشماله، ويوضع على رأسه تاج الوقار».
“Bahwasanya Rosululloh shollallohu ‘alaihi waalihi wasallam pernah menyebutkan Al Qur’an dan para sahabat Al Qur'an pada hari Kiamat, lalu beliau bersabda: “Dia akan diberi kekuasaan dengan tangan kanannya, dan kekekalan dengan tangan kirinya, dan diletakkan di atas kepalanya makota kewibawaan.”
            Syarik ini adalah bin Abdillah An Nakho’iy, hapalannya jelek, bisa untuk pendukung.
            Datang juga hadits tentang masalah ini dari riwayat Mu’adz bin Anas Al Juhaniy rodhiyallohu ‘anh:
            Diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad dalam Musnad beliau (15645), Abu Dawud dalam Sunan beliau (2465), Abu Ya’la dalam Musnad beliau (1493), dan Ath Thobroniy dalam “Al Kabir” (445) dari jalur Zabban bin Faid: ‘an Sahl bin Mu’adz Al Juhaniy ‘an abihi:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «من قرأ القرآن وعمل بما فيه، ألبس والداه تاجا يوم القيامة، ضوءه أحسن من ضوء الشمس في بيوت الدنيا لو كانت فيكم، فما ظنكم بالذي عمل بهذا؟».
Bahwasanya Rosululloh shollallohu ‘alaihi waalihi wasallam bersabda: “Barangsiapa membaca Al Qur’an dan mengamalkan kandungannya, akan dipakaikan pada kedua orang tuanya satu makota pada hari Kiamat, cahayanya lebih bagus daripada cahaya matahari di rumah-rumah dunia andaikata matahari tadi ada di antara kalian. Maka apa dugaan kalian dengan orang yang mengamalkan ini?”
            Zabban bin Faid adalah Zabban bin Faid Al Mishriy, Abu Juwain Al Hamrowiy. Dia adalah ahli ibadah yang utama, tapi dia munkarul hadits.
            Al Imam Ahmad berkata: “Hadits-haditsnya munkar.”
            Ibnu Ma’in berkata: “Dia adalah syaikh yang lemah.”
            Ibnu Hibban berkata: “Dia benar-benar munkarul hadits, menyendiri dengan satu naskah riwayat dari Sahl bin Mu’adz, sepertinya hadits-haditsnya palsu. Tak boleh berhujjah dengannya.”
            As Saji berkata: “Dia punya hadits-hadits yang munkar.”
(rujuk “Tahdzibut Tahdzib”/3/hal. 304).
            Maka hadits yang ini tak bisa untuk pendukung.
            Kesimpulan umum: hadits dalam bab ini minimal hasan lighoirih.
            Tidak disebutkan dalam hadits di atas bahwasanya keluarganya sebanyak tujuh turunan akan dijauhkan dari api neraka.
            Dan secara umum, hadits ini menunjukkan besarnya keutamaan para Ahlul Qur’an.
            Dan tiada keraguan bahwasanya tidak semua pembaca Al Qur’an ataupun penghapal Al Qur’an itu bisa mencapai keutamaan tadi. Yang berhak mendapatkannya hanyalah orang yang beriman kepadanya, mengikutinya dan mengamalkan tuntutannya.
            Alloh ta’ala berfirman:
﴿وننزل من القرآن ما هو شفاء ورحمة للمؤمنين ولا يزيد الظالمين إلا خساراً﴾ [الإسراء: 82].
“Dan Kami turunkan Al Qur’an yang dia itu adalah obat dan rohmat bagi kaum Mukminin. Dan tidaklah Al Qur’an menambahi orang-orang yang zholim kecuali kerugian.” (QS. Al Isro: 82).
            Al Imam Ibnu Rojab rohimahulloh berkata: “Sebagian Salaf berkata: “Tidaklah seseorang duduk dengan Al Qur’an lalu dia bangkit darinya dalam keadaan selamat. Bahkan bisa jadi dia beruntung, atau dia itu merugi.” Lalu beliau membacakan ayat tadi.” (“Jami’ul ‘Ulum Wal Hikam”/2/hal. 26).
            Dari Abu Malik Al ‘Asy’ariy rodhiyallohu ‘anhu yang berkata:
«... والقرآن حجة لك أو عليك، كل الناس يغدو فبايع نفسه فمعتقها أو موبقها».
Rosululloh shollallohu ‘alaihi waalihi wasallam bersabda: “… Dan Al Qur’an itu argumentasi untuk mendukungmu atau untuk memusuhi dirimu. Setiap orang masuk di waktu pagi, lalu dia menjual dirinya, maka di antara mereka ada yang membebaskan dirinya atau adapula yang membinasakan dirinya.” (HR. Muslim (223) dengan sanad terputus, dan An Nasaiy (2437) dengan sanad bersambung dan shohih).
            Al Imam Ibnu Abdil Barr rohimahulloh berkata tentang keutamaan Al Qur’an: “Dan sebaik-baik ilmu adalah yang dasarnya itu dimantapkan, cabangnya itu terus diingat, membimbing dirinya kepada Alloh ta’ala, dan menunjukkan pada apa yang Alloh ridhoi.” (“At Tamhid”/14/hal. 134).
Umar ibnul Khoththob rodhiyallohu ‘anh berkata:
أما إن نبيكم صلى الله عليه وسلم قد قال: «إن الله يرفع بهذا الكتاب أقواما ويضع به آخرين».
“Ketahuilah sesungguhnya Nabi kalian صلى الله عليه وسلم telah bersabda: “Sesungguhnya Alloh mengangkat dengan kitab ini beberapa kaum, dan merendahkan dengannya kaum yang lain.” (HR. Muslim (817)).
Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: “Maksudnya adalah: tilawah yang haqiqi adalah tilawatul ma’na dan mengikutinya dengan membenarkan beritanya, melaksanakan perintahnya, dan berhenti dari larangannya, dan mengikutinya, ke manapun dia membimbingmu, engkau mengikutinya. Maka tilawatul Qur’an itu mencakup tilawatul lafzh dan tilawatul ma’na. dan tilawatul ma’na itu lebih mulia daripada sekedar tilawatul lafzh. Dan pelaku tilawatul ma’na itulah ahli Al Qur’an yang mendapatkan pujian di dunia dan akhirat, karena sungguh mereka itu adalah ahli tilawah dan ahli mutaba’ah yang sejati.” (“Miftah Daris Sa’adah”/1/hal. 57/cet. Al Maktabatul ‘Ashriyyah).
Al Imam Abuth Thoyyib رحمه الله berkata: “Ahli Al Qur’an”: yaitu orang yang senantiasa membaca Al Qur’an dan mengamalkannya, bukan orang yang hanya membaca tapi tidak mengamalkannya.”
Beliau rohimahulloh juga berkata: “Sebagian ulama berkata: sesungguhnya orang yang mengamalkan Al Qur’an seakan-akan dia itu terus-menerus membaca Al Qur’an sekalipun dia tidak membacanya. Dan orang yang tidak mengamalkan Al Qur’an seakan-akan dia itu tidak membaca Al Qur’an sekalipun dia terus-terusan membacanya. Alloh ta’ala berfirman:
]كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ[ [ص/29]
“Kitab yang Kami turunkan kepadamu, yang diberkahi, agar mereka memikirkan ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang punya mata hati menjadi sadar.”
Maka sekedar bacaan dan hapalan itu tidak teranggap dengan nilai yang menyebabkan tingginya tingkatan-tingkatan baginya di Jannah yang tinggi.” (lihat semua di “Aunul Ma’bud”/di bawah no. (1461)/cet. Darul Kutubil ‘ilmiyyah).
Maka ahli bida’ semacam khowarij itu meskipun bacaan Qur’an mereka banyak, hal itu tidak bermanfaat bagi mereka.
Dari Abu Sa’id Al Khudriy rodhiyallohu ‘anh yang berkata:
قال النبي صلى الله عليه وسلم في شأن الخوارج: «إن من ضئضئ هذا، أو: في عقب هذا قوما يقرءون القرآن لا يجاوز حناجرهم، يمرقون من الدين مروق السهم من الرمية، يقتلون أهل الإسلام ويدعون أهل الأوثان، لئن أنا أدركتهم لأقتلنهم قتل عاد».
Nabi shollallohu ‘alaihi waalihi wasallam bersabda –tentang khowarij-: “Sesungguhnya dari keturunan orang ini ada suatu kaum yang membaca Al Qur’an tapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama ini seperti keluarnya panah dari buruannya. Mereka membunuh ahli Islam dan membiarkan penyembah berhala. Sungguh jika aku mendapati mereka pastilah aku akan membunuh mereka bagaikan dibunuhnya kaum ‘Ad.” (HR. Al Bukhoriy (3344) dan Muslim (1064)).
            Al Imam Muhammad bin Isma’il Al Amir Ash Shon’aniy rohimahulloh berkata tentang nilai kalimat Tauhid: “Dan kalimat tadi tidak bermanfaat bagi khowarij meskipun digabung dengan ibadah yang para Shohabat meremehkan ibadah mereka sendiri jika dibandingkan dengan ibadah khowarij. Bahkan Nabi shollallohu ‘alaihi waalihi wasallam memerintahkan untuk membunuh mereka dan bersabda: “Sungguh jika aku mendapati mereka pastilah aku akan membunuh mereka bagaikan dibunuhnya kaum ‘Ad.” Dan yang demikian itu dikarenakan mereka menyelisihi sebagian syariat. Dan mereka adalah mayat orang yang terbunuh yang paling buruk di bawah kolong langit, sebagaimana telah pasti beritanya di dalam hadits-hadits. Maka pastilah bahwasanya semata-mata kalimat Tauhid itu bukanlah penghalang dari adanya kesyirikan orang yang mengucapkannya karena dia melakukan kesyirikan tadi, karena dia telah menyelisihi kalimat Tauhid dengan peribadatannya kepada selain Alloh.” (“Tathhirul I’tiqod”/hal. 89-91/cet. Dar Ibni Hazm).
            Kemudian, kalaupun si mubtadi’ tadi kebaikan-kebaikannya tidak gugur, kebid’ahannya itu termasuk dosa terbesar, dan nanti di hari Kiamat Alloh akan menimbang Antara kebaikannya dan kejelekannya.
والله تعالى أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.
Shon’a 24 Jumadal Ula 1436 H


Tidak ada komentar:

Posting Komentar